Anggota DPR ingatkan tak hilang fokus karena isu kebocoran putusan MK
30 Mei 2023 20:48 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman (paling kiri) dan anggota Komisi III DPR RI Supriansa (kedua kanan) dalam Forum Legislasi bertema "Mencermati Putusan MK" di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023). ANTARA/HO-KWP
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman mengingatkan agar publik tidak hilang fokus dengan wacana penerapan kembali sistem proporsional tertutup akibat dugaan kebocoran informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan uji materi sistem pemilu anggota legislatif yang beredar beberapa waktu belakangan.
"Yang lebih penting lagi kita jangan hilang fokus. Kalau bahasa anak mudanya, itu jangan hilang fokus. Yang paling penting adalah soal sistem proporsional pemilu ini," kata Habiburokhman dalam Forum Legislasi bertema Mencermati Putusan MK di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Ia berharap agar pada akhirnya MK mengeluarkan putusan yang berbeda dengan dugaan kebocoran informasi yang menyebutkan bahwa sistem proporsional tertutup akan diterapkan kembali.
"Saya berharap apa yang disampaikan Pak Denny (Denny Indrayana) tidak tepat atau minimal berubah kalau memang sudah ada putusan," ujarnya.
Sistem pencalegan yang dibuat oleh partai politik sampai sejauh ini, kata dia, berorientasi pada sistem proporsional terbuka, yang memberikan kesempatan sama kepada semua kelompok untuk maju.
"Banyak partai yang merupakan gabungan berbagai kelompok masyarakat, ada petani, ada aktivis kayak saya, Pak Dasco (Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco), ada nelayan, ada organisasi perempuan, ada purnawirawan, macam-macam," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, akan merepotkan pula proses tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.
"Pasti masalah, ada orang-orang yang akan mengundurkan diri, repot lagi," imbuhnya.
Habiburokhman pun menilai klaim informasi soal putusan yang dilontarkan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana tidak memenuhi kualifikasi pasal terkait dengan pembocoran rahasia negara.
"Kasus Pak Denny Indrayana ini menurut saya tidak memenuhi kualifikasi ketentuan Pasal 112 sampai Pasal 115 (KUHP) tersebut tidak memenuhi kualifikasi karena tidak ada kaitannya. Kalau toh memang ada orang dari dalam MK menyampaikan informasi tersebut, kalau toh memang, ini sudah dibantai juga oleh Pak Denny, itu tidak termasuk pembocoran rahasia negara," katanya.
Baca juga: Denny Indrayana: Klaim informasi soal putusan MK bagian kontrol publik
Baca juga: PAN ingatkan MK agar menolak gugatan sistem pemilu tertutup
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mengatakan bahwa sejauh ini sistem proporsional terbuka jauh lebih baik ketimbang sistem proporsional tertutup untuk diterapkan di Indonesia.
"Karena banyak mata yang bisa menyaksikan, banyak orang yang bisa melihat, dan banyak orang yang bisa memprotes dan melaporkan kepada Bawaslu dan seterusnya jika terjadi tindakan-tindakan di lapangan. Akan tetapi, kalau terjadi di rongga hampa, di ruang kecil 'kan tidak ada yang bisa melihatnya. Inilah yang kami khawatirkan," kata Supriansa.
Supriansa menegaskan bahwa rakyat memiliki kedaulatan untuk menentukan para wakilnya.
"Harapannya (sistem proporsional) terbuka karena ini menjadi bagian daripada penguatan kedaulatan rakyat, rakyat yang memiliki kedaulatan untuk menentukan wakilnya yang akan duduk di DPR, yang akan duduk di legislatif, mulai dari DPRD kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat," ucapnya.
Sebaliknya, katanya lagi, dalam sistem proporsional tertutup para legislator yang akan mewakili rakyat ditentukan oleh partai politik.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa yang ditunjuk itu adalah orang yang berkualitas setelah duduk menjadi anggota DPR?" ujarnya.
Terkait dengan dugaan kebocoran informasi, Supriansa pun mengingatkan agar MK perlu memperbaiki kemandirian lembaganya, beserta independensi para hakim konstitusinya.
"Berarti perlu diperbaiki karena gampangnya bocor-bocor informasi keluar, ke masyarakat, padahal belum RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim), belum diketahui palunya melalui persidangan. Ini yang kita jaga independensi hakim yang ada di sana," ujarnya.
Pada hari Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akun twitternya @dennyindranaya mengatakan: "Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu (anggota) legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja."
Dari informasi yang dia terima, Denny Indrayana menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya, 6 hakim MK menyatakan akan memutus pemilu kembali ke proporsional tertutup, sementara 3 hakim lainnya menyatakan tetap terbuka.
"Yang lebih penting lagi kita jangan hilang fokus. Kalau bahasa anak mudanya, itu jangan hilang fokus. Yang paling penting adalah soal sistem proporsional pemilu ini," kata Habiburokhman dalam Forum Legislasi bertema Mencermati Putusan MK di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Ia berharap agar pada akhirnya MK mengeluarkan putusan yang berbeda dengan dugaan kebocoran informasi yang menyebutkan bahwa sistem proporsional tertutup akan diterapkan kembali.
"Saya berharap apa yang disampaikan Pak Denny (Denny Indrayana) tidak tepat atau minimal berubah kalau memang sudah ada putusan," ujarnya.
Sistem pencalegan yang dibuat oleh partai politik sampai sejauh ini, kata dia, berorientasi pada sistem proporsional terbuka, yang memberikan kesempatan sama kepada semua kelompok untuk maju.
"Banyak partai yang merupakan gabungan berbagai kelompok masyarakat, ada petani, ada aktivis kayak saya, Pak Dasco (Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco), ada nelayan, ada organisasi perempuan, ada purnawirawan, macam-macam," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, akan merepotkan pula proses tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.
"Pasti masalah, ada orang-orang yang akan mengundurkan diri, repot lagi," imbuhnya.
Habiburokhman pun menilai klaim informasi soal putusan yang dilontarkan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana tidak memenuhi kualifikasi pasal terkait dengan pembocoran rahasia negara.
"Kasus Pak Denny Indrayana ini menurut saya tidak memenuhi kualifikasi ketentuan Pasal 112 sampai Pasal 115 (KUHP) tersebut tidak memenuhi kualifikasi karena tidak ada kaitannya. Kalau toh memang ada orang dari dalam MK menyampaikan informasi tersebut, kalau toh memang, ini sudah dibantai juga oleh Pak Denny, itu tidak termasuk pembocoran rahasia negara," katanya.
Baca juga: Denny Indrayana: Klaim informasi soal putusan MK bagian kontrol publik
Baca juga: PAN ingatkan MK agar menolak gugatan sistem pemilu tertutup
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mengatakan bahwa sejauh ini sistem proporsional terbuka jauh lebih baik ketimbang sistem proporsional tertutup untuk diterapkan di Indonesia.
"Karena banyak mata yang bisa menyaksikan, banyak orang yang bisa melihat, dan banyak orang yang bisa memprotes dan melaporkan kepada Bawaslu dan seterusnya jika terjadi tindakan-tindakan di lapangan. Akan tetapi, kalau terjadi di rongga hampa, di ruang kecil 'kan tidak ada yang bisa melihatnya. Inilah yang kami khawatirkan," kata Supriansa.
Supriansa menegaskan bahwa rakyat memiliki kedaulatan untuk menentukan para wakilnya.
"Harapannya (sistem proporsional) terbuka karena ini menjadi bagian daripada penguatan kedaulatan rakyat, rakyat yang memiliki kedaulatan untuk menentukan wakilnya yang akan duduk di DPR, yang akan duduk di legislatif, mulai dari DPRD kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat," ucapnya.
Sebaliknya, katanya lagi, dalam sistem proporsional tertutup para legislator yang akan mewakili rakyat ditentukan oleh partai politik.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa yang ditunjuk itu adalah orang yang berkualitas setelah duduk menjadi anggota DPR?" ujarnya.
Terkait dengan dugaan kebocoran informasi, Supriansa pun mengingatkan agar MK perlu memperbaiki kemandirian lembaganya, beserta independensi para hakim konstitusinya.
"Berarti perlu diperbaiki karena gampangnya bocor-bocor informasi keluar, ke masyarakat, padahal belum RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim), belum diketahui palunya melalui persidangan. Ini yang kita jaga independensi hakim yang ada di sana," ujarnya.
Pada hari Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akun twitternya @dennyindranaya mengatakan: "Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu (anggota) legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja."
Dari informasi yang dia terima, Denny Indrayana menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya, 6 hakim MK menyatakan akan memutus pemilu kembali ke proporsional tertutup, sementara 3 hakim lainnya menyatakan tetap terbuka.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023
Tags: