Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperjuangkan harga gas murah untuk industri menyusul rencana revisi harga gas bumi tertentu (HGBT).
"Saya sebenarnya juga harus merapat ke Setkab untuk memperjuangkan HGBT ini," kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito yang ditemui di sela Focus Group Discussion (FGD) tentang Optimalisasi Jasa Engineering, Procurement & Construction Nasional Dalam Mendukung Perkembangan Industri di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, kebijakan harga gas murah buat industri telah memberikan dampak positif bagi ketahanan pangan nasional karena salah satu industri yang menerima harga gas khusus itu adalah industri pupuk.
"Pupuk ini sudah dua tahun terakhir, karena kebijakan HGBT, ketahanan pangannya masih bisa kita perjuangkan," katanya.
Warsito mengatakan hingga saat ini kebijakan mengenai HGBT masih sama, yaitu enam dolar AS per juta British thermal unit (MMBTU). Namun, saat ini kebijakan harga gas industri itu tengah dalam evaluasi bersama Sekretariat Kabinet (Setkab).
Ia menambahkan pelaku industri sebenarnya bisa menoleransi kenaikan harga. Namun, hal utama yang jadi perhatian industri adalah mengenai pasokannya.
"Sebenarnya dari sisi industri kita ingin memastikan alokasi pasokan. Kalau harga, kita bisa berikan toleransi dalam konteks kondisi dunia harga gas (sedang) 20 dolar lebih dan sulit juga, walaupun AS menawarkan ada 2 dolar, tapi kita masih mencoba untuk menyesuaikan harga. Yang pasti, kalau harga pasti dan alokasi pasti, industri pasti akan tumbuh karena hitung-hitung dengan investasinya," katanya.
Warsito juga menyebut evaluasi dilakukan agar pemanfaatan gas bumi di dalam negeri bisa dilakukan secara adil baik untuk industri maupun hulu migas.
"Kita menawarkan untuk memberi payung yang mana sektor hulu migas dan kebutuhan dalam negeri untuk pemanfaatan gas bumi jadi adil dan bermanfaat untuk semua," katanya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM tengah melakukan evaluasi penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 134 Tahun 2021 tentang Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Evaluasi harga gas murah dilakukan agar sejalan dengan manfaat yang diberikan industri penerima kepada negara antara lain kenaikan penyerapan tenaga kerja, utilisasi pabrik, hingga kontribusi pajak.
Kementerian ESDM menilai insentif harga gas murah juga hanya membantu industri yang perlu dibantu, sehingga kebijakannya bersifat sementara.
Jika ada industri yang sudah membaik akibat kebijakan harga gas bumi tertentu dibandingkan sebelumnya, maka perlu dievaluasi dan digantikan dengan bidang industri lainnya yang masih lemah.
Penerapan kebijakan harga gas murah tersebut telah membuat penerimaan negara berkurang. Kementerian ESDM mencatat implementasi harga gas bumi tertentu sebesar 6 dolar AS per MMBTU berdampak pada pengurangan penerimaan negara sebesar Rp29,39 triliun dalam dua tahun terakhir atau periode 2021-2022.
Rinciannya pada 2021, penerimaan negara berkurang Rp16,46 triliun dan sebesar Rp12,93 triliun pada 2022.
Selain penerimaan negara, penurunan juga terjadi pada penerimaan perpajakan dari industri penerima insentif harga gas sebesar 3 persen pada 2021 dibandingkan 2019.
Harga gas bumi murah mengacu Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Sesuai aturan tersebut, harga gas murah ditujukan bagi tujuh bidang industri penerima yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Baca juga: Pemerintah kaji harga gas tertentu untuk optimasi manfaat buat negara
Baca juga: Produksi gas alam AS pada 2023 diperkirakan akan capai rekor tertinggi
Baca juga: Menteri ESDM ungkap alasan revisi aturan penetapan harga gas industri
Kemenperin perjuangkan harga gas murah untuk industri
23 Mei 2023 15:53 WIB
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito. ANTARA/Ade Irma Junida/aa.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: