Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menjelaskan strategi dalam membangun ekonomi inklusif dari sisi perbankan.

"Dari sisi perbankan, bagaimana kami melihat supaya kami bisa berperan dalam agenda pemerataan ekonomi atau ekonomi inklusif ini, pertama dari sisi produk perbankan, kedua dari sisi jaringan perbankan," kata Head of Investor Relation BNI Yohan Setio saat diskusi bertema "Membangun Ekonomi Inklusif, Inovatif, dan Berkualitas di Pasar Domestik dan Internasional" pada acara sarasehan alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), di Jakarta, Jumat.

Dari sisi produk perbankan, ia mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki akses terhadap perbankan itu belum terlalu banyak.

"Menariknya, lebih banyak orang di Indonesia yang memiliki akses terhadap sim card daripada akses terhadap produk perbankan. Ini hal yang sangat disayangkan karena tanpa produk perbankan, maka kesejahteraan dari orang itu akan sulit untuk berkembang. Misalkan orang ada ide bisnis tetapi tidak bisa dapat capital. Sangat disayangkan lebih banyak orang punya sim card daripada mempunyai rekening bank. Itu salah satu fakta yang terjadi saat ini," ujar Yohan.

Oleh karena itu, kata dia, BNI kemudian berusaha melakukan proses inovasi produk dengan memperluas jaringan. "Misalkan kalau kita bicara bank, zaman dulu mungkin kita tahunya kalau mau rekening bank mesti jalan ke kantor cabang bawa KTP segala macam lalu dibukakan rekeningnya," ujarnya pula.

Saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia, ia mengatakan BNI melakukan inovasi dengan memperkenalkan fitur digital account opening.

"Kita tahu sebagian besar penduduk Indonesia sudah punya sim card, sudah punya smartphone, mereka tinggal download aplikasi mobile banking lalu mereka registrasi tinggal foto KTP tidak sampai 10 menit sudah punya rekening perbankan. Jauh lebih simpel, jauh lebih cepat, tidak harus datang ke kantor cabang lagi. Itu salah satu peran yang kami lakukan dalam sisi ekonomi inklusif memperluas cakupan jasa perbankan," ujar Yohan.

Namun, kata dia lagi, BNI juga melakukan inovasi lainnya jika ada calo nasabah yang sudah mempunyai smartphone tetapi tidak mahir dalam memakai fitur-fiturnya.

"Cuma bisa telepon dan WhatsApp, tetapi tidak tahu cara download aplikasi baru dan segala macamnya. Pasti ada segmen masyarakat yang seperti itu. Maka kami perkenalkan sekarang namanya adalah agent banking, agent banking ini konsep yang sangat unik," katanya.

"Jadi, kalau perbankan kami harus membuka cabang di seluruh pelosok negeri ini, habis profit kami untuk buka dan mengoperasikan cabang dan menggaji pegawai," kata Yohan.

Adapun, ujar Yohan, inovasi yang BNI lakukan melalui kerja sama dengan warung-warung yang ada di pelosok negeri untuk menjadi agen dari perbankan.

"Jadi, kalau orang mau buka rekening bisa lewat agen di salah satu warung. Warungnya itu menghubungkan dengan perbankan kalau mau tarik uang, mau transfer uang, mau beli pulsa listrik bisa lewat agent banking itu merupakan salah satu terobosan baru yang mungkin hanya ada di segelintir negara, Indonesia salah satunya," kata Yohan.

Ia mengklaim saat ini BNI mempunyai sekitar 180.000 agen di di Indonesia. "Itu banyak karena kalau kami lihat jumlah cabang-cabang cuma 1.800 ini BNI saja yang 1.800 tetapi agen kami, 180.000 agen di seluruh Indonesia. Ini hal yang kami lakukan untuk meningkatkan penetrasi perbankan," kata dia pula.

Lebih lanjut, Yohan menilai bahwa pada dasarnya ekonomi inklusif itu merupakan pertumbuhan ekonomi yang menitikberatkan pada pemerataan dan, kesejahteraan.

"Sebagaimana inklusif jadi semuanya tercakup di sana, tidak hanya segelintir pihak saja. Ini merupakan konsep yang sangat bagus karena ini memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan langgeng akan sustainable kalau pertumbuhan ekonomi itu hanya terfokus di segelintir kalangan akibatnya akan terjadi ketimpangan sosial yang itu nanti bisa jadi bom waktu krisis politik dan segala macam," ujarnya lagi.
Baca juga: Kolaborasi Pemberdayaan Ekonomi Inklusif, KADIN hadirkan Warung Pancasila
Baca juga: Pemerintah sebut keuangan inklusif jadi kunci ekonomi berkualitas