Wamenkumham sebut RUU Perampasan Aset bisa rampas tanpa putusan pidana
10 Mei 2023 17:31 WIB
Tangkapan layar - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dalam diskusi publik "Akselerasi Reformasi Hukum dengan Penyusunan UU Perampasan Aset" seperti dipantau dari Jakarta, Rabu (10/5/2023). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset memungkinkan perampasan aset tanpa berdasarkan pada putusan pidana pelaku tindak pidana.
"Dalam Pasal 2 rancangan undang-undang tersebut berbunyi perampasan aset berdasarkan undang-undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana," kata Edward dalam diskusi publik "Akselerasi Reformasi Hukum dengan Penyusunan UU Perampasan Aset" seperti dipantau di Jakarta, Rabu.
Artinya, lanjut Edward, perampasan aset dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana tanpa menunggu putusan pidana. Aturan tersebut belum pernah diatur di dalam undang-undang sebelumnya.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR siap bahas RUU Perampasan Aset dengan teliti
Sementara itu, terkait dengan perampasan aset yang harus ada putusan pidana, dia mengatakan aturan tersebut sudah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan beberapa undang-undang lain.
"Oleh karena itu, dalam rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR, ini betul-betul sesuatu yang belum diatur sama sekali," tambahnya.
Dia menggarisbawahi bahwa RUU Perampasan Aset tidak hanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
RUU tersebut juga berkaitan dengan tindak pidana lain, seperti tindak pidana yang melibatkan aset dengan nilai paling sedikit Rp100 juta serta aset terkait tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara minimal empat tahun.
Baca juga: Mahfud isyaratkan pemerintah perpanjang masa kerja Satgas BLBI
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 6 draf RUU Perampasan Aset yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR.
"Mengapa kami menentukan empat tahun? Karena ada beberapa kejahatan yang sebetulnya dari sisi pidana penjara ringan, tetapi merupakan kejahatan yang berdampak terhadap ekonomi, keuangan," ujar Edward.
Sebelumnya, Senin (8/5), Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa Surat Presiden (Surpres) soal RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima oleh DPR RI pada Kamis (4/5).
"Iya betul, DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei," kata Indra.
Baca juga: Sekjen DPR: Surpres RUU Perampasan Aset diterima DPR pada 4 Mei
"Dalam Pasal 2 rancangan undang-undang tersebut berbunyi perampasan aset berdasarkan undang-undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana," kata Edward dalam diskusi publik "Akselerasi Reformasi Hukum dengan Penyusunan UU Perampasan Aset" seperti dipantau di Jakarta, Rabu.
Artinya, lanjut Edward, perampasan aset dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana tanpa menunggu putusan pidana. Aturan tersebut belum pernah diatur di dalam undang-undang sebelumnya.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR siap bahas RUU Perampasan Aset dengan teliti
Sementara itu, terkait dengan perampasan aset yang harus ada putusan pidana, dia mengatakan aturan tersebut sudah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan beberapa undang-undang lain.
"Oleh karena itu, dalam rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR, ini betul-betul sesuatu yang belum diatur sama sekali," tambahnya.
Dia menggarisbawahi bahwa RUU Perampasan Aset tidak hanya berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
RUU tersebut juga berkaitan dengan tindak pidana lain, seperti tindak pidana yang melibatkan aset dengan nilai paling sedikit Rp100 juta serta aset terkait tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara minimal empat tahun.
Baca juga: Mahfud isyaratkan pemerintah perpanjang masa kerja Satgas BLBI
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 6 draf RUU Perampasan Aset yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR.
"Mengapa kami menentukan empat tahun? Karena ada beberapa kejahatan yang sebetulnya dari sisi pidana penjara ringan, tetapi merupakan kejahatan yang berdampak terhadap ekonomi, keuangan," ujar Edward.
Sebelumnya, Senin (8/5), Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa Surat Presiden (Surpres) soal RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima oleh DPR RI pada Kamis (4/5).
"Iya betul, DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei," kata Indra.
Baca juga: Sekjen DPR: Surpres RUU Perampasan Aset diterima DPR pada 4 Mei
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023
Tags: