Baca juga: Institut Leimena: Pendidikan harus bangun solidaritas manusia
Matius mengatakan seminar ini penting untuk diadakan, karena adanya hasil survei SETARA Institute dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang menyatakan bahwa 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti.
Padahal, lanjutnya, Pancasila menjadi bagian dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan kesepakatan bersama sebagai kelanjutan historis dan ideologis dari bangsa yang majemuk ini untuk merdeka sebagai satu bangsa Indonesia.
"Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia menggambarkan dengan jelas kesepakatan ini, dimana burung garuda mengenakan perisai Pancasila," tambahnya.
Dia menyebutkan Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya adalah program pelatihan yang ditujukan khususnya bagi para guru sekolah, madrasah, pesantren, dan pendidik agama lainnya.
Sejak 2021, sambungnya, program ini telah meluluskan lebih dari 4.000 guru di 34 provinsi di Indonesia.
"Salah satu kompetensi yang ditekankan adalah kompetensi kolaboratif, yaitu bagaimana kita mampu bekerja sama dengan orang yang berbeda kepercayaan dari kita, dengan tetap menghargai perbedaan yang ada," ujarnya.
Baca juga: MPR tegaskan 18 Agustus Hari Konstitusi dan bukan Hari Lahir Pancasila
Baca juga: Harlah Pancasila, Merah Putih 1.000 meter kelilingi Candi Borobudur
"Itulah sebabnya, dalam webinar ini kita juga menghadirkan narasumber dari luar negeri, yaitu Dr. Katherine Marshall dan Dr. Chris Seiple agar kita juga mendengar perspektif dan pengalaman dari luar negeri," tuturnya.
Institut Leimena adalah lembaga nonprofit dengan misi mengembangkan peradaban Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta peradaban dunia yang menjunjung tinggi harkat manusia melalui kerja sama dalam masyarakat yang majemuk.