AAJI: Pendapatan industri asuransi jiwa capai Rp54,36 triliun
24 Mei 2023 17:41 WIB
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon (tengah) bersama Ketua Bidang Hubungan Kerja Sama Antar Lembaga, Regulator, Stakeholder Dalam Negeri & Internasional AAJI Shadiq Akasya (kanan) dan Ketua Bidang Kanal Distribusi & Inklusi Asuransi Tenaga Pemasar AAJI Elin Waty (kiri) saat konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal I-2023 di Jakarta, Rabu (24/5/2023). ANTARA/Imamatul Silfia.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pendapatan industri asuransi jiwa mencapai Rp54,36 triliun pada kuartal I-2023, turun 12,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp62,27 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan tren penurunan pendapatan industri asuransi jiwa disebabkan oleh turunnya pendapatan premi. Sementara pendapatan premi berkontribusi sebesar 83,9 persen terhadap total pendapatan industri asuransi jiwa.
“Bobot pendapatan premi sebesar 83,9 persen dari total pendapatan industri asuransi jiwa, sehingga ketika 83,9 persen itu kontribusinya turun, otomatis pendapatannya juga turun,” kata Budi saat konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal I-2023 di Jakarta, Rabu.
Total pendapatan premi tercatat sebesar Rp45,6 triliun pada kuartal I-2023, turun 6,9 persen dibandingkan periode tahun lalu yang tercatat sebesar Rp48,99 triliun.
Meski begitu, sambung Budi, pendapatan premi secara weighted mengalami pertumbuhan 2 persen yoy, dari Rp27,55 triliun pada kuartal I-2022 menjadi Rp28,1 triliun pada kuartal I-2023.
Budi menanggapi tren penurunan premi dengan optimistis. Ia berpendapat tertekannya premi mengindikasikan target pasar industri asuransi jiwa makin meluas.
“Produk yang dipasarkan belakangan ini juga sudah diminati oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah. Artinya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan perlindungan dengan premi yang lebih kecil. Itu adalah hal yang positif dan menjadi peluang bagi kami untuk membuat produk yang lebih luas lagi untuk masyarakat,” jelas Budi.
AAJI mencatat proporsi produk asuransi jiwa tradisional sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan asuransi (PAYDI) atau unit link, yakni sebesar 49,6 persen.
Sementara dari segi pendapatan, produk asuransi jiwa tradisional mengalami pertumbuhan sebesar 13,5 persen yoy menjadi Rp22,62 triliun dari sebelumnya Rp19,92 triliun. Sedangkan produk unit link terkontraksi sebesar 20,9 persen yoy, dari Rp29,07 triliun pada kuartal I-2022 menjadi Rp22,98 triliun pada kuartal I-2023.
Adapun dari segi tipe pembayaran, 57,4 persen total pendapatan premi berasal dari premi reguler dan 42,6 persen sisanya berasal dari premi tunggal. Premi reguler tumbuh sebesar 4 persen menjadi Rp26,16 triliun dari Rp25,16 triliun. Sementara premi tunggal turun 18,4 persen menjadi Rp19,45 triliun dari Rp23,83 triliun.
Baca juga: Industri asuransi syariah dinilai miliki potensi pertumbuhan
Baca juga: Klaim terbayar industri asuransi jiwa capai Rp174,28 triliun pada 2022
Baca juga: AAJI: Kami selalu ingatkan tiap anggota kedepankan unsur kehati-hatian
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan tren penurunan pendapatan industri asuransi jiwa disebabkan oleh turunnya pendapatan premi. Sementara pendapatan premi berkontribusi sebesar 83,9 persen terhadap total pendapatan industri asuransi jiwa.
“Bobot pendapatan premi sebesar 83,9 persen dari total pendapatan industri asuransi jiwa, sehingga ketika 83,9 persen itu kontribusinya turun, otomatis pendapatannya juga turun,” kata Budi saat konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal I-2023 di Jakarta, Rabu.
Total pendapatan premi tercatat sebesar Rp45,6 triliun pada kuartal I-2023, turun 6,9 persen dibandingkan periode tahun lalu yang tercatat sebesar Rp48,99 triliun.
Meski begitu, sambung Budi, pendapatan premi secara weighted mengalami pertumbuhan 2 persen yoy, dari Rp27,55 triliun pada kuartal I-2022 menjadi Rp28,1 triliun pada kuartal I-2023.
Budi menanggapi tren penurunan premi dengan optimistis. Ia berpendapat tertekannya premi mengindikasikan target pasar industri asuransi jiwa makin meluas.
“Produk yang dipasarkan belakangan ini juga sudah diminati oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah. Artinya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan perlindungan dengan premi yang lebih kecil. Itu adalah hal yang positif dan menjadi peluang bagi kami untuk membuat produk yang lebih luas lagi untuk masyarakat,” jelas Budi.
AAJI mencatat proporsi produk asuransi jiwa tradisional sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan asuransi (PAYDI) atau unit link, yakni sebesar 49,6 persen.
Sementara dari segi pendapatan, produk asuransi jiwa tradisional mengalami pertumbuhan sebesar 13,5 persen yoy menjadi Rp22,62 triliun dari sebelumnya Rp19,92 triliun. Sedangkan produk unit link terkontraksi sebesar 20,9 persen yoy, dari Rp29,07 triliun pada kuartal I-2022 menjadi Rp22,98 triliun pada kuartal I-2023.
Adapun dari segi tipe pembayaran, 57,4 persen total pendapatan premi berasal dari premi reguler dan 42,6 persen sisanya berasal dari premi tunggal. Premi reguler tumbuh sebesar 4 persen menjadi Rp26,16 triliun dari Rp25,16 triliun. Sementara premi tunggal turun 18,4 persen menjadi Rp19,45 triliun dari Rp23,83 triliun.
Baca juga: Industri asuransi syariah dinilai miliki potensi pertumbuhan
Baca juga: Klaim terbayar industri asuransi jiwa capai Rp174,28 triliun pada 2022
Baca juga: AAJI: Kami selalu ingatkan tiap anggota kedepankan unsur kehati-hatian
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: