Padang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menghentikan program pengalihan usaha masyarakat pemilik keramba jala apung (KJA) di Danau Maninjau karena dinilai tidak efektif mengurangi pertumbuhan KJA.

"Setelah memperhatikan program ini, ternyata kurang efektif. Maka kita putuskan untuk dihentikan," kata Kepala Dinas Kelautan Perikanan Sumbar, Reti Wafda, Senin.

Ia mengatakan program alih usaha dengan memberikan alat tangkap dan bantuan lainnya pada masyarakat di selingkar Danau Maninjau tidak berdampak signifikan.

Dari 2020 hingga 2023, program tersebut hanya mampu mengurangi sebanyak 80 KJA. Padahal diharapkan dengan program itu masyarakat pemilik keramba beralih pekerjaan sehingga jumlah keramba bisa dikurangi.

Baca juga: Kematian ikan di Danau Maninjau 15,2 ton kerugian capai ratusan juta

Baca juga: Pemkab Agam: 15 ton ikan di Danau Maninjau mati akibat angin kencang
"Kita hanya mampu mengurangi 80 KJA melalui program alih usaha, sedangkan pertumbuhannya mencapai 5 ribu dalam tiga tahun terakhir," katanya.

Ia mengatakan keputusan itu diambil setelah melaksanakan rapat bersama wali nagari di sekitar Danau Maninjau. Rapat itu juga menindaklanjuti rapat dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemko Marves).

"Dari rapat dengan Kemko Marves, Pemprov Sumbar diminta untuk mengangkat semua KJA yang ada di Danau Maninjau. Pemprov juga diberikan waktu paling lambat bulan Juli 2023. Sementara dari rapat dengan wali nagari, upaya untuk mengurangi KJA tersebut sulit untuk dilakukan. Karena ada banyak masyarakat yang bergantung pada KJA tersebut," katanya.

Masyarakat yang terdampak jika KJA diangkat tidak hanya pemilik, tapi juga penjual pakan. Penjaga KJA, termasuk tenaga pengantongan ikan.

Pertimbangan lainnya, juga terkait dengan kewenangan. Danau Maninjau adalah salah satu danau strategis nasional. Kewenangannya berada di Pemerintah Pusat.

Berdasarkan itu, maka DKP Sumbar juga tidak bisa mengambil kebijakan dalam mengambil tindakan pembersihan KJA. Meski dalam rapat dengan Kemko Marves, Kepolisian dan TNI siap untuk mendukung pembongkaran itu, tapi berat untuk direalisasikan.

"Sekarang untuk kewenangan kita juga kesulitan. Dulu memang di Provinsi, namun sekarang di Pusat," katanya.

Begitu juga dengan wali nagari. Karena kewenangan tersebut, wali nagari juga tidak sanggup untuk menertibkan KJA tersebut.

"Jadi legalitas kita, menindak juga tidak ada sekarang, sudah pasti target pengangkatan KJA dari Kemko Marves tidak bisa direalisasikan," katanya.

Begitu juga pengerukan, karena tidak tercapai target mengurangi sampai sisa 6.000 KJA. Maka program pengerukan dari Kementerian PU juga tidak dapat direalisasikan.

Diungkapkannya, pertumbuhan KJA di Danau Maninjau bukan berkurang, tapi tambah parah. Dari sebanyak 17 ribu pada 2020, pada 2023 naik menjadi 23 ribu, atau bertambah sekitar 5 ribu KJA dalam tiga tahun.

Sementara program alih usaha dengan memberikan alat tangkap dan bantuan lainnya pada masyarakat tidak berdampak signifikan. Dari 2020 hingga sekarang program tersebut hanya mampu mengurangi sebanyak 80 KJA.

"Kita hanya mampu mengurangi 80 KJA melalui program alih usaha, sedangkan pertumbuhannya mencapai 5 ribu. Makanya kita putuskan untuk dihentikan saja," katanya.

Karena itu saat ini Pemprov Sumbar bersama wali nagari di sekitar Danau Maninjau hanya bisa melakukan pendataan dan penataan terhadap KJA tersebut. *

Baca juga: Ikan rinuak jadi langka di Danau Maninjau Agam akibat air tercemar

Baca juga: Benih ikan yang mati di Danau Maninjau sebanyak lima ton