"Muka lama" masih dominasi Pemilu 2014
12 Januari 2013 19:09 WIB
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Saan Mustopa (kanan), berbincang dengan terdakwa korupsi yang juga bekas kader Partai Demokrat, Angelina Sondakh, sebelum memberi kesaksian, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/12). Cukup banyak kader partai politik atau pengurus partai politik tersandung kasus korupsi. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Aliansi Nasionalis Indonesia, Edwin Soekowati, memperkirakan "muka-muka lama" pada Pemilu 2009 masih mendominasi kursi dewan pada Pemilu 2014.
"Ini karena sembilan dari 10 partai politik yang diloloskan KPU sebagai peserta Pemilu 2014 adalah partai politik di parlemen," kata Soekowati, di Jakarta, Sabtu. Sebagai ilustrasi, Pemilu 1999 diikuti 51 partai politik, mirip saat Pemilu 1955 dengan 55 partai politik peserta.
Menurut dia, partai politik di parlemen tentu akan berlomba mendapatkan kursi legislatif secara optimal dengan mendaftarkan kembali para kadernya yang terpilih sebagai anggota legslatif pada Pemilu 2009 lalu.
Karena itu, daftar calon anggota legislatif maupun anggota legislatif yang terpilih pada Pemilu 2014, relatif sama dengan Pemilu 2009. Ini berpotensi meningkatkan "budaya kongkalikong", mengingat banyak tersangka korupsi juga berasal dari kalang parlemen, di pusat atau di provinsi dan kabupaten.
Namun lebih ironis lagi, UU Pemilu saat ini memberlakukan persyaratan parliamentary threshold 3,5 persen secara nasional, artinya anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota hanya diisi kader dari partai politik di DPR.
"Padahal, sejumlah anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah tersandung kasus korupsi," katanya.
(R024/I014)
"Ini karena sembilan dari 10 partai politik yang diloloskan KPU sebagai peserta Pemilu 2014 adalah partai politik di parlemen," kata Soekowati, di Jakarta, Sabtu. Sebagai ilustrasi, Pemilu 1999 diikuti 51 partai politik, mirip saat Pemilu 1955 dengan 55 partai politik peserta.
Menurut dia, partai politik di parlemen tentu akan berlomba mendapatkan kursi legislatif secara optimal dengan mendaftarkan kembali para kadernya yang terpilih sebagai anggota legslatif pada Pemilu 2009 lalu.
Karena itu, daftar calon anggota legislatif maupun anggota legislatif yang terpilih pada Pemilu 2014, relatif sama dengan Pemilu 2009. Ini berpotensi meningkatkan "budaya kongkalikong", mengingat banyak tersangka korupsi juga berasal dari kalang parlemen, di pusat atau di provinsi dan kabupaten.
Namun lebih ironis lagi, UU Pemilu saat ini memberlakukan persyaratan parliamentary threshold 3,5 persen secara nasional, artinya anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota hanya diisi kader dari partai politik di DPR.
"Padahal, sejumlah anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah tersandung kasus korupsi," katanya.
(R024/I014)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Tags: