Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah melakukan berbagai upaya dalam pengurangan risiko bencana seperti peningkatan kapasitas bagi pengelola gedung bertingkat dan fasilitas publik berupa sosialisasi dan simulasi tanggap bencana, pendampingan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), serta penilaian keselamatan gedung terhadap ancaman kebakaran.
Heru menjelaskan, pembentukan satgas ini bertujuan agar semua gedung di DKI Jakarta memenuhi syarat keamanan saat terjadi bencana.
"Ya untuk membantu kami bisa meneliti gedung-gedung yang rawan gempa dan juga terkait penilaian kecepatan tanggap darurat terutama misalnya gempa bumi," ujar Heru.
Selain itu, Heru menyebut bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) perlu memperhatikan titik-titik kemacetan yang menjadi jalur evakuasi bencana.
Satgas terpadu ini terdiri dari gabungan yakni pemerintah pusat (Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pemerintah daerah (BPBD, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Disgulkarmat), Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DKCTRP), organisasi masyarakat (Forum Pengurangan Risiko Bencana dan Jakarta Rescue), KADIN DKI Jakarta, Asia Pasific Alliance for Disaster Management (APAD) Indonesia, dan Universitas Tarumanagara.
Satgas tersebut nantinya melakukan pemantauan terhadap keandalan gedung dan non gedung di Jakarta dalam menghadapi ancaman gempa bumi, memberikan rekomendasi terhadap hasil pemeriksaan gedung, hingga melakukan koordinasi intensif dengan lembaga terkait untuk memberikan saran dan masukan terhadap hasil pemeriksaan.
Penilaian ini nantinya akan diintegrasikan ke dalam sebuah sistem yang dinamakan SIDUGATAMI (Sistem Gedung Tangguh Bencana Gempa Bumi).
Baca juga: Kerugian kebakaran di DKI Jakarta sepanjang 2022 capai Rp130,6 miliar
Baca juga: Pembangunan gedung di DKI diminta perhatikan ketahanan gempa
Baca juga: BNPB sarankan Pemprov DKI bangun bangunan tahan gempa