Belfast, Inggris Raya (ANTARA News) - Kerusuhan pendemo pro persatuan Inggris (unionis) terus terjadi di Irlandia Utara saat Dewan Kota membatasi pengibaran bendera di balai kota.

Aksi kurang simpatik itu memperparah stabilitas Belfast di tengah kemiskinan, pengangguran dan merosotnya prestasi pendidikan.

Kerusuhan dipicu oleh keputusan Dewan Kota menyetujui pembatasan pengibaran bendera Inggris hanya pada hari-hari tertentu sejak 3 Desember.

Massa loyalis yang terdiri dari kelompok Kristen Protestan Unionis kecewa dengan keputusan itu.

Pada Sabtu, terhitung sebanyak 29 polisi luka-luka akibat aksi masa.

"Bendera Inggris Raya itu sudah berkibar selama 106 tahun dan harus terus berkibar," kata seorang pendemo (59 tahun) di timur Belfast.

Dominic Bryan, seorang Direktur Institut Studi Irlandia dari Queen`s University Belfast mengatakan keterikatan pada bendera dan lambang akan meningkatkan perseteruan antaretnis.

Menurutnya politisi unionis telah gagal meyakinkan para pendukungnya untuk memperjuangkan aspirasi mereka dengan adanya kebijakan pembatasan pengibaran bendera di Balai Kota.

"Pada awalnya, Belfast merupakan kawasan yang didominasi kaum protestan dan unionis, tapi kini perbandingan dengan nasionalis mencapai 50-50," kata dia.

"Kebijakan pemasangan bendera menunjukkan perubahan politik. Meskipun begitu, masyarakat di Irlandia Utara telah berubah secara dramatis."

Menteri Perkembangan Regional Irlandia Utara Danny Kennedy mengatakan politisi harus turun ke jalan untuk mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa.

"Sebagian masa unionis protestan merasa terisolasi dan terasing dari proses politik. Mereka menganggap jiwa ke-Inggrisan mereka sedang dirusak," kata tokoh dari Partai Unionis Ulster itu.

Sinn Fein, tokoh Partai Nasionalis Irlandia merasa unionis telah kehilangan sentuhan dalam mengakomodir aspirasi pendukungnya.

Demonstran unionis merasa tidak diuntungkan oleh perjanjian damai Jumat Agung 1998 yang mengamanahkan pembagian kekuasaan antara unionis dan nasionalis.

"Kami tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perjanjian itu," kata pendemo berusia 59 tahun.

"Kaum nasionalis banyak diuntungkan, mereka mendapatkan sekolah baru, rumah baru dan mendapatkan segalanya. Akan tetapi kami (unionis) sepenuhnya dilupakan. Para politisi tidak peduli sedikitpun tapi mereka mendapatkan yang mereka mau," katanya.
(ANT)