Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster menyebut sudah ada 129 orang wisatawan mancanegara yang dideportasi sejak Januari hingga Mei 2023 akibat melakukan tindakan melanggar peraturan perundang-undangan dan kepariwisataan Bali.

“Terkait dengan berbagai pelanggaran yang terjadi, sudah dilakukan proses penindakan, ada yang dideportasi sampai sekarang mencapai 129 orang sejak Januari lalu, ini cukup banyak dan artinya kita sangat responsif,” kata dia di Denpasar, Minggu.

Selain deportasi, orang nomor satu di Pemprov Bali itu menyebut ada tindakan lain yang dilakukan terhadap wisman yang melanggar peraturan dan menyimpang dari izin visa, yaitu upaya hukum berupa pidana.

“Ada proses hukum pidana yang dilaksanakan sebanyak 15 orang, ini banyak juga dan 1.100 orang diproses karena pelanggaran lalu lintas,” sebutnya.

Menurut Wayan Koster, tindakan nakal wisatawan mancanegara yang muncul belakangan tak lepas dari konsekuensi kebijakan percepatan pemulihan pariwisata pasca-pandemi COVID-19, di mana banyak kelonggaran yang didapat wisatawan.

Kelonggaran tersebut berupa penerapan Visa on Arrival kepada lebih dari 80 negara dan pembebasan visa, meski banyak mengandung sisi baik, namun ada pula kelemahannya sehingga penting untuk dievaluasi agar tidak membuat pariwisata Bali terkesan murah.

“Berikutnya kami akan memberlakukan kebijakan menyeluruh tentang tata kelola kepariwisataan Bali dalam beberapa minggu yang akan datang supaya tidak terjadi penanganan kasus per kasus, tapi memberlakukan kebijakan secara menyeluruh,” kata dia.

Selain itu, penting juga bagi Pemprov Bali untuk mempertimbangkan psikologis masyarakat Bali yang sedang melakukan pemulihan pariwisata agar tidak sampai kontra produktif.

Adapun pelanggaran yang dilakukan wisatawan mancanegara beragam, seperti tidak memakai busana yang sopan dan pantas pada saat berkunjung ke tempat suci, daya tarik wisata, tempat umum, dan selama melakukan aktivitas di Bali, kemudian berkelakuan tidak sopan di tempat suci, kawasan wisata, restoran, tempat
perbelanjaan, jalan raya, dan tempat umum, hingga bekerja atau melakukan kegiatan bisnis tanpa memiliki dokumen resmi yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Bahkan, saat ini dikabarkan ada indikasi penggunaan mata uang kripto sebagai alat transaksi pembayaran di hotel, restoran, destinasi wisata, dan pusat perbelanjaan.

Atas tindakan-tindakan ini Koster menegaskan bahwa Pemprov Bali, Polda Bali, dan Kanwil Kemenkum HAM Bali akan bertindak sesuai peraturan seperti sanksi administrasi, penutupan tempat usaha, deportasi, dan dikenakan hukum pidana.

Terkait indikasi wisatawan mancanegara menggunakan kripto sebagai alat transaksi, Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra menyampaikan pihaknya saat ini sedang melakukan penyelidikan terhadap isu terbaru itu.

“Berkaitan dengan kripto kita sudah lidik tempat-tempat yang kita curigai, ada beberapa tempat kita sudah telusuri, memang lidik ini harus tertutup tidak bisa kita terbuka,” kata dia.

Selain kepada wisatawan mancanegara, menurut Jayan Danu penting juga agar masyarakat dan pengusaha pariwisata tidak memberi peluang untuk wisman melanggar.

“Jangan membuka peluang, karena kelihatannya ini membuka peluang juga, dalam arti dia cantumkan di website bahwa menerima pembayaran melalui kripto, atau ditempat usahanya tersebut memasang semacam barcode untuk mempermudah melakukan transaksi melalui kripto,” tutur Kapolda Bali kepada media.

Baca juga: Imigrasi awasi seorang turis AS buat keributan di Bali

Baca juga: Kemenkumham Bali sebut WNA Jerman bugil alami depresi akut