UMKM naik kelas yang dimaksud ialah peningkatan kualitas produk, pemanfaatan teknologi berbasis digital, hingga pemasaran yang mampu menjangkau pasar internasional.
Naiknya kelas bagi UMKM itu, menurut CEO BRI Regional Makassar Rahman Arif adalah modernisasi UMKM, digitalisasi atau pemanfaatan digitalisasi (pemasaran) dan go internasional dari produk yang dihasilkan.
Pada kelas pertama yaitu modernisasi, dicontohkan, sebuah produk roti dari UMKM yang diberikan sentuhan modernisasi, yakni meningkatkan kualitas kemasan untuk menarik para pembeli, sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi.
Selanjutnya, kualitas maupun kemasan yang bagus harus didukung dengan pemasaran yang maksimal melalui berbagai marketplace dan media sosial agar semakin banyak masyarakat tahu dan mengenal produk yang ditawarkan. Ini dimaksudkan sebagai kelas digitalisasi yang mampu mempromosikan produk lebih luas.
Pemanfaatan teknologi berbasis digital menjadi salah satu solusi di zaman sekarang dalam pemasaran produk. Berbagai media sosial kini hadir dalam menjembatani pelaku UMKM agar produknya semakin dikenal banyak orang.
Tahap ketiga mengupayakan produk UMKM naik kelas dengan menjangkau pasar internasional.
Upaya ini memang tergolong bukan sesuatu yang mudah dan ringan, namun jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, semuanya tidak ada yang tidak mungkin. Misalnya, produk hiasan dinding kupu-kupu dari Bantimurung, yang dipesan orang Turki dengan harga sampai Rp800 ribu, padahal di Indonesia hanya sekitar Rp100 ribu per unit.
Pemahaman terhadap go internasional ini bukan berarti harus menjajakan produk ke luar negeri, namun bagaimana membuat produk UMKM bisa diekspor dan menarik konsumen luar negeri untuk membeli.
Potensi ini terbuka bagi siapa saja dengan memanfaatkan media sosial yang jangkauannya hingga seluruh dunia.
Selain dari aspek produk dan pemasaran, hak-hak konsumen harus diperhatikan oleh pelaku UMKM, seperti mengenai kesehatan dari produk atau kebersihan, komponen yang harus disediakan dan sebagainya.
Pendampingan
UMKM naik kelas menjadi salah satu upaya BRI mengharmonisasi ekonomi ke level bawah, yang realisasinya melalui berbagai program, salah satunya ialah pendampingan UMKM di Rumah BUMN BRI.
Pada Regional Makassar, Rumah BUMN BRI yang terletak di Jalan dr Sam Ratulangi, Makassar, itu telah merangkul 1.329 UMKM sejak hadir pada 2016, mulai dari sektor kuliner, fesyen, hingga kerajinan (craft).
Saat ini, Rumah BUMN BRI di Makassar mencatat 400 lebih UMKM aktif memperoleh pendampingan dari Rumah BUMN BRI yang didominasi dari bidang fesyen.
Salah satu mentor Rumah BUMN BRI dari bidang fesyen bernama Tita Dela Puspita mengemukakan bahwa masyarakat begitu antusias mengikuti pendampingan karena Rumah BUMN tidak hanya melakukan pemberdayaan, namun juga menjadi wadah pemasaran produk para UMKM.
Selain meningkatkan keterampilan menjahit, perempuan yang kerap disapa Tita ini memastikan bahwa ibu-ibu yang mayoritas mengikuti pelatihan juga diajarkan agar "melek media sosial".
Maka dari itu, tidak sedikit produk UMKM binaan Rumah BUMN BRI yang telah dipasarkan di berbagai marketplace. Ada pula yang telah menerima permintaan dari konsumen luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia.
UMKM Naik Kelas oleh BRI sebagai program untuk peningkatan daya saing produk UMKM juga telah dirasakan oleh pemilik usaha di bidang makanan, yakni Kurnia Mariatul.
Kurnia telah memulai usaha cemilannya sejak 2015 dengan satu produk onde-onde, namun setelah bermitra dengan BRI pada 2018, ia pun berhasil melebarkan jenis produknya dengan beberapa varian cemilan.
Kurnia berkisah bahwa satu produk yang dimiliki kala itu mulai dijajakan melalui sistem online di marketplace, kendati hal itu telah dilakukan, namun hanya melalui media sosial pribadinya.
etelah memperoleh pendampingan dari BRI, ia memberanikan diri untuk mendaftarkan produknya ke sejumlah marketplace seperti shoope dan tokopedia. Intinya Rumah BUMN menjembatani para pelaku UMKM bisa memasarkan produk hingga ke jaringan media sosial atau marketplace.
Perempuan berusia 29 tahun ini mengaku telah menerima berbagai jenis pendampingan, mulai dari bantuan promosi produk dan pelatihan pengembangan produk, seperti kemasan, pemasaran secara digital dan pemasaran secara langsung maupun daring.
Dari ilmu yang diterima, sistem reseller mulai diberlakukan dalam memasarkan berbagai produknya, sehingga pemasaran aneka cemilan itu telah menjangkau seluruh Indonesia.
Perbedaan setelah pendampingan dan sebelum pendampingan sangat signifikan dirasakan Kurnia. Program dari bank milik BUMN itu telah membantu perekonomian empat orang pekerjanya, omzetnya pun bertambah sekitar 70-80 persen dari sebelumnya.
Meski masih fluktuatif, sebagai milenial asal Makassar, perempuan berhijab ini telah berhasil mengantongi pendapatan sekitar Rp20 juta per bulan.
Harapannya, pendampingan dari BRI tetap berlanjut dengan meningkat keterampilan para pelaku UMKM yang memang harus selalu dikembangkan, khususnya pada bidang promosi agar produknya bisa laku di pasaran.