Jakarta (ANTARA) - PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) menggencarkan penjualan hak penamaan halte bus (naming rights) untuk menambah pendapatan di luar penjualan tiket (non-farebox).

"Kami membuka kesempatan bagi pengusaha khususnya pengusaha retail untuk bisa bekerjasama dengan TransJakarta," kata Direktur Pelayanan dan Pengembangan TransJakarta, Lies Permana Lestari saat ditemui di Jakarta, Kamis.

Lies menuturkan terbukanya kesempatan kerja sama ini seiring dengan rampungnya revitalisasi halte yang diharapkan bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh mitra untuk memperkenalkan produk (branding).

Terlebih, menurut Lies, penumpang TransJakarta mencapai 900 ribu per hari yang dipastikan mampu memberikan peningkatan (exposure) terhadap perusahaan yang menjadi mitra bisnis.

Adapun naming rights memiliki sejumlah potensi seperti mampu memperkuat reputasi perusahaan kelas dunia dengan pengaruh global, mendorong inovasi dan visibilitas perusahaan, sekaligus memberikan dukungan kepada layanan transportasi publik.

"Ada dua penempatan naming rights di halte yakni peletakan logo pada sisi kiri dan kanan halte, kedua lewat voice over (pengisi suara) saat bus TransJakarta melaju dari halte ke halte," terangnya.

Selain meletakkan naming rights, TransJakarta juga menyediakan area ritel di halte bagi para pelaku usaha yang ingin membuka gerai penjualan makanan dan minuman.

"Kita memanfaatkan area untuk bidang ritel misalnya penambahan fasilitas seperti tenant agar penumpang bisa membeli makanan dan minuman, asal tidak mengonsumsinya di dalam bus," sambungnya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Idjuansjah optimis dengan hadirnya fasilitas penyewaan (tenant) di dalam halte TransJakarta bisa menghidupkan kembali sektor ritel secara luring (offline).

"Dengan adanya kepastian waktu bus lewat setiap lima hingga sepuluh menit para penumpang bisa lebih nyaman berbelanja karena bisa memperkirakan estimasi waktu," ujar Budi.

Budi berharap DKI Jakarta mampu menjadi kota global dalam lima tahun ke depan sehingga bisa mengangkat merek lokal ke seluruh dunia.

"Jakarta bisa terinspirasi dari Hong Kong yang bagus dalam pengelolaan fasilitas transportasi seperti kereta api, bus, dan taksi," tutupnya.

Sebelumnya, Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT TransJakarta, Lies Permana Lestari mengatakan, pihaknya sedang menggodok tiga program agar bisa memiliki penghasilan dari "non-farebox".

Dia optimistis pada tahun pertama ini dapat meraup hingga Rp600 miliar dari program tersebut.

Tiga program itu mencakup branding di halte maupun di bus dengan bentuk statis ataupun digital. Lalu melakukan penamaan halte (naming rights) seperti yang telah dilakukan PT MRT Jakarta serta menyewakan papan digital (digital signage) kepada pihak luar untuk beriklan.

"Paling terbesar dari branding bus dan halte, bisa sampai 60 persen dari pendapatan non-farebox kami. Untuk aset yang ada, kami juga punya digital signage 225 titik, kita akan coba sosialisasikan kepada klien agar bisa beriklan," tuturnya.
Baca juga: Elektrifikasi armada TransJakarta dinilai perlu segera diterapkan
Baca juga: Ini alasan TransJakarta revitalisasi sejumlah halte
Baca juga: Pemprov diminta evaluasi TransJakarta setelah kasus pelecehan seksual