Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kota Cimahi, Jawa Barat, menargetkan untuk mengurangi kawasan kumuh seluas enam hektare pada 2023 dengan penataan di berbagai titik.
Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman DPKP Kota Cimahi Sambas Subagja mengatakan, penataan akan difokuskan di empat kelurahan yakni di RW 6 Kelurahan Cipageran, RW 12 Kelurahan Pasirkaliki, RW 1 Kelurahan Cimahi dan RW 19 Kelurahan Citeureup.
"Penanganannya kami sudah rencanakan dan tentunya DPKP tidak hanya DPKP. Ada dari OPD lainnya yang ikut terlibat dalam penataan kawasan kumuh," ujar Sambas dalam keterangan tertulis di Bandung, Jawa Barat, Senin.
Baca juga: Pengamat minta DKI waspadai arus balik tingkatkan permukiman kumuh
Sambas mengatakan penataan terhadap kawasan kumuh di Kota Cimahi ini diharapkan agar Kota Cimahi bisa terbebas dari kawasan kumuh.
Dia melanjutkan bahwa penataan kawasan kumuh tersebut terus dilakukan dan telah menunjukkan hasilnya, di mana luas kawasan kumuh di Kota Cimahi 2022 mengalami penurunan dibandingkan 2021.
"Pada 2021 kawasan kumuh di Kota Cimahi mencapai 156,44 hektare. Namun jumlah itu bisa ditekan sekitar lima hektare di tahun 2022," kata Sambas.
Sambas mengatakan, kawasan kumuh yang tersisa ada di 15 kelurahan se-Kota Cimahi, namun menurut dia semuanya masuk kategori sedang.
"Pendataan sekarang ada di semua kelurahan, kemudian di Kota Cimahi itu semuanya kumuh ringan, tidak ada yang kumuh berat," ucap Sambas.
Baca juga: Kemenkumham Sulsel harmonisasi Ranperda pemukiman kumuh Maros
Sambas menyebutkan bahwa pihaknya membutuhkan waktu yang panjang untuk membebaskan Kota Cimahi dari kawasan kumuh jika melihat pada indikator yang sudah ditentukan, seperti keteraturan bangunan, memiliki jalan lingkungan, terdapat drainase, ketersediaan air bersih, pengelolaan air limbah domestik, pengolahan sampah, hingga proteksi kebakaran.
Dari semua indikator tersebut, kata dia, hal yang paling sulit dientaskan ialah keteraturan dan kepadatan bangunan, di mana wilayah Kota Cimahi memiliki karateristik permukiman padat penduduk.
"Jadi indikator kawasan kumuh kesatu itu keteraturan dan kepadatan bangunan. Memang ini yang paling susah. Keteraturan dan kepadatan bangunan ini misalnya jalan lingkungan tidak sesuai, kemudian tidak ada RTH. Maksudnya begini, kalau betul-betul mau bebas kumuh secara visual seharusnya bangunan yang padat ini dikonsolidasi diatur ulang," ucapnya.
Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman DPKP Kota Cimahi Sambas Subagja mengatakan, penataan akan difokuskan di empat kelurahan yakni di RW 6 Kelurahan Cipageran, RW 12 Kelurahan Pasirkaliki, RW 1 Kelurahan Cimahi dan RW 19 Kelurahan Citeureup.
"Penanganannya kami sudah rencanakan dan tentunya DPKP tidak hanya DPKP. Ada dari OPD lainnya yang ikut terlibat dalam penataan kawasan kumuh," ujar Sambas dalam keterangan tertulis di Bandung, Jawa Barat, Senin.
Baca juga: Pengamat minta DKI waspadai arus balik tingkatkan permukiman kumuh
Sambas mengatakan penataan terhadap kawasan kumuh di Kota Cimahi ini diharapkan agar Kota Cimahi bisa terbebas dari kawasan kumuh.
Dia melanjutkan bahwa penataan kawasan kumuh tersebut terus dilakukan dan telah menunjukkan hasilnya, di mana luas kawasan kumuh di Kota Cimahi 2022 mengalami penurunan dibandingkan 2021.
"Pada 2021 kawasan kumuh di Kota Cimahi mencapai 156,44 hektare. Namun jumlah itu bisa ditekan sekitar lima hektare di tahun 2022," kata Sambas.
Sambas mengatakan, kawasan kumuh yang tersisa ada di 15 kelurahan se-Kota Cimahi, namun menurut dia semuanya masuk kategori sedang.
"Pendataan sekarang ada di semua kelurahan, kemudian di Kota Cimahi itu semuanya kumuh ringan, tidak ada yang kumuh berat," ucap Sambas.
Baca juga: Kemenkumham Sulsel harmonisasi Ranperda pemukiman kumuh Maros
Sambas menyebutkan bahwa pihaknya membutuhkan waktu yang panjang untuk membebaskan Kota Cimahi dari kawasan kumuh jika melihat pada indikator yang sudah ditentukan, seperti keteraturan bangunan, memiliki jalan lingkungan, terdapat drainase, ketersediaan air bersih, pengelolaan air limbah domestik, pengolahan sampah, hingga proteksi kebakaran.
Dari semua indikator tersebut, kata dia, hal yang paling sulit dientaskan ialah keteraturan dan kepadatan bangunan, di mana wilayah Kota Cimahi memiliki karateristik permukiman padat penduduk.
"Jadi indikator kawasan kumuh kesatu itu keteraturan dan kepadatan bangunan. Memang ini yang paling susah. Keteraturan dan kepadatan bangunan ini misalnya jalan lingkungan tidak sesuai, kemudian tidak ada RTH. Maksudnya begini, kalau betul-betul mau bebas kumuh secara visual seharusnya bangunan yang padat ini dikonsolidasi diatur ulang," ucapnya.