Bappenas: Tranformasi dibutuhkan untuk wujudkan Indonesia Emas 2045
19 Mei 2023 12:35 WIB
Tangkapan virtual Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti pada kegiatan “Konsultasi Publik dalam Rangka Penyusunan RPJPN (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025-2045”, Jakarta, Jumat (19/5/2023). ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas.
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan upaya transformasi dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Pernyataan tersebut disampaikan pada kegiatan “Konsultasi Publik dalam Rangka Penyusunan RPJPN (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025-2045” yang dipantau secara virtual, Jakarta, Jumat.
“Apa yang ingin kita tanamkan dan tegaskan di dalam rancangan awal RPJPN 2025-2045 ini adalah reformasi tidaklah cukup. Kita tidak hanya bisa puas dengan upaya reformasi kita, tetapi kita harus melaju dengan upaya yang lebih transformatif karena untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, upaya transformasi inilah yang dibutuhkan, bukan sekedar upaya reformasi,” kata dia.
Seperti diketahui, RPJPN 2025-2045 merupakan arah dan cita-cita untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dalam menyusun rancangan awal RPJPN 2025-2045, lanjutnya, faktor yang pertama kali dipertimbangkan adalah megatren global mengingat pemerintah harus jeli dan menangkap tantangan global ke depan yang semakin kompleks karena terjadi perubahan sangat cepat di berbagai bidang.
Baca juga: Program Indonesia Emas dapat alokasi anggaran Rp395 miliar
“Seperti misalnya, bagaimana kita bisa mengadaptasi terhadap kecepatan perkembangan teknologi, kemudian pembangunan infrastruktur yang harus lebih ramah lingkungan, dan juga bagaimana kebijakan kita ke depan juga terus mengedepankan kebijakan yang adaptif pro lingkungan dan tidak business as usual,” ucapnya.
Sebagai upaya transformasi, dia memaparkan sejumlah modal dasar pembangunan yang dimiliki Indonesia dari kekayaan alam maupun non alam.
Modal dasar pertama adalah jumlah penduduk yang besar menimbang saat ini sudah memasuki era bonus demografi. Di tahun 2045, populasi Indonesia diperkirakan 324 juta dan akan menempati posisi ke-6 terbesar di dunia.
“Era bonus demografi ini diharapkan betul-betul menjadi bonus, bukan menjadi beban buat bangsa kita. Oleh sebab itu, bagaimana bonus demografi ini bisa kita dorong untuk menjadi masyarakat yang lebih produktif, memberikan kontribusi besar terhadap akselerasi pertumbuhan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kita,” ungkap Amalia.
Baca juga: Program Indonesia Emas Rekrut Seribu Atlet
Selain itu, modal yang dimiliki Indonesia adalah modal sosial-budaya seperti gotong royong, kekeluargaan, dan solidaritas sosial. Adapun modal manusia yang dimiliki antara lain adalah sumber daya manusia sejahtera dan adaptif.
Indonesia juga dilimpahi kekayaan alam dan maritim sebagai modal pembangunan yang sangat penting.
“Kekayaan alam kita terdiri dari berbagai sumber daya yang dimiliki kita, baik hutan maupun mineral, keanekaragaman hayati, serta kekayaan maritim dengan letak geografis dan karakteristik wilayah di mana kita berada di dalam ketiga ALKI/Alur Laut Kepulauan Indonesia (modal letak geografis) yang bisa kita manfaatkan secara optimal,” ujar Deputi Bidang Ekonomi Bappenas.
Pernyataan tersebut disampaikan pada kegiatan “Konsultasi Publik dalam Rangka Penyusunan RPJPN (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025-2045” yang dipantau secara virtual, Jakarta, Jumat.
“Apa yang ingin kita tanamkan dan tegaskan di dalam rancangan awal RPJPN 2025-2045 ini adalah reformasi tidaklah cukup. Kita tidak hanya bisa puas dengan upaya reformasi kita, tetapi kita harus melaju dengan upaya yang lebih transformatif karena untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, upaya transformasi inilah yang dibutuhkan, bukan sekedar upaya reformasi,” kata dia.
Seperti diketahui, RPJPN 2025-2045 merupakan arah dan cita-cita untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dalam menyusun rancangan awal RPJPN 2025-2045, lanjutnya, faktor yang pertama kali dipertimbangkan adalah megatren global mengingat pemerintah harus jeli dan menangkap tantangan global ke depan yang semakin kompleks karena terjadi perubahan sangat cepat di berbagai bidang.
Baca juga: Program Indonesia Emas dapat alokasi anggaran Rp395 miliar
“Seperti misalnya, bagaimana kita bisa mengadaptasi terhadap kecepatan perkembangan teknologi, kemudian pembangunan infrastruktur yang harus lebih ramah lingkungan, dan juga bagaimana kebijakan kita ke depan juga terus mengedepankan kebijakan yang adaptif pro lingkungan dan tidak business as usual,” ucapnya.
Sebagai upaya transformasi, dia memaparkan sejumlah modal dasar pembangunan yang dimiliki Indonesia dari kekayaan alam maupun non alam.
Modal dasar pertama adalah jumlah penduduk yang besar menimbang saat ini sudah memasuki era bonus demografi. Di tahun 2045, populasi Indonesia diperkirakan 324 juta dan akan menempati posisi ke-6 terbesar di dunia.
“Era bonus demografi ini diharapkan betul-betul menjadi bonus, bukan menjadi beban buat bangsa kita. Oleh sebab itu, bagaimana bonus demografi ini bisa kita dorong untuk menjadi masyarakat yang lebih produktif, memberikan kontribusi besar terhadap akselerasi pertumbuhan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kita,” ungkap Amalia.
Baca juga: Program Indonesia Emas Rekrut Seribu Atlet
Selain itu, modal yang dimiliki Indonesia adalah modal sosial-budaya seperti gotong royong, kekeluargaan, dan solidaritas sosial. Adapun modal manusia yang dimiliki antara lain adalah sumber daya manusia sejahtera dan adaptif.
Indonesia juga dilimpahi kekayaan alam dan maritim sebagai modal pembangunan yang sangat penting.
“Kekayaan alam kita terdiri dari berbagai sumber daya yang dimiliki kita, baik hutan maupun mineral, keanekaragaman hayati, serta kekayaan maritim dengan letak geografis dan karakteristik wilayah di mana kita berada di dalam ketiga ALKI/Alur Laut Kepulauan Indonesia (modal letak geografis) yang bisa kita manfaatkan secara optimal,” ujar Deputi Bidang Ekonomi Bappenas.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: