OJK: Regulasi bursa karbon tunggu rapat konsultasi dengan DPR
30 Mei 2023 12:00 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5/2023). ANTARA/Indra Arief Pribadi.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan pihaknya masih menunggu penjadwalan dari Komisi XI DPR RI untuk menggelar rapat konsultasi terkait regulasi bursa karbon, turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
"Bursanya sendiri sedang kita siapkan peraturan OJK-nya dan kami sesuai amanat UU P2SK harus melakukan konsultasi dengan DPR. Kami menunggu jadwal dari Komisi XI untuk rapat konsultasi itu," kata Mahendra kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Mahendra mengaku pihaknya masih melakukan finalisasi Peraturan OJK terkait bursa karbon, yang disebutnya belum mencapai 100 persen.
Menilik dari amanat UU P2SK, Peraturan OJK terkait bursa karbon diproyeksikan harus selesai selambat-lambatnya enam bulan sejak UU P2SK diresmikan sebagai undang-undang pada 12 Januari lalu.
"Harapan kami begitu, untuk pengaturan POJK-nya," kata Mahendra saat ditanya apakah POJK bursa karbon bisa berjalan pada Juli 2023.
Di sisi lain, Mahendra menuturkan bahwa pemerintah terus berupaya membangun kepercayaan, keyakinan, serta minat dari investor terhadap bursa karbon.
"Kira siapkan ini baik secara governance, keabsahannya, tracebility-nya, dan aspek terkait untuk kredibilitas pasar maupun produk yang diperdagangkan," katanya.
Indonesia disebut memiliki potensi pasar karbon yang besar. Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia memiliki potensi besar memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.
Perdagangan karbon menjadi salah satu cara untuk mengontrol emisi karbon di suatu negara. Pemerintah Indonesia mencanangkan target dalam Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sekaligus net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.
Dalam dokumen NDC itu, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dukungan internasional pada 2030.
Baca juga: Celios: Penyelenggara bursa karbon tak harus penyelenggara bursa efek
Baca juga: Komisi XI DPR: RI berpotensi raih Rp8.000 triliun dari ekonomi karbon
Baca juga: OJK sebut bursa karbon akan beroperasi pada bulan September
"Bursanya sendiri sedang kita siapkan peraturan OJK-nya dan kami sesuai amanat UU P2SK harus melakukan konsultasi dengan DPR. Kami menunggu jadwal dari Komisi XI untuk rapat konsultasi itu," kata Mahendra kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Mahendra mengaku pihaknya masih melakukan finalisasi Peraturan OJK terkait bursa karbon, yang disebutnya belum mencapai 100 persen.
Menilik dari amanat UU P2SK, Peraturan OJK terkait bursa karbon diproyeksikan harus selesai selambat-lambatnya enam bulan sejak UU P2SK diresmikan sebagai undang-undang pada 12 Januari lalu.
"Harapan kami begitu, untuk pengaturan POJK-nya," kata Mahendra saat ditanya apakah POJK bursa karbon bisa berjalan pada Juli 2023.
Di sisi lain, Mahendra menuturkan bahwa pemerintah terus berupaya membangun kepercayaan, keyakinan, serta minat dari investor terhadap bursa karbon.
"Kira siapkan ini baik secara governance, keabsahannya, tracebility-nya, dan aspek terkait untuk kredibilitas pasar maupun produk yang diperdagangkan," katanya.
Indonesia disebut memiliki potensi pasar karbon yang besar. Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia memiliki potensi besar memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.
Perdagangan karbon menjadi salah satu cara untuk mengontrol emisi karbon di suatu negara. Pemerintah Indonesia mencanangkan target dalam Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sekaligus net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.
Dalam dokumen NDC itu, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dukungan internasional pada 2030.
Baca juga: Celios: Penyelenggara bursa karbon tak harus penyelenggara bursa efek
Baca juga: Komisi XI DPR: RI berpotensi raih Rp8.000 triliun dari ekonomi karbon
Baca juga: OJK sebut bursa karbon akan beroperasi pada bulan September
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: