Film "Pesantren" kupas sisi lain kehidupan santri di pesantren
25 Mei 2023 20:58 WIB
(Dari kiri-kanan) Pemeran utama film "Pesantren" (tiga paling kiri), Kepala Konten Bioskop Online Ivan Pratama, Ustaz Dennis Lim, Dosen Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy KH. Husein Muhammad, Sutradara film Shalahudin Siregar, dan Kepala Pendidikan Peaantrem Pondok Kebon Jambu Al-Islamy Hj. Masriyah Amva pada Kamis (25/5/2023). (ANTARA/Vinny Shoffa Salma)
Jakarta (ANTARA) - Film “Pesantren” garapan sutradara Shalahudin Siregar hadir untuk menampilkan sisi lain kehidupan santri di pesantren yang jarang diketahui orang banyak.
Baca juga: Lebih dekat dengan karakter Bara di "Panduan Mempersiapkan Perpisahan"
Film yang akan ditayangkan secara daring melalui layanan berbayar Bioskop Online mulai hari ini tersebut menceritakan tentang keseharian para santri di Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Shalahudin pun mengatakan ide film “Pesantren” dimulai ketika ia melihat sebuah pesantren di Yogyakarta dan berpikir bahwa kehidupan di pesantren mungkin saja berbeda dari apa yang orang banyak pikirkan.
“Saya selalu terganggu dengan stigma. Kita tidak terlalu tahu kehidupan di pesantren seperti apa,” kata Shalahudin saat penayangan perdana film “Pesantren” di Jakarta, Kamis.
Ia juga mengatakan butuh waktu 3 tahun sejak tahun 2015 hingga film ini selesai. Ada beberapa isu yang disorot Shalahudin dalam film ini, yakni isu patriarki hingga pembahasan mengenai Islam dan cakupannya dalam teknologi. Meski terkesan berat, ia berhasil membuat film ini dapat dinikmati dengan ringan dan menghibur.
Film “Pesantren” merupakan dokumenter tentang kehidupan para santri dan guru di Pondok Kebon Al-Islamy, yakni salah satu pesantren tradisional terbesar di Cirebon. Uniknya, pesantren ini dipimpin oleh seorang ulama perempuan bernama Hj. Masriyah Amva dan memperkuat fakta bahwa perempuan pun dapat menjadi pemimpin.
Selain menyorot keseharian para santri, film “Pesantren” turut menampilkan kegiatan besar yang diadakan pesantren setiap tahunnya. Film ini juga memperlihatkan bagaimana para santri mengatasi permasalahannya dengan ceria dan tidak mengeluh. Unsur kekeluargaan pun tidak luput dari film ini.
Hj. Masriyah atau biasa dipanggil dengan Bu Nyai tersebut mengapresiasi film “Pesantren” ini. Selain merasa senang karena pesantren miliknya menjadi lokasi pilihan untuk pembuatan film, pesan kesetaraan gender dapat memberikan pandangan baru terhadap masyarakat. Baginya, kesetaraan gender bukanlah hal yang merusak agama, melainkan menguatkan agama.
“Semoga dengan film ini, kami dan pesantren dapat memberi makna,” kata Bu Nyai.
Sejak penayangan terbatasnya pada kurun 2019 - 2022 silam, film “Pesantren” berhasil mencuri perhatian masyarakat karena alur ceritanya yang menarik. Bahkan, film “Pesantren” berhasil menjadi peserta kompetisi “XXI Asiatica Film Festival 2020” serta berhasil tayang di “International Documentary Film Festival Amsterdam 2019” dan “The University of British Columbia 2022.”
Kepala konten Bioskop Online Ivan Pratama mengatakan film ini dipilih untuk ditayangkan secara premier di Bioskop Online karena kualitasnya yang baik. Ia berharap film “Pesantren” dapat memberikan pandangan tentang sisi lain dari agama, khususnya agama Islam yang ditampilkan dalam film.
“Film ini menggambarkan keunikan dari sebuah agama dan disajikan dengan cara yang menghibur,” kata Ivan.
Baca juga: Film "Pesantren" tayang di Bioskop Online mulai 24 Mei
Baca juga: Lutesha & Daffa Wardhana maknai perpisahan sebagai momen mengenal diri
Baca juga: Film "Dalam Berpisah Kita Bersama" banyak ditonton di Bioskop Online
Baca juga: Lebih dekat dengan karakter Bara di "Panduan Mempersiapkan Perpisahan"
Film yang akan ditayangkan secara daring melalui layanan berbayar Bioskop Online mulai hari ini tersebut menceritakan tentang keseharian para santri di Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Shalahudin pun mengatakan ide film “Pesantren” dimulai ketika ia melihat sebuah pesantren di Yogyakarta dan berpikir bahwa kehidupan di pesantren mungkin saja berbeda dari apa yang orang banyak pikirkan.
“Saya selalu terganggu dengan stigma. Kita tidak terlalu tahu kehidupan di pesantren seperti apa,” kata Shalahudin saat penayangan perdana film “Pesantren” di Jakarta, Kamis.
Ia juga mengatakan butuh waktu 3 tahun sejak tahun 2015 hingga film ini selesai. Ada beberapa isu yang disorot Shalahudin dalam film ini, yakni isu patriarki hingga pembahasan mengenai Islam dan cakupannya dalam teknologi. Meski terkesan berat, ia berhasil membuat film ini dapat dinikmati dengan ringan dan menghibur.
Film “Pesantren” merupakan dokumenter tentang kehidupan para santri dan guru di Pondok Kebon Al-Islamy, yakni salah satu pesantren tradisional terbesar di Cirebon. Uniknya, pesantren ini dipimpin oleh seorang ulama perempuan bernama Hj. Masriyah Amva dan memperkuat fakta bahwa perempuan pun dapat menjadi pemimpin.
Selain menyorot keseharian para santri, film “Pesantren” turut menampilkan kegiatan besar yang diadakan pesantren setiap tahunnya. Film ini juga memperlihatkan bagaimana para santri mengatasi permasalahannya dengan ceria dan tidak mengeluh. Unsur kekeluargaan pun tidak luput dari film ini.
Hj. Masriyah atau biasa dipanggil dengan Bu Nyai tersebut mengapresiasi film “Pesantren” ini. Selain merasa senang karena pesantren miliknya menjadi lokasi pilihan untuk pembuatan film, pesan kesetaraan gender dapat memberikan pandangan baru terhadap masyarakat. Baginya, kesetaraan gender bukanlah hal yang merusak agama, melainkan menguatkan agama.
“Semoga dengan film ini, kami dan pesantren dapat memberi makna,” kata Bu Nyai.
Sejak penayangan terbatasnya pada kurun 2019 - 2022 silam, film “Pesantren” berhasil mencuri perhatian masyarakat karena alur ceritanya yang menarik. Bahkan, film “Pesantren” berhasil menjadi peserta kompetisi “XXI Asiatica Film Festival 2020” serta berhasil tayang di “International Documentary Film Festival Amsterdam 2019” dan “The University of British Columbia 2022.”
Kepala konten Bioskop Online Ivan Pratama mengatakan film ini dipilih untuk ditayangkan secara premier di Bioskop Online karena kualitasnya yang baik. Ia berharap film “Pesantren” dapat memberikan pandangan tentang sisi lain dari agama, khususnya agama Islam yang ditampilkan dalam film.
“Film ini menggambarkan keunikan dari sebuah agama dan disajikan dengan cara yang menghibur,” kata Ivan.
Baca juga: Film "Pesantren" tayang di Bioskop Online mulai 24 Mei
Baca juga: Lutesha & Daffa Wardhana maknai perpisahan sebagai momen mengenal diri
Baca juga: Film "Dalam Berpisah Kita Bersama" banyak ditonton di Bioskop Online
Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023
Tags: