Artikel
Optimisme ASEAN untuk menjadi "Epicentrum of Growth"
Oleh Mujahidin Nur*)
12 Mei 2023 18:30 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan sejumlah kepala negara peserta KTT ke-42 ASEAN menaiki kapal pinisi di Labuan Bajo, NTT, Rabu (10/5/2023). Presiden mengajak pemimpin negara-negara peserta KTT ke-42 ASEAN menaiki kapal pinisi untuk menyaksikan keindahan alam Labuan Bajo. POOL/ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa/aa.
Jakarta (ANTARA) - KTT ASEAN ke-42 tahun 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada 9-11 Mei akhirnya usai.
Dalam sambutannya pada pembukaan acara Leaders’ Interface With Representative of ASEAN Interparliamentary Assembly (APA) yang merupakan bagian dari KTT ASEAN, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan parlemen harus di perkuat untuk menjaga dan memperkokoh stabilitas politik dan demokrasi di kawasan.
KTT ASEAN kali ini memang diselenggarakan ketika negara-negara ASEAN sedang menghadapi berbagai permasalahan yang berbeda-beda, mulai dari pengangguran, resesi ekonomi, perubahan iklim, ketidakstabilan politik domestik, meningkatnya tensi militer, menajamnya poros AS versus China, hak asasi manusia, kesenjangan sosial-ekonomi, termasuk di dalamnya penyebaran ideologi terorisme.
Kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi negara-negara ASEAN, Leander von Kameke pernah melakukan survei berjudul "Leading Challenges Facing ASEAN 2023 By Country," yang diterbitkan pada 6 April 2023 pada laman www.statista.com.
Hasil riset yang ditulis oleh Leander Von Kameke sejatinya menjadi agenda-agenda yang juga dibahas pada KTT ASEAN kali ini. Sehingga, mimpi menjadikan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bisa diwujudkan.
Negara-negara ASEAN tentu harus menjalankan agenda-agenda strategis untuk penyelesaian masalah-masalah yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari negara-negara ASEAN.
Dalam masalah pengangguran dan resesi ekonomi, misalnya, setiap negara menghadapi tingkat masalah yang berbeda-beda, yakni Indonesia (70,2 persen), Kamboja (69,4 persen), Malaysia (63,7 persen), Thailand (62,5 persen), Laos (61,7 persen), Filipina (60,6 persen), Vietnam (53,7 persen), Brunei Darussalam (49,2 persen), Singapura (45,2 persen), dan Myanmar (22 persen). Dalam urusan pengangguran, Indonesia paling banyak menghadapi tantangan.
Sementara dalam kaitannya dengan perubahan iklim sampai hari ini Filipina (76,8 persen) menduduki urutan pertama di ASEAN baru kemudian disusul oleh Brunei Darusalam (74,2 persen), Vietnam (64,7 persen), Malaysia (61,3 persen), Singapura (60,1 persen), Indonesia (60,3 persen), Kamboja (52,2 persen), Laos (50,5 persen), Thailand (41,7 persen), dan Myanmar (9,4 persen).
Permasalahan lain yang perlu dibahas dalam KTT ASEAN adalah mengenai ketidakstabilan politik domestik di negara-negara ASEAN dimana Myanmar (58 persen) menduduki urutan pertama dalam permasalahan ketidakstabilan politik untuk kemudian disusul oleh Malaysia (50,8 persen), Laos (47,7 persen), Indonesia (38 persen), Thailand (37,5 persen), Brunai (33,3 persen), Singapura (31,7 persen), Vietnam (30,1 persen), Filipina (20,2 persen), dan Kamboja (14,9 persen).
Di luar dari permasalahan-permasalahan tersebut, masih menurut Leander Von Kameke, negara-negara di kawasan ASEAN juga menghadapi tensi militer yang terjadi akibat faktor persaingan negara-negara di luar ASEAN.
Selain bagaimana polarisasi negara-negara ASEAN akibat kontestasi China dan Amerika di kawasan pun menjadi isu krusial yang saat ini dihadapi oleh negara-negara ASEAN.
Kemudian, tentu saja masalah pelanggaran HAM yang masih banyak terjadi di negara-negara ASEAN, melebarnya kesenjangan sosial, dan penyebaran ideologi terorisme yang masih menjadi bahaya laten ke depan.
Untuk menjadikan negara ASEAN sebagai kawasan yang modern, mampu beradaptasi dengan teknologi baru dan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang dinamis maka sudah seharusnya negara-negara ASEAN bersama-sama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini menjadi masalah krusial dan belum terselesaikan.
Karenanya, KTT ASEAN kali ini bisa menjadi ajang komunikasi multilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk mengatasi berbagai permasalahan di kawasan.
Isu Prioritas
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, KTT ke-42 ASEAN membahas statemen pemimpin ASEAN tentang penguatan institusi ASEAN, visi ASEAN pasca-2025, perkembangan di Myanmar, pemulihan ekonomi pascapandemi, penguatan arsitektur kesehatan di kawasan, serta isu penting lainnya di kawasan dan luar Kawasan.
KTT ke-42 ASEAN juga menghasilkan sejumlah dokumen penting lain mengenai penanganan kejahatan perdagangan orang (TPPO), perlindungan pekerja migran dan keluarganya di masa krisis, kesehatan, ekosistem kendaraan listrik, serta pengembangan jejaring desa ASEAN.
Bagi Indonesia KTT kali ini juga bisa menjadi momentum mempromosikan kawasan destinasi pariwisata super prioritas di Indonesia Timur, termasuk meningkatkan industri pariwisata di Labuan Bajo, selain tentu saja tentang bagaimana Indonesia memainkan peranan penting di kawasan dan manfaatkan momentum peran penting dalam kepemimpinan ASEAN.
Ambisi menjadikan ASEAN sebagai epicentrum of growth sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo tentu merupakan sebuah tantangan bersama.
Menurut Presiden, epicentrum of growth di ASEAN bisa diwujudkan dengan modal persatuan antar negara-negara ASEAN.
Persatuan negara-negara Asia Tenggara ini akan mampu menjadikan ASEAN sebagai pemain sentral dalam pembawa perdamaian dan kemajuan dunia.
Dalam pandangan Presiden Joko Widodo kolaborasi antarpemimpin negara-negara ASEAN juga parlemen akan memperkokoh stabilitas politik dan demokrasi yang merupakan salah satu kunci utama pertumbuhan ekonomi (economic growth) di kawasan.
Di samping itu, dengan demografi negara-negara ASEAN yang 34 persen diantaranya adalah anak-anak muda usia produktif, Presiden Joko Widodo merasa yakin bahwa ke depan ASEAN akan menjadi epicentrum of growth. Ide-ide kreatif dan inovatif anak-anak muda akan menjadi motor penggerak yang mendorong ASEAN sebagai epicentrum of growth.
Alhasil, ambisi menjadikan ASEAN sebagai epicentrum of growth merupakan ide maju yang perlu mendapatkan dukungan semua negara dan perlu keterlibatan aktif para pemuda ASEAN.
Belajar dari negara-negara Eropa dalam artikel berjudul “How Did Europa become so rich” atau bagaimana mereka mampu menjadi benua paling makmur dan kaya di dunia ternyata karena mereka melakukan investasi SDM secara besar-besaran, mengembangkan inovasi dalam teknologi, memberikan pendidikan yang maju pada generasi muda, fasilitas riset yang memadai, dan tentu saja Eropa merupakan kawasan yang transparan dan stabil secara politik.
Apabila ASEAN mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan fundamental di kawasan maka niscaya mudah bagi kawasan ini untuk menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia.
Maka sudah saatnya menjadikan inisiatif membangun Epicentrum of Growth sebagai inisiatif kawasan yang menjadi jargon kompetitif kawasan di kancah internasional.
Beberapa pekerjaan rumah terdekat yakni membangun infrastruktur ekonomi yang stabil dan aman. Selain itu, melakukan investasi besar-besaran pada generasi muda untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, dilanjutkan upaya membangun infrastruktur kelas dunia serta hal-hal yang menunjang lainnya.
Dengan begitu, maka keinginan untuk menjadikan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth niscaya akan terwujud dan kawasan ASEAN akan menjadi "sepetak kawasan surga" yang maju dan penuh kedamaian.
*) Mujahidin Nur adalah Direktur Peace Literacy Institute Indonesia dan Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Antar Lembaga BKM (Badan Kesejahteraan Masjid).
Dalam sambutannya pada pembukaan acara Leaders’ Interface With Representative of ASEAN Interparliamentary Assembly (APA) yang merupakan bagian dari KTT ASEAN, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan parlemen harus di perkuat untuk menjaga dan memperkokoh stabilitas politik dan demokrasi di kawasan.
KTT ASEAN kali ini memang diselenggarakan ketika negara-negara ASEAN sedang menghadapi berbagai permasalahan yang berbeda-beda, mulai dari pengangguran, resesi ekonomi, perubahan iklim, ketidakstabilan politik domestik, meningkatnya tensi militer, menajamnya poros AS versus China, hak asasi manusia, kesenjangan sosial-ekonomi, termasuk di dalamnya penyebaran ideologi terorisme.
Kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi negara-negara ASEAN, Leander von Kameke pernah melakukan survei berjudul "Leading Challenges Facing ASEAN 2023 By Country," yang diterbitkan pada 6 April 2023 pada laman www.statista.com.
Hasil riset yang ditulis oleh Leander Von Kameke sejatinya menjadi agenda-agenda yang juga dibahas pada KTT ASEAN kali ini. Sehingga, mimpi menjadikan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bisa diwujudkan.
Negara-negara ASEAN tentu harus menjalankan agenda-agenda strategis untuk penyelesaian masalah-masalah yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari negara-negara ASEAN.
Dalam masalah pengangguran dan resesi ekonomi, misalnya, setiap negara menghadapi tingkat masalah yang berbeda-beda, yakni Indonesia (70,2 persen), Kamboja (69,4 persen), Malaysia (63,7 persen), Thailand (62,5 persen), Laos (61,7 persen), Filipina (60,6 persen), Vietnam (53,7 persen), Brunei Darussalam (49,2 persen), Singapura (45,2 persen), dan Myanmar (22 persen). Dalam urusan pengangguran, Indonesia paling banyak menghadapi tantangan.
Sementara dalam kaitannya dengan perubahan iklim sampai hari ini Filipina (76,8 persen) menduduki urutan pertama di ASEAN baru kemudian disusul oleh Brunei Darusalam (74,2 persen), Vietnam (64,7 persen), Malaysia (61,3 persen), Singapura (60,1 persen), Indonesia (60,3 persen), Kamboja (52,2 persen), Laos (50,5 persen), Thailand (41,7 persen), dan Myanmar (9,4 persen).
Permasalahan lain yang perlu dibahas dalam KTT ASEAN adalah mengenai ketidakstabilan politik domestik di negara-negara ASEAN dimana Myanmar (58 persen) menduduki urutan pertama dalam permasalahan ketidakstabilan politik untuk kemudian disusul oleh Malaysia (50,8 persen), Laos (47,7 persen), Indonesia (38 persen), Thailand (37,5 persen), Brunai (33,3 persen), Singapura (31,7 persen), Vietnam (30,1 persen), Filipina (20,2 persen), dan Kamboja (14,9 persen).
Di luar dari permasalahan-permasalahan tersebut, masih menurut Leander Von Kameke, negara-negara di kawasan ASEAN juga menghadapi tensi militer yang terjadi akibat faktor persaingan negara-negara di luar ASEAN.
Selain bagaimana polarisasi negara-negara ASEAN akibat kontestasi China dan Amerika di kawasan pun menjadi isu krusial yang saat ini dihadapi oleh negara-negara ASEAN.
Kemudian, tentu saja masalah pelanggaran HAM yang masih banyak terjadi di negara-negara ASEAN, melebarnya kesenjangan sosial, dan penyebaran ideologi terorisme yang masih menjadi bahaya laten ke depan.
Untuk menjadikan negara ASEAN sebagai kawasan yang modern, mampu beradaptasi dengan teknologi baru dan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang dinamis maka sudah seharusnya negara-negara ASEAN bersama-sama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini menjadi masalah krusial dan belum terselesaikan.
Karenanya, KTT ASEAN kali ini bisa menjadi ajang komunikasi multilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk mengatasi berbagai permasalahan di kawasan.
Isu Prioritas
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, KTT ke-42 ASEAN membahas statemen pemimpin ASEAN tentang penguatan institusi ASEAN, visi ASEAN pasca-2025, perkembangan di Myanmar, pemulihan ekonomi pascapandemi, penguatan arsitektur kesehatan di kawasan, serta isu penting lainnya di kawasan dan luar Kawasan.
KTT ke-42 ASEAN juga menghasilkan sejumlah dokumen penting lain mengenai penanganan kejahatan perdagangan orang (TPPO), perlindungan pekerja migran dan keluarganya di masa krisis, kesehatan, ekosistem kendaraan listrik, serta pengembangan jejaring desa ASEAN.
Bagi Indonesia KTT kali ini juga bisa menjadi momentum mempromosikan kawasan destinasi pariwisata super prioritas di Indonesia Timur, termasuk meningkatkan industri pariwisata di Labuan Bajo, selain tentu saja tentang bagaimana Indonesia memainkan peranan penting di kawasan dan manfaatkan momentum peran penting dalam kepemimpinan ASEAN.
Ambisi menjadikan ASEAN sebagai epicentrum of growth sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo tentu merupakan sebuah tantangan bersama.
Menurut Presiden, epicentrum of growth di ASEAN bisa diwujudkan dengan modal persatuan antar negara-negara ASEAN.
Persatuan negara-negara Asia Tenggara ini akan mampu menjadikan ASEAN sebagai pemain sentral dalam pembawa perdamaian dan kemajuan dunia.
Dalam pandangan Presiden Joko Widodo kolaborasi antarpemimpin negara-negara ASEAN juga parlemen akan memperkokoh stabilitas politik dan demokrasi yang merupakan salah satu kunci utama pertumbuhan ekonomi (economic growth) di kawasan.
Di samping itu, dengan demografi negara-negara ASEAN yang 34 persen diantaranya adalah anak-anak muda usia produktif, Presiden Joko Widodo merasa yakin bahwa ke depan ASEAN akan menjadi epicentrum of growth. Ide-ide kreatif dan inovatif anak-anak muda akan menjadi motor penggerak yang mendorong ASEAN sebagai epicentrum of growth.
Alhasil, ambisi menjadikan ASEAN sebagai epicentrum of growth merupakan ide maju yang perlu mendapatkan dukungan semua negara dan perlu keterlibatan aktif para pemuda ASEAN.
Belajar dari negara-negara Eropa dalam artikel berjudul “How Did Europa become so rich” atau bagaimana mereka mampu menjadi benua paling makmur dan kaya di dunia ternyata karena mereka melakukan investasi SDM secara besar-besaran, mengembangkan inovasi dalam teknologi, memberikan pendidikan yang maju pada generasi muda, fasilitas riset yang memadai, dan tentu saja Eropa merupakan kawasan yang transparan dan stabil secara politik.
Apabila ASEAN mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan fundamental di kawasan maka niscaya mudah bagi kawasan ini untuk menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia.
Maka sudah saatnya menjadikan inisiatif membangun Epicentrum of Growth sebagai inisiatif kawasan yang menjadi jargon kompetitif kawasan di kancah internasional.
Beberapa pekerjaan rumah terdekat yakni membangun infrastruktur ekonomi yang stabil dan aman. Selain itu, melakukan investasi besar-besaran pada generasi muda untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, dilanjutkan upaya membangun infrastruktur kelas dunia serta hal-hal yang menunjang lainnya.
Dengan begitu, maka keinginan untuk menjadikan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth niscaya akan terwujud dan kawasan ASEAN akan menjadi "sepetak kawasan surga" yang maju dan penuh kedamaian.
*) Mujahidin Nur adalah Direktur Peace Literacy Institute Indonesia dan Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Antar Lembaga BKM (Badan Kesejahteraan Masjid).
Copyright © ANTARA 2023
Tags: