Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik keterlibatan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso dalam kasus korupsi pekerjaan pengadaan laboratorium komputer dan Al Quran di Kementerian Agama tahun ajaran 2011 dan 2012.

"Salah satu keterangan yang diterima KPK dari saksi adalah seorang bernama Priyo. Tentu informasi ini harus divalidasi apakah bernilai benar atau tidak, jika benar maka KPK akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa.

Pada surat dakwaan kasus dengan terdakwa anggota Komisi VIII DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetia disebutkan bahwa Zulkarnaen mengintervensi pekerjaan pengadaan laboratorium komputer dan Al Quran di Kementerian Agama tahun ajaran 2011 dan 2012 dengan memerintahkan Dendy dan Fadh El Fouz untuk menjadi perantara (broker) dan Dendy juga mengatur pembagian uang (fee) yang akan diperoleh dari pelaksana pekerjaan pengadaan.

Dari catatan tulisan tangan Fadh el Fouz pada lembaran kertas tertulis pembagian "fee" tersebut.

"Fee dari pekerjaan pengadaan penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 dengan nilai sekitar Rp22 miliar yaitu Zulkarnaen Djabar sebesar 6,5 persen, Vasko/Syamsu sebesar 3 persen, Priyo Budi Santoso sebesar 3,5 persen, Fadh sebesar 5 persen, Dendy mendapat 4 persen dan kantor 1 persen," ungkap jaksa Dzakiyul Fikri.

Sedangkan pembagian fee dari pekerjaan pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dengan nilai sekitar Rp31,2 miliar diberikan kepada Senayan atau Zulkarnaen Djabar sebesar 6 persen, Vasko/Syamsu 2 persen, kantor 0,5 persen, Priyo Budi Santoso sebesar 1 persen, Fadh sebesar 3,25 persen dan Dendy sebesar 2,25 persen.

Dengan demikian Priyo diduga mendapat uang sejumlah Rp1,08 miliar.

"Validasi dapat dilakukan dengan meminta keterangan dari yang bersangkutan maupun saksi-saksi lain," ungkap Johan.

Namun Johan membuka kemungkinan untuk menghadirkan Priyo dalam persidangan.

"Untuk menghadirkan seseorang di persidangan bila ada permintaan, tergantung hakimnya," tambah Johan.

Zulkarnaen dan Dendy dalam perkara tersebut didakwa dengan pasal berlapis yaitu dakwaan primer yang diatur dalam pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP dengan ancaman pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Dakwaan subsider berasal dari pasal 5 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.

Sementara dakwaan lebih subsidair berasal dari pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
(D017)