Pakar APTHN-HAN paparkan petugas partai juga petugas rakyat
16 Mei 2023 22:44 WIB
Tangkapan layar Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat APHTN-HAN Prof. Bayu Dwi Anggono membuka webinar series dengan tema "Petugas Partai dan Petugas Rakyat dalam Tinjauan Hukum Tata Negara", Selasa (16/5/2023). ANTARA/Zumrotun Solichah
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Sejumlah pakar yang tergabung Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) memaparkan tinjauan hukum tata negara terkait dengan petugas partai juga harus menjadi petugas untuk rakyat pada Pemilu 2024 dalam webinar yang digelar Pengurus Pusat APTHN-HAN, Selasa.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat APHTN-HAN Prof. Bayu Dwi Anggono mengatakan bahwa tema Petugas Partai dan Petugas Rakyat dalam Tinjauan Hukum Tata Negara merupakan topik pembuka dalam webinar series yang dilaksanakan oleh dalam rangka meningkatkan partisipasi publik dalam agenda demokrasi Pemilu 2024.
"Perdebatan soal petugas partai atau petugas rakyat didiskusikan secara akademik oleh para pakar hukum dan pakar ilmu politik yang berkompeten," katanya.
Menurut pakar hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riwanto, secara teoritik konsep petugas partai dan petugas rakyat harus dikaitkan dengan konsep partai politik.
"Parpol merupakan subjek hukum utama dalam penyelenggaraan negara dan penggerak demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa parpol," tuturnya.
Ia menjelaskan hal tersebut terbukti dalam Pasal 22E dan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa parpol sebagai aktor utama dalam pemilu anggota legislatif dan Pemilu Presiden. Salah satu tugas partai adalah memenangkan calon-calonnya dalam pemilihan anggota legislatif atau eksekutif (Pilpres).
"Parpol menjadi organ penting dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Dalam konteks Pilpres, yang memiliki hak konstitusional mencalonkan presiden atau wakil presiden adalah parpol," katanya.
Baca juga: Aria Bima: Istilah petugas partai tidak perlu diperdebatkan
Baca juga: Pengamat: Pernyataan Mega soal petugas partai untuk "memagari" kader
Sementara itu, pakar ilmu politik UGM Mada Sukmajati mengatakan bahwa konsep petugas partai atau petugas rakyat dari pendekatan representasi politik. Ada tiga model, yaitu konsep trustee, wakil partai memiliki independensi untuk bersikap sendiri.
"Kemudian delegate berarti kandidat yang ditunjuk partai (baik di legislatif maupun di eksekutif) menjalankan kebijakan/platform partai, dan terakhir konsep politico yang merupakan campuran antara trustee dan delegate," tuturnya.
Dalam konteks Indonesia, lanjut dia, idealnya menurut UUD NRI Tahun 1945 efektivitas penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden sangat berkaitan dengan dua dukungan, yakni dukungan parpol pada satu sisi dan dukungan rakyat.
"Konsep petugas partai dan petugas rakyat harus berjalan beriringan, menyelaraskan antara kepentingan partai dan rakyat," katanya.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Khairul Fahmi mengutarakan bahwa istilah petugas partai dan petugas rakyat bukanlah konsep yang harus dihadap-hadapkan.
"Ketika capres itu terpilih dan mendapatkan mandat rakyat, dia tidak hanya sebagai petugas partai, tetapi juga sebagai petugas rakyat secara keseluruhan," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat APHTN-HAN Prof. Bayu Dwi Anggono mengatakan bahwa tema Petugas Partai dan Petugas Rakyat dalam Tinjauan Hukum Tata Negara merupakan topik pembuka dalam webinar series yang dilaksanakan oleh dalam rangka meningkatkan partisipasi publik dalam agenda demokrasi Pemilu 2024.
"Perdebatan soal petugas partai atau petugas rakyat didiskusikan secara akademik oleh para pakar hukum dan pakar ilmu politik yang berkompeten," katanya.
Menurut pakar hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riwanto, secara teoritik konsep petugas partai dan petugas rakyat harus dikaitkan dengan konsep partai politik.
"Parpol merupakan subjek hukum utama dalam penyelenggaraan negara dan penggerak demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa parpol," tuturnya.
Ia menjelaskan hal tersebut terbukti dalam Pasal 22E dan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa parpol sebagai aktor utama dalam pemilu anggota legislatif dan Pemilu Presiden. Salah satu tugas partai adalah memenangkan calon-calonnya dalam pemilihan anggota legislatif atau eksekutif (Pilpres).
"Parpol menjadi organ penting dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Dalam konteks Pilpres, yang memiliki hak konstitusional mencalonkan presiden atau wakil presiden adalah parpol," katanya.
Baca juga: Aria Bima: Istilah petugas partai tidak perlu diperdebatkan
Baca juga: Pengamat: Pernyataan Mega soal petugas partai untuk "memagari" kader
Sementara itu, pakar ilmu politik UGM Mada Sukmajati mengatakan bahwa konsep petugas partai atau petugas rakyat dari pendekatan representasi politik. Ada tiga model, yaitu konsep trustee, wakil partai memiliki independensi untuk bersikap sendiri.
"Kemudian delegate berarti kandidat yang ditunjuk partai (baik di legislatif maupun di eksekutif) menjalankan kebijakan/platform partai, dan terakhir konsep politico yang merupakan campuran antara trustee dan delegate," tuturnya.
Dalam konteks Indonesia, lanjut dia, idealnya menurut UUD NRI Tahun 1945 efektivitas penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden sangat berkaitan dengan dua dukungan, yakni dukungan parpol pada satu sisi dan dukungan rakyat.
"Konsep petugas partai dan petugas rakyat harus berjalan beriringan, menyelaraskan antara kepentingan partai dan rakyat," katanya.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Khairul Fahmi mengutarakan bahwa istilah petugas partai dan petugas rakyat bukanlah konsep yang harus dihadap-hadapkan.
"Ketika capres itu terpilih dan mendapatkan mandat rakyat, dia tidak hanya sebagai petugas partai, tetapi juga sebagai petugas rakyat secara keseluruhan," ujarnya.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023
Tags: