Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerahkan analisis yang menunjukkan kejanggalan putusan pengadilan dalam perkara korupsi Angelina Sondakh (Angie) ke Komisi Yudisial, Senin.

Saat melakukan audiensi dengan Komisi Yudisial di Jakarta, peneliti hukum ICW Febri Diansyah mengatakan kejanggalan terlihat dari keputusan hakim yang lebih memilih membuktikan Pasal 11 Undang Undang tentang Tindak Pidana Korupsi yang ancaman hukumannya hanya lima tahun penjara.

Padahal, menurut ICW, fakta persidangan bisa membuktikan pelanggaran Pasal 12 a Undang Undang Tindak Pidana Korupsi yang ancaman hukumannya 20 tahun penjara.

"Ada sejumlah fakta persidangan yang membuktikan Angie punya peran aktif dengan berkomunikasi dengan Nazaruddin dan Mindo Rosalina," kata Febri.

Majelis hakim, lanjut dia, juga tidak membuktikan pelanggaran Pasal 63 ayat 1 KUHAP dengan ancaman hukuman paling berat bagi pejabat negara yang terbukti menerima suap.

"Hakim juga tidak memerintahkan perampasan barang dan uang pengganti dalam kasus Angie. Seharusnya jenis tindak pidana korupsi harus dirampas asetnya," kata Febri.

ICW mendesak Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung segera mengkaji putusan pengadilan dalam perkara Angie. "Apabila ada dugaan pelanggaran kode etik, kita minta KY memproses," katanya.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, mengatakan Komisi Yudisial akan membicarakan masalah itu dengan Mahkamah Agung.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan Angie bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman penjara selama 4,5 tahun dan mengenakan denda Rp250 juta.

(J008)