Tokyo (ANTARA News) - Seorang sandera Jepang yang lolos dari serangan bersenjata terhadap sebuah pertambangan gas di Aljazair mengaku siudah yakin mati setelah melihat dua koleganya ditembak mati penyanderanya di depan mata dia.

Pria yang tak diketahui namanya ini bercerita mengenai bagaimana para militan bersenjata menyeretnya dari sebuah ruang yang telah dibarikadenya, lalu memborgolnya, dan kemudian mengeksekusi mati dua sandera yang berdiri di sampingnya.

Dalam pengakuannya yang dimuat harian Jepang Yomiuri Shimbun, dia mengaku sedang menaiki bus ketika sekelompok militan bersenjata berat menyerang mereka di gurun Sahara.

Tujuh warga Jepang diketahui selamat dalam serangan yang berlangsung tiga hari itu dan berakhir dengan banjir darah Sabtu pekan lalu. Semua warga Jepangbekerja untuk perusahaan pembangun tambang asal Jepang, JGC.

Pria Jepang ini mengisahkan, dia tengah meninggalkan tempat penginapannya bersama para pekerja asing lainnya dalam iringan-iringan bus ketika para militan itu menyerang.

Begitu kendaraan di depannya dihujani peluru, pengemudi bus memutar arah kendaraan dan mencoba kabur.

Namun ban bus kempes sehingga bus itu oleng, lalu memaksa penumpangnya berlari keluar melalui gurun untuk kemudian bersembunyi di penginapan mereka kembali.

Pria Jepang itu lalu bersembunyi di kamarnya dengan memadamkan lampu di sekitarnya, begitu penyerang mengobrak-abrik kompleks penginapan pekerja.

Sesaat kemudian, pintu rumah didobrak dan masuklah para penyandera ke ruangan, lalu menyerang pria Jepang yang ketakutan dan sedang bersembunyi itu, untuk kemudian diborgolnya.

Dia lalu dibawa ke sebuah ruang yang terang bersama para sandera asing lainnya di mana para penyanderanya mulai berbicara dalam Bahasa Arab dengan sejumlah rekan-rekan Aljazair para sandera.

Yang terjadi kemudian seorang penyandera menembak, dua sandera tumbang ke lantai, meninggal dunia, di depan si pria Jepang itu.

"Saat itu saya sudah bersiap akan mati," kata juru bicara JGC Takeshi Endo mengutip si sandera Jepang tersebut, seperti dikutip AFP.

Mayat-mayat itu digeletakkan begitu saja ketika dia dan seorang rekan pekerja dari Filipina ditarik ke sebuah kendaraan dan meninggalkan tambang gas itu.

Kendaraan ini tiba-tiba ditembaki, sementara para penumpangnya terpaksa merundukkan badan agar tidak terkena tembakan.

Para penyandera ini lalu meninggalkan kendaraan dan membiarkan sandera-sandera tanpa tahu siapa tadi yang memberondong mereka.

Selama beberapa jam kemudian pria Jepang itu bersembunyi di bawah sebuah truk, dan berusaha menjauhi lokasi baku tembak. Di saat tembak menembak itulah dia melihat satu bus penuh sandera yang kebanyakan mengenakan seragam JGC, melaju kencang sekali.

Lalu dia menyaksikan bus penuh sandera itu diberondong, namun dia mengaku tak tahu nasib apa yang menimpa para penumpangnya.

Begitu malam tiba, ketika baku tembak menembak berhenti, dia mulai berlari melewati turun, berjalan sampai sejam sebelum kemudian bertemu dengan tentara Aljazair dan amanlah dirinya.

JGC, yang punya 78 karyawan di Aljazair, mengatakan 17 pekerjanya masih belum diketahui nasibnya, masing-masing 10 orang Jepang dan tujuh warga non Jepang.

Para saksi mata mengatakan sembilan warga Jepang terbunuh dalam insiden yang berlangsung selama 72 jam itu.