Prof Nizam saat menghadiri sarasehan alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia, di Grand Ballroom Menara Bank Negara Indonesia (BNI), Pejompongan, Jakarta Pusat, Jumat, menilai kesadaran membayar pajak di Indonesia masih rendah.
"Di Indonesia kita tahu sendiri, kesadaran membayar pajak masih rendah, sedangkan kalau mau kualitas pendidikan seperti di Finlandia atau negara-negara Skandinavia, pajaknya 65 persen, bahkan buat yang kaya 75 persen, dan semua warga mau bayar pajak, kalau itu sudah terjadi, maka layanan sosial itu bisa menjadi tugas negara sepenuhnya," kata Nizam pada panel diskusi bersama alumni PPI Dunia itu pula.
Nizam mengatakan, Indonesia belum bisa memberikan akses yang universal sampai pendidikan tinggi, hanya mampu sampai pemenuhan pendidikan dasar.
"Negara maju sudah mampu membiayai masyarakatnya sampai ke pendidikan tinggi, karena mereka sadar bahwa kemanfaatan yang diperoleh dari seorang insinyur pasti lebih tinggi dari lulusan SMA atau diploma, itu artinya pemanfaatan kemampuan atau skill individu (private goods) sudah tinggi," katanya lagi.
Sedangkan Indonesia masih ada pada level memenuhi kebutuhan dasar pendidikan atau universal goods, karena itu merupakan fondasi utama sebuah negara.
"Kalau warganya tidak bisa baca tulis maka negaranya akan collapse, untuk itu hak pendidikan dasar harus terpenuhi. Namun, di Indonesia ini kesadaran publik untuk berinvestasi di pendidikan masih rendah," ujar dia pula.
Ia menerangkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia masih membayar pajak 12-13 persen, dari rata-rata yang seharusnya 15 persen, untuk itu perlu kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak demi investasi di bidang pendidikan.
"Anggaran pendidikan tinggi kita baru cukup untuk membiayai satu perguruan tinggi di Singapura, sedangkan di Amerika misalnya, anggaran di satu perguruan tinggi sudah bisa membiayai seluruh perguruan tinggi yang ada," kata dia lagi.
Dia juga mengatakan bahwa profil angkatan kerja di Indonesia masih tidak seimbang atau jomplang.
"Jumlah angkatan kerja, dari 146 juta jiwa, yang profilnya dari pendidikan tinggi itu hanya 11 persen, dan 89 persen sisanya adalah lulusan SD-SMA, untuk itu penting juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita, jangan sampai banyak sarjana tetapi jadi pengangguran," ujarnya lagi.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, Kemendikbudristek juga telah memberikan bantuan untuk keluarga tidak mampu agar bisa mengakses perguruan tinggi.
"Data per hari ini, kita ada satu juta mahasiswa, dan lebih dari 10 persennya sudah menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah," katanya.
Baca juga: Kebiasaan taat pajak turut jaga keberlangsungan usaha
Baca juga: Ketua DPRD Lampung ingatkan pemprov harus taat bayar pajak