Banjir, pengalaman pertama dan tradisi
18 Januari 2013 19:26 WIB
Warga melintasi banjir dengan perahu karet ketika banjir merendam kawasan Green Garden, Kedoya, Jakarta Barat, Jumat (18/1). Banjir yang merendam perumahan elit tersebut diakibatkan meluapnya anak sungai Angke dan sungai Pesanggrahan. FOTO ANTARA/M Agung Rajasa/ss/13.
Jakarta (ANTARA News) - Banjir bukanlah hal yang asing terjadi di Jakarta. Namun, hujan deras yang mengakibatkan sebagian besar pusat ibukota tergenang air bah mulai Kamis (17/1) menjadi pengalaman pertama bagi sebagian warga Jakarta.
"Rasanya seru juga ya soalnya air yang masuk ke rumah cuma sedikit. Tapi ya beda cerita kalau banjirnya tinggi," kata Donda Priyankha (24) yang tinggal di Jalan Cendana, Menteng.
Kemarin pagi, kediaman Donda sempat tergenang air yang masuk hingga ke dalam rumahnya. Di luar rumah, ketinggian air sempat mencapai setengah betis atau sekitar 30 cm. Di dalam, air hanya sedikit membasahi sebagian ruangan. Beruntung, menjelang siang air sudah mulai surut dan kondisi rumahnya kembali normal.
Donda mengemukakan, ini adalah banjir pertama yang dia alami selama lima tahun bermukim di Menteng.
"Kayaknya karena tanggul Latuharhary jebol deh. Dulu nggak pernah banjir," tambah dia.
Selain harus bersabar di tengah pemadaman listrik, Donda mengaku tidak ada kerusakan yang berarti di rumahnya.
"Paling lemari, meja, tempat tidur basah aja. Sama repot ngepel pakai karbol."
Dia pun menemukan beberapa binatang yang terbawa air banjir, seperti kecoa dan kalajengking.
Pengalaman banjir hanya sehari dia alami, hari ini kondisi rumahnya sudah kembali seperti sedia kala tanpa ada genangan air.
Lain halnya dengan Citra Puspitaningrum (24), warga Bekasi Barat. Hujan besar kemarin membuatnya mengalami banjir untuk kedua kalinya. Saat hujan melanda, genangan air setinggi 10 cm sempat memasuki rumahnya.
Citra mengaku sama sekali tidak mengantisipasi terjadinya banjir tahun ini.
"Mikirnya kan banjirnya 5 tahunan. 2012 udah lewat. Lagian biasanya kalaupun banjir akibat hujan deras cuma tergenang di jalan, nggak sampai masuk rumah," kata dia saat dihubungi ANTARA News.
Namun, yang disyukurinya adalah banjir kemarin tidak separah yang terjadi pada 2007.
"Kalau 2007 saya mengungsi karena air masuk rumah sampai setinggi dada orang dewasa. Baru surut setelah seminggu."
Kali ini, dia belum berniat mengungsi."Masih agak waspada sedikit sih, tapi nggak niat ngungsi karena masih bisa tidur di rumah."
Baginya, banjir tidak pernah membawa pengalaman menyenangkan."Sebel kalau beres-beres pasca banjir," kata dia.
Sementara itu, Virgi Agita (24) yang tinggal di Kalimalang hanya merasakan dampak pemadaman listrik. Rumahnya aman dari genangan air.
Banjir hanya pernah dialaminya kala 2007 saat masih menjadi siswi SMA di Bukit Duri.
"Miris lihat itu SMA jadi kali," kata dia pada ANTARA News.
Perempuan yang pernah menjadi relawan kala banjir itu mengemukakan, bencana alam kali ini selayaknya ditanggapi dengan tindakan positif.
"Be positif aja, bukan dengan mengeluh, bukan dengan saling menyalahkan, tapi dengan aksi. Lakukan apa yang bisa dilakukan, bantu apa yang bisa dibantu" ujar dia.
Dia menyayangkan banjir yang menurutnya dipolitisasi oleh media dan pihak tertentu.
"Misalnya 'banjir Jakarta sekarang lebih parah dari tahun 2007, pemerintah ngapain aja selama ini?'"
Menurut dia, banjir di Jakarta tidak bisa dihindari karena faktor alam dan tata kota yang belum maksimal untuk mengantisipasi banjir.
"Selain faktor alam seperti hujan lebat, tentu ada faktor-faktor lain seperti kurang daerah resapan dan sistem drainase yang buruk."
Hal yang belum bisa dipersiapkan Jakarta, lanjut dia, adalah sistem mitigasi dan evakuasi yang matang.
Dia membandingkan banjir di Jakarta dengan bencana serupa yang terjadi di Inggris, tempat dia tinggal selama 2012.
"Di Inggris juga gitu, di beberapa kota kalau ada badai sama hujan lebat datang ya pasti banjir. Cuma, yang menurut saya belum ada di Jakarta itu sistem mitigation sama evacuation plan yang matang." kata lulusan University of Manchester itu.
(nan)
"Rasanya seru juga ya soalnya air yang masuk ke rumah cuma sedikit. Tapi ya beda cerita kalau banjirnya tinggi," kata Donda Priyankha (24) yang tinggal di Jalan Cendana, Menteng.
Kemarin pagi, kediaman Donda sempat tergenang air yang masuk hingga ke dalam rumahnya. Di luar rumah, ketinggian air sempat mencapai setengah betis atau sekitar 30 cm. Di dalam, air hanya sedikit membasahi sebagian ruangan. Beruntung, menjelang siang air sudah mulai surut dan kondisi rumahnya kembali normal.
Donda mengemukakan, ini adalah banjir pertama yang dia alami selama lima tahun bermukim di Menteng.
"Kayaknya karena tanggul Latuharhary jebol deh. Dulu nggak pernah banjir," tambah dia.
Selain harus bersabar di tengah pemadaman listrik, Donda mengaku tidak ada kerusakan yang berarti di rumahnya.
"Paling lemari, meja, tempat tidur basah aja. Sama repot ngepel pakai karbol."
Dia pun menemukan beberapa binatang yang terbawa air banjir, seperti kecoa dan kalajengking.
Pengalaman banjir hanya sehari dia alami, hari ini kondisi rumahnya sudah kembali seperti sedia kala tanpa ada genangan air.
Lain halnya dengan Citra Puspitaningrum (24), warga Bekasi Barat. Hujan besar kemarin membuatnya mengalami banjir untuk kedua kalinya. Saat hujan melanda, genangan air setinggi 10 cm sempat memasuki rumahnya.
Citra mengaku sama sekali tidak mengantisipasi terjadinya banjir tahun ini.
"Mikirnya kan banjirnya 5 tahunan. 2012 udah lewat. Lagian biasanya kalaupun banjir akibat hujan deras cuma tergenang di jalan, nggak sampai masuk rumah," kata dia saat dihubungi ANTARA News.
Namun, yang disyukurinya adalah banjir kemarin tidak separah yang terjadi pada 2007.
"Kalau 2007 saya mengungsi karena air masuk rumah sampai setinggi dada orang dewasa. Baru surut setelah seminggu."
Kali ini, dia belum berniat mengungsi."Masih agak waspada sedikit sih, tapi nggak niat ngungsi karena masih bisa tidur di rumah."
Baginya, banjir tidak pernah membawa pengalaman menyenangkan."Sebel kalau beres-beres pasca banjir," kata dia.
Sementara itu, Virgi Agita (24) yang tinggal di Kalimalang hanya merasakan dampak pemadaman listrik. Rumahnya aman dari genangan air.
Banjir hanya pernah dialaminya kala 2007 saat masih menjadi siswi SMA di Bukit Duri.
"Miris lihat itu SMA jadi kali," kata dia pada ANTARA News.
Perempuan yang pernah menjadi relawan kala banjir itu mengemukakan, bencana alam kali ini selayaknya ditanggapi dengan tindakan positif.
"Be positif aja, bukan dengan mengeluh, bukan dengan saling menyalahkan, tapi dengan aksi. Lakukan apa yang bisa dilakukan, bantu apa yang bisa dibantu" ujar dia.
Dia menyayangkan banjir yang menurutnya dipolitisasi oleh media dan pihak tertentu.
"Misalnya 'banjir Jakarta sekarang lebih parah dari tahun 2007, pemerintah ngapain aja selama ini?'"
Menurut dia, banjir di Jakarta tidak bisa dihindari karena faktor alam dan tata kota yang belum maksimal untuk mengantisipasi banjir.
"Selain faktor alam seperti hujan lebat, tentu ada faktor-faktor lain seperti kurang daerah resapan dan sistem drainase yang buruk."
Hal yang belum bisa dipersiapkan Jakarta, lanjut dia, adalah sistem mitigasi dan evakuasi yang matang.
Dia membandingkan banjir di Jakarta dengan bencana serupa yang terjadi di Inggris, tempat dia tinggal selama 2012.
"Di Inggris juga gitu, di beberapa kota kalau ada badai sama hujan lebat datang ya pasti banjir. Cuma, yang menurut saya belum ada di Jakarta itu sistem mitigation sama evacuation plan yang matang." kata lulusan University of Manchester itu.
(nan)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: