Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus mengawal kepentingan anak dengan membentuk kelompok kerja (pokja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan agar produk legislasi tersebut mampu mengarusutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

“Kepastian hukum (dalam RUU Kesehatan) menjadi penting, dan bagaimana dampak bagi pengguna hukum terkait kesehatan terutama anak-anak kita. Saya kira ini jadi diskusi panjang para pegiat hukum, padahal kita tahu anak-anak di mata hukum bukanlah subyek hukum,” kata Koordinator Pokja RUU Kesehatan KPAI Jasra Putra pada keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, Pokja ini akan bekerja selama tiga bulan, mulai Mei sampai Agustus, yang terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2016 tentang KPAI, pada pasal 8 bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat membentuk kelompok kerja perlindungan anak sesuai kebutuhan yang terdiri dari unsur akademisi, masyarakat dan pemerintah.

"Pembentukan pokja perlindungan ini sangat penting di tengah keterbatasan KPAI melihat isu ini, sehingga ada dua hal yang perlu dipastikan, yakni kepastian hukum karena akan mencuplik pasal-pasal dari 13 Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan, dan apakah ketika sudah diberlakukan, akan merujuk kepada UU tersebut atau masih bisa merujuk pada UU sebelumnya," katanya.

Dia menegaskan, setiap dampak yang terjadi pada anak, tentu ada peristiwa yang mendasari, karena anak tidak bisa memenuhi hak dan kewajibannya sendiri, untuk itu perlu diperhatikan kebutuhan tumbuh kembang yang harus terus dikuatkan dan didampingi hingga anak bisa mandiri.


Baca juga: KPAI bentuk Pokja RUU Kesehatan usulkan hak kesehatan anak

“Karena jika dalam Undang-Undang Perlindungan Anak itu berbicara usia 0 sampai 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan, artinya perlindungan anak mensyaratkan sejak perencanaan kehamilan, saat mengandung, sampai 18 tahun, sehingga harus dipastikan kembali bagaimana sistem penyelenggaraan perlindungan anak di RUU Kesehatan,” ujar dia.

Jasra juga mengatakan, perlu adanya pemahaman tentang konstruksi UU ini, karena untuk memahami pasal-pasal di dalamnya, masyarakat seperti diajak juga untuk memahami perjalanan hidup secara keseluruhan, sehingga ketika intervensinya salah, akan memberi dampak berkepanjangan.

“Beberapa pasal sudah muncul terkait pemenuhan hak anak, pada saat ibu mengandung, saat kelahiran, stunting, imunisasi, dan isu rokok. Kita sudah mulai menyusun detail tentang apa yang harus dilakukan untuk melihat lebih utuh RUU Kesehatan sebagai penguat penyelenggaraan perlindungan anak,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa hak anak termasuk bagian penting dari hak kesehatan, yang perlindungannya berlangsung sejak dari perencanaan, kandungan dan kelahiran anak, sehingga pondasi awal ini sangat menentukan, mengingat masih banyaknya angka kematian kandungan, kematian ibu, dan kematian di masa neonatal (bayi baru lahir berusia 0-28 bulan).

“RUU Kesehatan seperti gerbang awal menentukan keberhasilan Negara dalam melindungi anak, jika terpeleset sedikit saja atau ada yang terlewat, maka akan berdampak jangka panjang seumur hidup anak sampai dewasanya, dan akan berdampak sangat sistemik pada penyelenggaraan perlindungan warga negara ke depan,” ujar dia.

Baca juga: Kemenkes: Penolakan RUU hambat peningkatan perlindungan nakes