Mataram (ANTARA) - PT PLN (Persero) Nusa Tenggara Barat merencanakan penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan dari sebesar 40,52 Mega Watt (MW) menjadi 41,82 MW hingga akhir 2023 sebagai upaya pengurangan emisi karbon yang merusak lingkungan.

Manajer PLN Unit Pelaksana Pembangkitan Lombok Anton Wibisono, di Mataram, Rabu, menjelaskan telah memanfaatkan komposisi bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam pembangkit listrik yang dikelola.

Saat ini kontribusi energi terbarukan sekitar 4,09 persen dari total energi produksi pembangkit, yaitu dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 1,74 persen, pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) sebesar 2,2 persen dan biomassa sebesar 0,15 persen.

"Total daya yang bersumber dari EBT sebesar 40,52 MW atau 8,05 persen dari kapasitas total daya mampu yang dibangkitkan. Ini terdiri atas 18,59 MW PLTMH dan 21,92 MW PLTS," katanya.

PLN terus melakukan upaya pengurangan emisi dengan memanfaatkan EBT sebagai salah satu cara untuk mempercepat transisi energi bersih dan mengurangi emisi karbon dalam penggunaan energi fosil.

Pemanfaatan bioenergi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan mengolah sumber daya yang ada menjadi jawaban dari kebutuhan EBT di tengah tantangan yang dinamis.

Anton menambahkan program penambahan pembangkitan EBT telah masuk dalam agenda RUPTL tahun 2023-2032 guna memenuhi permintaan melalui penambahan pembangkit serta mendukung peningkatan program bauran energi EBT nasional.

"Capaian tersebut menjadi salah satu bukti keseriusan PLN mendukung pemerintah dalam percepatan pemanfaatan EBT menuju target 33,15 persen pada 2032. Rencana penambahan kapasitas pembangkit EBT pada tahun tersebut sebesar 166,59 MW," ujarnya.

PLN NTB juga sudah menggunakan bioenergi ini di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) melalui teknologi co firing, yakni penggunaan biomassa sebagai bahan bakar substitusi batu bara, baik sebagian ataupun seluruhnya.

Jenis co firing yang digunakan adalah sampah yang telah diolah menjadi solid recovered fuel, sekam padi, serbuk kayu, bonggol jagung dan juga serpihan atau potongan kayu. Melalui teknologi ini, PLN tak hanya mengurangi angka ketergantungan akan batu bara tetapi juga menghasilkan energi yang lebih bersih.

"Implementasi co firing akan memberikan dampak terhadap penurunan emisi karbon. Tak hanya itu, juga akan berdampak pada pergerakan ekonomi masyarakat karena akan melibatkan banyak masyarakat dalam proses implementasinya," ucap Anton.