IFG Progress perkirakan pertumbuhan ekonomi capai 4,8 persen di 2023
10 Mei 2023 16:31 WIB
Research Associate IFG Progress Rizky Rizaldi Ronaldo dalam Mini-Media Gathering di Jakarta, Rabu (10/5/2023). ANTARA/Sanya Dinda/am.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Research Associate IFG Progress Rizky Rizaldi Ronaldo memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sekitar 4,6 sampai 4,8 persen secara tahunan di 2023 atau melemah dibandingkan pertumbuhan tahun 2022 sebesar 5,31 persen.
“Kita melihat bahwa ada beberapa fenomena yang harus diwaspadai. Hambatan yang dihadapi ke depan masih ada, jadi pertumbuhan belum bisa garis lurus, dan kita ambil view yang lebih pesimis,” kata Rizky di Mini-Media Gathering di Jakarta, Rabu.
Indonesia masih perlu mewaspadai pelemahan harga komoditas yang akan berdampak terhadap ekspor, yang pada 2022 menjadi salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Bank Mandiri: Ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dari negara lain
“Jadi kita hampir kehilangan dampak kenaikan harga komoditas-komoditas seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Dengan hilangnya efek komoditas tersebut, dorongannya terhadap pertumbuhan ekonomi juga akan hilang,” katanya.
Ketidakpastian kondisi perekonomian dan kondisi sektor keuangan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya, juga perlu diwaspadai oleh Indonesia.
Kebijakan bank-bank sentral dunia yang mempertahankan suku bunga acuan tinggi di 2023 demi menahan laju inflasi juga berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia, berpotensi melemah.
“Kalau suku bunga acuan tinggi, kemungkinan perekonomian tidak akan berjalan secepat biasanya. Ini juga akan menggeser asumsi kita terhadap kondisi ekonomi makro dan asuransi,” katanya.
Adapun dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi mencapai 4,6 sampai 4,8 persen di 2023, IFG Progress memperkirakan premi asuransi jiwa akan tumbuh 2 sampai 5 persen, sedangkan premi asuransi umum akan bertumbuh 6 persen secara tahunan.
Baca juga: Menkeu proyeksi pertumbuhan ekonomi tetap kuat berkat konsumsi swasta
“Kita melihat bahwa ada beberapa fenomena yang harus diwaspadai. Hambatan yang dihadapi ke depan masih ada, jadi pertumbuhan belum bisa garis lurus, dan kita ambil view yang lebih pesimis,” kata Rizky di Mini-Media Gathering di Jakarta, Rabu.
Indonesia masih perlu mewaspadai pelemahan harga komoditas yang akan berdampak terhadap ekspor, yang pada 2022 menjadi salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Bank Mandiri: Ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dari negara lain
“Jadi kita hampir kehilangan dampak kenaikan harga komoditas-komoditas seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Dengan hilangnya efek komoditas tersebut, dorongannya terhadap pertumbuhan ekonomi juga akan hilang,” katanya.
Ketidakpastian kondisi perekonomian dan kondisi sektor keuangan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya, juga perlu diwaspadai oleh Indonesia.
Kebijakan bank-bank sentral dunia yang mempertahankan suku bunga acuan tinggi di 2023 demi menahan laju inflasi juga berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia, berpotensi melemah.
“Kalau suku bunga acuan tinggi, kemungkinan perekonomian tidak akan berjalan secepat biasanya. Ini juga akan menggeser asumsi kita terhadap kondisi ekonomi makro dan asuransi,” katanya.
Adapun dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi mencapai 4,6 sampai 4,8 persen di 2023, IFG Progress memperkirakan premi asuransi jiwa akan tumbuh 2 sampai 5 persen, sedangkan premi asuransi umum akan bertumbuh 6 persen secara tahunan.
Baca juga: Menkeu proyeksi pertumbuhan ekonomi tetap kuat berkat konsumsi swasta
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023
Tags: