Menkop: Potensi laut jadi keunggulan ekonomi domestik Indonesia
14 Mei 2023 19:14 WIB
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki (kedua kanan) melihat hasil produk UMKM masyarakat pesisir saat menghadiri musyawarah kerja nasional (Mukernas) IV Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Lhoknga, Aceh Besar, Aceh, Minggu (14/5/2023). ANTARA/Khalis Surry/pri.
Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan sektor kelautan di Indonesia memiliki potensi yang begitu besar, sehingga dibutuhkan pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal agar menjadi satu keunggulan ekonomi domestik Indonesia.
“Kita tahu bahwa sektor kelautan memiliki keunggulan yang komparatif, ekonomi kita, cuma belum tergali dengan optimal,” kata Teten Masduki saat menghadiri acara Mukernas ke IV Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Aceh Besar, Minggu.
Ia menjelaskan, dulu semua negara berkembang sibuk menarik investasi di perusahaan-perusahaan industri manufaktur. Namun, dalam persaingan dunia pasca pembagian kerja internasional baru, hal tersebut telah bergeser. Saat ini setiap negara sibuk mencari apa yang menjadi keunggulan ekonomi domestik.
Teten mencontohkan, negara Norwegia menjadikan budidaya Salmon sebagai pendapatan negara yang cukup besar. Dan Indonesia, kata dia, memiliki lebih dari itu, bukan hanya ikan tuna, tapi juga ada udang, kerapu, dan komoditas lainnya.
“Maka kalau bisa kita kelola dengan baik, sebenarnya kita bisa menjadikan sumber daya ekonomi kelautan ini sebagai satu keunggulan domestik kita,” kata Teten.
Menurut Teten, salah satu keunggulan domestik ialah bahan baku tidak impor. Seperti kondisi industri manufaktur Indonesia pada tahun 90-an menjadi keunggulan ekspor, namun makin hari semakin menurun.
Dulu, lanjut dia, untuk sepatu olahraga saja Indonesia bisa menguasai 20 persen pasar dunia. Namun sekarang angka itu terus menyusut hingga tersisa dua persen. Begitu juga dengan komoditas tekstil, garmen, hingga elektronik.
“Kenapa (itu terjadi, red), karena kita hanya menyediakan buruh murahnya. Bahan bakunya, teknologinya, impor, karena itu dalam perkembangan baru, semua negara sekarang sedang mencari apa keunggulan domestiknya,” ujar Teten.
Seperti negara Selandia Baru, menurut dia, fokus pada tiga komoditas seperti daging, susu serta buah kiwi, dan hasilnya negara tersebut makmur. Sedangkan Indonesia, negara yang memiliki banyak potensi dari berbagai sektor.
Seperti Aceh, tambah dia, komoditas nilam di daerah Tanah Rencong itu terkenal paling berkualitas di dunia, dan semua bahan kosmetik, termasuk parfum diproduksi dari bahan baku nilam. Aceh juga punya kopi Gayo yang sudah terkenal di dunia.
Untuk sektor kelautan, tidak hanya potensi ikan tangkap, ikan budidaya, Indonesia juga punya rumput laut.
“Saya sudah keliling ke semua koperasi penghasil rumput laut, permintaan dunianya hampir unlimited. Tapi kita masih ekspor raw material, masih rumput laut kering, padahal varian produk dari rumput laut ini luar biasa. Jadi sektor ini menjadi perhatian saya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan,” ujarnya.
Baca juga: Menkop Teten: Laut adalah masa depan Indonesia
Baca juga: Teten: Perikanan Indonesia bagai raksasa tertidur
Baca juga: Teten: Buton Tengah bisa kembangkan lobster, teri, dan rumput laut
“Kita tahu bahwa sektor kelautan memiliki keunggulan yang komparatif, ekonomi kita, cuma belum tergali dengan optimal,” kata Teten Masduki saat menghadiri acara Mukernas ke IV Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Aceh Besar, Minggu.
Ia menjelaskan, dulu semua negara berkembang sibuk menarik investasi di perusahaan-perusahaan industri manufaktur. Namun, dalam persaingan dunia pasca pembagian kerja internasional baru, hal tersebut telah bergeser. Saat ini setiap negara sibuk mencari apa yang menjadi keunggulan ekonomi domestik.
Teten mencontohkan, negara Norwegia menjadikan budidaya Salmon sebagai pendapatan negara yang cukup besar. Dan Indonesia, kata dia, memiliki lebih dari itu, bukan hanya ikan tuna, tapi juga ada udang, kerapu, dan komoditas lainnya.
“Maka kalau bisa kita kelola dengan baik, sebenarnya kita bisa menjadikan sumber daya ekonomi kelautan ini sebagai satu keunggulan domestik kita,” kata Teten.
Menurut Teten, salah satu keunggulan domestik ialah bahan baku tidak impor. Seperti kondisi industri manufaktur Indonesia pada tahun 90-an menjadi keunggulan ekspor, namun makin hari semakin menurun.
Dulu, lanjut dia, untuk sepatu olahraga saja Indonesia bisa menguasai 20 persen pasar dunia. Namun sekarang angka itu terus menyusut hingga tersisa dua persen. Begitu juga dengan komoditas tekstil, garmen, hingga elektronik.
“Kenapa (itu terjadi, red), karena kita hanya menyediakan buruh murahnya. Bahan bakunya, teknologinya, impor, karena itu dalam perkembangan baru, semua negara sekarang sedang mencari apa keunggulan domestiknya,” ujar Teten.
Seperti negara Selandia Baru, menurut dia, fokus pada tiga komoditas seperti daging, susu serta buah kiwi, dan hasilnya negara tersebut makmur. Sedangkan Indonesia, negara yang memiliki banyak potensi dari berbagai sektor.
Seperti Aceh, tambah dia, komoditas nilam di daerah Tanah Rencong itu terkenal paling berkualitas di dunia, dan semua bahan kosmetik, termasuk parfum diproduksi dari bahan baku nilam. Aceh juga punya kopi Gayo yang sudah terkenal di dunia.
Untuk sektor kelautan, tidak hanya potensi ikan tangkap, ikan budidaya, Indonesia juga punya rumput laut.
“Saya sudah keliling ke semua koperasi penghasil rumput laut, permintaan dunianya hampir unlimited. Tapi kita masih ekspor raw material, masih rumput laut kering, padahal varian produk dari rumput laut ini luar biasa. Jadi sektor ini menjadi perhatian saya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan,” ujarnya.
Baca juga: Menkop Teten: Laut adalah masa depan Indonesia
Baca juga: Teten: Perikanan Indonesia bagai raksasa tertidur
Baca juga: Teten: Buton Tengah bisa kembangkan lobster, teri, dan rumput laut
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023
Tags: