Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan ada 152 ribu hektare kawasan hutan saat ini telah berstatus hutan adat tersebar pada 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

"Hutan adat sekarang sudah ada di 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Ada 108 komunitas dengan 152.000 hektare," kata Kepala Seksi Pencadangan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal Kementerian LHK Yuli Prasetyo Nugroho dalam temu wicara Anugerah Lingkungan Goldman 2023 di Hotel Ashley, Tanah Abang, Jakarta, Selasa.
Yuli menuturkan meski luas hutan adat tidak banyak, namun sumbangsihnya terhadap pembangunan berkelanjutan dan penurunan emisi karbon sangat besar.

Kementerian LHK memasukkan hutan adat ke dalam cetak biru mengenai langkah pemulihan kawasan hutan di Indonesia yang tertuang dalam Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030.

Melalui FOLU Net Sink, Kementerian LHK berupaya menurunkan emisi dari sektor hutan dan lahan, salah satunya dengan mencapai nol deforestasi.

Sasaran implementasi kebijakan tersebut adalah tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton karbon dioksida ekuivalen.

Adapun kebijakan penurunan emisi karbon FOLU Net Sink 2030 menggunakan empat strategi utama, yakni menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.

Yuli menambahkan bahwa masyarakat adat memiliki nilai lebih terkait kearifan lokal lantaran praktik-praktik pengelolaan hutan yang dilakukan mendukung pembangunan berkelanjutan dan melakukan konservasi hutan dengan teknik tradisional.

Pemakaian kata hutan larangan dalam kearifan lokal masyarakat adat terbukti mampu menjaga kelestarian hutan tersebut.

"Kami melihat kearifan lokal ini menjadi salah satu masa depan dalam pembangunan berkelanjutan," ujar Yuli.

Pemerintah mendorong adanya payung kebijakan untuk percepatan pengakuan hutan adat sebagai bagian dari perhutanan sosial. Finalisasi Peraturan Presiden untuk perencanaan terpadu perhutanan sosial sedang dilakukan agar pengakuan hutan adat bisa menjadi lebih mudah.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan mengatakan pemerintah terus berupaya mendorong pengakuan ruang hidup bagi masyarakat adat dengan melaksanakan fungsi akselerasi program prioritas, debottlenecking jika ada sumbatan, serta komunikasi politik dan publik.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa tantangan utama yang perlu jadi perhatian saat ini adalah keterpaduan regulasi terkait masyarakat adat dan keselarasan aparatur birokrasi pemerintah.

"Perbaikannya bisa dimulai dengan menentukan visi bersama untuk pengakuan masyarakat adat, membangun dialog multi pihak, dan bekerja secara kolaboratif dalam mewujudkan pengakuan dan penguatan hak-hak masyarakat adat,” jelasnya.

Usep menyampaikan bahwa pemerintah bersama parlemen juga sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat untuk memperkuat eksistensi masyarakat adat di Indonesia. Dia memastikan penyusunan RUU itu turut melibatkan masyarakat.

"Ini sebenarnya suatu proyek lama dari pemerintah dan DPR yang belum mewujud. Kami berharap tahun terakhir Presiden Jokowi beserta DPR bisa merumuskan undang-undang itu, sehingga ada payung hukuman yang lebih kuat, integratif, sinergi, dan kolaborasi untuk pengakuan masyarakat adat sebagaimana diatur dalam konstitusi," pungkas Usep.


Baca juga: KLHK catat ada 116 komoditas yang dihasilkan dari perhutanan sosial

Baca juga: KLHK: 150 hutan adat telah diakui oleh nergara

Baca juga: Wamen LHK pastikan upaya tingkatkan akses masyarakat kelola hutan