Laporan dari Kuala Lumpur
10 WNI diselamatkan Imigrasi Malaysia dari sindikat eksploitasi PRT
24 Mei 2023 19:02 WIB
Arsip - Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono (tengah) menjenguk pekerja rumah tangga asal Banyuwangi yang disiksa oleh majikannya dan tidak digaji selama enam bulan, di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (30/4/2023). ANTARA/HO-KBRI Kuala Lumpur/aa. (Handout KBRI Kuala Lumpur)
Kuala Lumpur (ANTARA) - Departemen Imigrasi Malaysia menyelamatkan sepuluh warga negara Indonesia (WNI) dari sindikat eksploitasi Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan tenaga kebersihan dalam operasi khusus di dua lokasi di sekitar Temerloh, Pahang, Malaysia, pada Selasa (16/5) lalu.
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia Ruslin Jusoh dalam pernyataan medianya diakses di Kuala Lumpur, Rabu, mengatakan dalam operasi khusus malam hari itu mereka berhasil menyelamatkan sepuluh orang perempuan WNI berumur antara 23 hingga 50 tahun dengan izin lawatan sosial yang sudah habis, yang diduga menjadi korban eksploitasi sindikat PRT dan tenaga kebersihan.
Imigrasi Malaysia menahan seorang perempuan WNI berusia sekitar 30 tahun dengan izin lawatan sosial yang juga sudah habis, yang diduga menjadi penjaga WNI korban eksploitasi PRT tersebut.
Sedangkan pada operasi di lokasi agen pekerja lainnya, ia mengatakan berhasil menahan seorang perempuan berusia 40 tahun yang merupakan pemilik perusahaan agen tenaga kerja yang membawa masuk semua warga asing tersebut, dan diduga yang mengurus sindikat tersebut.
Modus operandi sindikat itu ialah menggunakan perempuan warga negara asing untuk bekerja sebagai PRT dan tenaga kebersihan di rumah yang telah ditentukan oleh sindikat. Pemilik rumah yang berminat untuk mendapatkan pelayanan tersebut akan menghubungi agen tenaga kerja dan akan mengatur tanggal juga waktu bekerja, termasuk mengantar serta mengambil mereka setelah selesai bekerja.
Berdasarkan hasil interogasi dari semua korban, mereka tidak pernah mendapat gaji secara langsung dari sindikat tersebut. Selain itu, menurut dia, kebebasan mereka dibatasi seperti libur kerja dan juga penggunaan telepon genggam untuk menghubungi keluarga di negara asal.
Biaya untuk mendapatkan layanan dari sindikat tersebut yaitu 150 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp487 ribu hingga RM250 atau sekitar Rp811 ribu untuk satu hari.
Ia mengatakan sindikat itu sudah beroperasi selama dua tahun dan diduga meraup keuntungan RM900.000 atau sekitar Rp2.92 miliar setahun dari hasil bayaran mendapatkan PRT dan tenaga kebersihan.
Seluruh WNI yang diselamatkan itu ditempatkan di Depot Imigrasi Putrajaya untuk tindakan penyelidikan lebih lanjut karena diduga melakukan kesalahan di bawah Undang-undang Imigrasi 1959/63 dan Peraturan-Peraturan Imigrasi 1963.
Sedangkan perempuan pemilik agen tenaga kerja yang ditahan telah dibebaskan dengan jaminan polisi setelah selesai penyelidikan.
Ruslin mengatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan operasi penegakan hukum dan mengambil tindakan tegas terhadap pihak yang ditemukan melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Imigrasi 1959/63, Undang-Undang Paspor 1966, Peraturan Imigrasi 1963 dan Anti-Trafficking in Persons and Migrant Smuggling Act (ATIPSOM) 2007.
Baca juga: PRT Indonesia di Malaysia disiksa enam bulan, tak digaji
Baca juga: Anggota DPR sesalkan kekerasan terhadap PRT Indonesia kembali terjadi
Baca juga: Polisi Malaysia tangkap dua orang penyiksa PRT WNI
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia Ruslin Jusoh dalam pernyataan medianya diakses di Kuala Lumpur, Rabu, mengatakan dalam operasi khusus malam hari itu mereka berhasil menyelamatkan sepuluh orang perempuan WNI berumur antara 23 hingga 50 tahun dengan izin lawatan sosial yang sudah habis, yang diduga menjadi korban eksploitasi sindikat PRT dan tenaga kebersihan.
Imigrasi Malaysia menahan seorang perempuan WNI berusia sekitar 30 tahun dengan izin lawatan sosial yang juga sudah habis, yang diduga menjadi penjaga WNI korban eksploitasi PRT tersebut.
Sedangkan pada operasi di lokasi agen pekerja lainnya, ia mengatakan berhasil menahan seorang perempuan berusia 40 tahun yang merupakan pemilik perusahaan agen tenaga kerja yang membawa masuk semua warga asing tersebut, dan diduga yang mengurus sindikat tersebut.
Modus operandi sindikat itu ialah menggunakan perempuan warga negara asing untuk bekerja sebagai PRT dan tenaga kebersihan di rumah yang telah ditentukan oleh sindikat. Pemilik rumah yang berminat untuk mendapatkan pelayanan tersebut akan menghubungi agen tenaga kerja dan akan mengatur tanggal juga waktu bekerja, termasuk mengantar serta mengambil mereka setelah selesai bekerja.
Berdasarkan hasil interogasi dari semua korban, mereka tidak pernah mendapat gaji secara langsung dari sindikat tersebut. Selain itu, menurut dia, kebebasan mereka dibatasi seperti libur kerja dan juga penggunaan telepon genggam untuk menghubungi keluarga di negara asal.
Biaya untuk mendapatkan layanan dari sindikat tersebut yaitu 150 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp487 ribu hingga RM250 atau sekitar Rp811 ribu untuk satu hari.
Ia mengatakan sindikat itu sudah beroperasi selama dua tahun dan diduga meraup keuntungan RM900.000 atau sekitar Rp2.92 miliar setahun dari hasil bayaran mendapatkan PRT dan tenaga kebersihan.
Seluruh WNI yang diselamatkan itu ditempatkan di Depot Imigrasi Putrajaya untuk tindakan penyelidikan lebih lanjut karena diduga melakukan kesalahan di bawah Undang-undang Imigrasi 1959/63 dan Peraturan-Peraturan Imigrasi 1963.
Sedangkan perempuan pemilik agen tenaga kerja yang ditahan telah dibebaskan dengan jaminan polisi setelah selesai penyelidikan.
Ruslin mengatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan operasi penegakan hukum dan mengambil tindakan tegas terhadap pihak yang ditemukan melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Imigrasi 1959/63, Undang-Undang Paspor 1966, Peraturan Imigrasi 1963 dan Anti-Trafficking in Persons and Migrant Smuggling Act (ATIPSOM) 2007.
Baca juga: PRT Indonesia di Malaysia disiksa enam bulan, tak digaji
Baca juga: Anggota DPR sesalkan kekerasan terhadap PRT Indonesia kembali terjadi
Baca juga: Polisi Malaysia tangkap dua orang penyiksa PRT WNI
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023
Tags: