Palembang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Selatan menginventarisasi kekayaan intelektual komunal di 17 kabupaten dan kota dalam provinsi setempat.

"Provinsi dengan Ibu kota Palembang yang dikenal sebutan Bumi Sriwijaya itu menyimpan banyak potensi Kekayaan Intelektual Komunal sehingga perlu didata atau inventarisasi dan didorong didaftarkan ke Ditjen Kekayaan Intelektual," kata Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Ilham Djaya di Palembang, Ahad.

Melihat potensi tersebut, dia berharap selain menginventarisasi, pemkab dan pemkot terus melakukan pendaftaran KIK ke Ditjen Kekayaan Intelektual, karena hingga kini masih banyak ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional dan indikasi geografis dari daerah di Sumsel ini yang belum didaftarkan.

Dia menjelaskan bahwa Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) adalah kekayaan intelektual yang berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisional (PT), Sumber Daya Genetik (SDG) dan potensi Indikasi Geografis (IG)

Kekayaan intelektual komunal itu dapat mendorong perekonomian negara, sehingga perlindungan dan pemanfaatan terhadap kekayaan intelektual komunal harus terus ditegakkan.

“Perlindungan hukum terhadap keragaman budaya sangat dibutuhkan karena perlindungan tersebut dianggap sebagai tindakan yang diambil untuk menjamin kelangsungan hidup warisan budaya dan kreativitas komunal,” ujar Kakanwil Ilham.

Untuk mendorong pemkab/pemkot mendaftarkan potensi KIK di daerahnya, Kanwil Kemenkumham Sumsel bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menggelar kegiatan sosialisasi mengenai Kekayaan Intelektual Komunal.

Kegiatan tersebut digelar di salah satu hotel berbintang di Palembang, Jumat (26/5)
dengan narasumber dari Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual Hastuti Sri Kandini.

Hastuti menjelaskan secara umum KIK merupakan kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat kelompok, berbeda dengan jenis kekayaan intelektual lainnya yang kepemilikannya bersifat eksklusif dan individual.

Kekayaan intelektual komunal merupakan warisan budaya tradisional yang perlu dilestarikan, hal ini mengingat budaya tersebut merupakan identitas suatu kelompok atau masyarakat.

Untuk memberikan perlindungan KIK pada tahap pertama adalah dengan menerapkan pendekatan yang bersifat defensif.

Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah pemberian KI modern/konvensional yang tidak memiliki unsur kebaruan karena memanfaatkan Pengetahuan Tradisional (PT), dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT),.

Namun demikian, mekanisme pelindungan dimaksud tidak dapat digunakan untuk memberikan hak menuntut royalti atau pembagian keuntungan (benefit sharing).

Pendekatan yang bersifat defensif itu sendiri dilakukan melalui penyusunan basis data (database) yang menunjukkan bahwa sebuah PT atau EBT (dan SDG yang berkaitan) adalah milik masyarakat adat di Indonesia, ujar Hastuti.
Baca juga: Kemenkumham Sumsel pastikan calon haji dapat layanan imigrasi terbaik
Baca juga: Produksi tempe warga binaan lapas Musirawas Sumsel diminati konsumen
Baca juga: Kemenkumham Sumsel terima arahan Sekjen persiapan sambut KTT ASEAN