BRIN: Pelestarian ekosistem gambut demi mencapai tujuan iklim global
19 Mei 2023 16:06 WIB
Ilustrasi: Sejumlah mahasiswa menanam bibit pohon di atas lahan gambut di kawasan Jalan George Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (22/3/2023) ANTARA FOTO/Makna Zaezar/hp.
Jakarta (ANTARA) - Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan kegiatan melestarikan ekosistem lahan gambut sangat penting untuk mencapai tujuan iklim global lantaran gambut mampu menyimpan karbon dengan jumlah besar.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Haruni Krisnawati mengatakan meski gambut hanya mencakup sekitar 3-4 persen dari permukaan tanah planet ini, namun mengandung hingga sepertiga atau 30-40 persen karbon tanah dunia. Angka itu dua kali jumlah karbon yang ditemukan di hutan dunia.
"Sekitar 12 persen lahan gambut saat ini telah dikeringkan dan terdegradasi, berkontribusi terhadap 5 persen emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh manusia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Lahan gambut merupakan ekosistem penting bagi keanekaragaman hayati sekaligus menjadi solusi alam yang efektif dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Indonesia memiliki 13,4 juta hektare lahan gambut yang setara dengan 80 persen dari total lahan gambut di Asia Tenggara. Keberadaan gambut di Indonesia menyimpan 14 persen karbon gambut global.
Dengan demikian, perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan untuk target iklim nasional, tetapi juga untuk mitigasi perubahan iklim secara global.
Pemerintah Indonesia terus berupaya dan berkomitmen menekan degradasi dan deforestasi lahan gambut terhitung dalam lima tahun terakhir. Lahan gambut yang terdegradasi itu diakibatkan oleh kebakaran berulang dan drainase di kawasan lahan gambut yang dilindungi.
Baca juga: KLHK perteguh komitmen mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Sebagai bentuk komitmen bersama menekan degradasi dan deforestasi lahan gambut, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menerapkan strategi 3R berupa rewetting, revegetation, dan revitalization.
Kepala Pokja Teknik Restorasi Agus Yasin menjelaskan rewetting adalah pembasahan kembali area gambut dengan pembangunan sekat kanal, Pembangunan sumur bor dan upaya lain yang mendorong basahnya lahan gambut.
Sementara revegetation adalah penanaman kembali melalui persemaian, penanaman, dan regenerasi alami. Sedangkan, revitalization adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian, perikanan, dan ekowisata.
"Strategi 3R tersebut diharapkan dapat mengurangi angka kebakaran hutan dan lahan di daerah Indonesia yang memiliki lahan gambut," jelas Agus.
Manajer senior Karbon Hutan dan Iklim dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Nisa Novita memandang bahwa pembasahan kembali area gambut dapat menghemat biaya dalam mencapai target penurunan emisi karbon nasional.
Menurutnya, pembahasan kembali lahan gambut melalui pembuatan sekat kanal di perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian di Kalimantan Barat dapat mengurangi sepertiga dari emisi karbon dioksida dan tidak berpengaruh pada emisi metana.
"Pada skala nasional, pembasahan gambut berpotensi menyumbang 34 persen terhadap target pengurangan emisi nasional dari sektor forest and other land uses (FOLU)," terang Nisa.
Baca juga: Pemerintah siapkan pencegahan kebakaran gambut lewat modifikasi cuaca
Baca juga: Ekosistem lahan basah punya peran penting memitigasi perubahan iklim
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Haruni Krisnawati mengatakan meski gambut hanya mencakup sekitar 3-4 persen dari permukaan tanah planet ini, namun mengandung hingga sepertiga atau 30-40 persen karbon tanah dunia. Angka itu dua kali jumlah karbon yang ditemukan di hutan dunia.
"Sekitar 12 persen lahan gambut saat ini telah dikeringkan dan terdegradasi, berkontribusi terhadap 5 persen emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh manusia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Lahan gambut merupakan ekosistem penting bagi keanekaragaman hayati sekaligus menjadi solusi alam yang efektif dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Indonesia memiliki 13,4 juta hektare lahan gambut yang setara dengan 80 persen dari total lahan gambut di Asia Tenggara. Keberadaan gambut di Indonesia menyimpan 14 persen karbon gambut global.
Dengan demikian, perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan untuk target iklim nasional, tetapi juga untuk mitigasi perubahan iklim secara global.
Pemerintah Indonesia terus berupaya dan berkomitmen menekan degradasi dan deforestasi lahan gambut terhitung dalam lima tahun terakhir. Lahan gambut yang terdegradasi itu diakibatkan oleh kebakaran berulang dan drainase di kawasan lahan gambut yang dilindungi.
Baca juga: KLHK perteguh komitmen mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Sebagai bentuk komitmen bersama menekan degradasi dan deforestasi lahan gambut, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menerapkan strategi 3R berupa rewetting, revegetation, dan revitalization.
Kepala Pokja Teknik Restorasi Agus Yasin menjelaskan rewetting adalah pembasahan kembali area gambut dengan pembangunan sekat kanal, Pembangunan sumur bor dan upaya lain yang mendorong basahnya lahan gambut.
Sementara revegetation adalah penanaman kembali melalui persemaian, penanaman, dan regenerasi alami. Sedangkan, revitalization adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian, perikanan, dan ekowisata.
"Strategi 3R tersebut diharapkan dapat mengurangi angka kebakaran hutan dan lahan di daerah Indonesia yang memiliki lahan gambut," jelas Agus.
Manajer senior Karbon Hutan dan Iklim dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Nisa Novita memandang bahwa pembasahan kembali area gambut dapat menghemat biaya dalam mencapai target penurunan emisi karbon nasional.
Menurutnya, pembahasan kembali lahan gambut melalui pembuatan sekat kanal di perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian di Kalimantan Barat dapat mengurangi sepertiga dari emisi karbon dioksida dan tidak berpengaruh pada emisi metana.
"Pada skala nasional, pembasahan gambut berpotensi menyumbang 34 persen terhadap target pengurangan emisi nasional dari sektor forest and other land uses (FOLU)," terang Nisa.
Baca juga: Pemerintah siapkan pencegahan kebakaran gambut lewat modifikasi cuaca
Baca juga: Ekosistem lahan basah punya peran penting memitigasi perubahan iklim
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023
Tags: