Sampit (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta seluruh elemen untuk menjaga kerukunan dan saling menghargai agar perbedaan pilihan politik pada Pemilu 2024 tidak sampai memicu perpecahan bangsa.

"Pemilu itu setiap lima tahun selalu terjadi. Semestinya kita semakin dewasa," tegas Haedar di Sampit, Kalimantan Tengah, Rabu.

Haedar berkunjung ke Sampit menghadiri Peresmian Universitas Muhammadiyah Sampit (Umsa). Kedatangannya ke Sampit merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya dilakukan pada 2001.

Dia mengatakan pilihan politik boleh berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan politik itu membuat terpecah belah sebagai bangsa. Nikmati saja proses demokrasi itu dengan dewasa, tapi jangan lari pada hal-hal yang bersifat ideologis dan permusuhan politik.

Haedar menanggapi meningkatnya suhu politik nasional menjelang Pemilu 2024, ia mengajak semua pihak mengawal secara moral dan sosial agar kontestasi pemilu berjalan normal jujur, adil, dan bermartabat.

Menurutnya, salah satu kunci sukses pemilu ada pada para penyelenggara pemilu, termasuk pemerintah dan TNI/Polri. Penyelenggara diharapkan bisa memosisikan diri secara adil, objektif, dan sebagai wasit yang baik. Jika ada keberpihakan maka akan menjadi masalah.

Kelompok masyarakat, kata dia, harus menjadikan pemilu sebagai kontestasi yang lumrah, seperti layaknya menyaksikan sepak bola atau pertandingan olahraga lainnya yang pada akhirnya akan ada yang menang dan kalah.

Baca juga: Ketua Umum Muhammadiyah harapkan Umsa bantu tingkatkan SDM Kotim
Baca juga: Haedar Nashir tegaskan Muhammadiyah tidak terlibat politik praktis


Memandang lumrah dan wajar ini, ujar dia, sangat penting agar masyarakat tidak terlalu berat beban dalam memaknai pemilu. Jika terlalu berlebihan, maka dikhawatirkan menjadi bersikap fanatik buta.

"Pilihan politik itu memang komitmen setiap orang, tetapi jangan fanatik berlebihan, lalu membuat pemilu itu menjadi berat sekali," papar dia.

ia meminta ekosistem yang baik harus dibangun. Jika ada provokasi, pernyataan-pernyataan dari tokoh atau siapa pun yang memancing situasi maka ekosistem harus mencoba merangkul kampus, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan media massa agar menjadi kanal yang baik dari situasi-situasi yang seperti itu.

Para tokoh nasional dan daerah, ujarnya, diharapkan memberi kesejukan dalam setiap sikap yang diambil. Masyarakat perlu suguhan persaingan politik yang sehat sebagai pembelajaran, bukan saling menjelekkan.

"Jangan sampai ada penyataan-pernyataan, kalau ini yang menang Indonesia terancam, misalkan. Sebaliknya, kalau ini yang menang maka Indonesia akan terjamin. Itu terlalu membawa suasana politik pada 'alarm'. Kita bawa kontestasi politik itu menjadi lebih wajar dan dewasa. Bangsa kita harus cerdas," tegasnya.

Haedar menyebut perbedaan merupakan sebuah anugerah seperti dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun sudah sewajarnya yang dikedepankan adalah mengukuhkan persatuan yang dilandasi sikap tenggang rasa, toleransi, dan jiwa besar.