Pejabat BKKBN: Kontrasepsi pada pria lebih kecil risikonya
7 Mei 2023 11:43 WIB
Arsip Foto - Petugas kesehatan melayani warga di lokasi pelayanan Keluarga Berencana (KB) gratis di Pantai Anjungan Manakarra Mamuju, Sulawesi Barat, Minggu (19/3/2023). ANTARA FOTO/Akbar Tado/tom/am.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta Shodiqin menyampaikan bahwa pelaksanaan kontrasepsi pada pria lebih kecil risikonya dibandingkan pada perempuan.
"KB pria jauh lebih kecil risikonya. Seperti kondom, itu nyaris tidak berisiko, karena jarang ditemui pengguna yang menderita alergi lateks," katanya sebagaimana dikutip dalam siaran pers BKKBN di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, keluhan yang disampaikan oleh pria yang menggunakan kondom umumnya hanya berkenaan dengan kenyamanan dan kepraktisan. Keluhan yang lain jarang dilaporkan.
Shodiqin menjelaskan bahwa kontrasepsi dengan Metode Operasi Pria (MOP) seperti vasektomi juga hanya meliputi operasi ringan dengan pembiusan lokal yang bisa selesai dalam waktu kurang dari 20 menit jika tidak ada faktor penyulit.
"Dalam vasektomi tidak ada organ yang diambil atau dibuang, yang dilakukan adalah memotong dan mengikat saluran sperma agar air mani yang dikeluarkan tidak lagi mengandung sperma," katanya.
"Jadi, karena tidak bisa bergabung dengan air mani, maka selanjutnya diserap oleh peredaran darah untuk dimanfaatkan sel-sel atau jaringan yang membutuhkan," ia menambahkan.
Shodiqin mengemukakan bahwa persentase pria yang menjadi peserta Program KB masih sangat rendah.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017 hanya sekitar 2,7 persen pria yang menjadi peserta Program KB, yang meliputi 2,5 persen pengguna kondom dan 0,2 persen pengguna metode MOP jenis vasektomi.
Data dalam Sistem Informasi Keluarga BKKBN tahun 2022 menunjukkan bahwa ada 2,2 persen pria yang menggunakan alat kontrasepsi kondom dan 0,25 persen pria yang menjalani vasektomi.
Persentase pria yang menjadi peserta Program KB pada 2022 tercatat 2,48 persen, belum sampai separuh dari target yang ditetapkan sebesar 5,33 persen.
"Ini disebabkan oleh adanya mitos atau salah persepsi bahwa vasektomi sama seperti kebiri, yang menyebabkan hilangnya gairah, juga masih jarangnya tokoh dan pemuka masyarakat yang meneladankan ber-KB menjadi penyebab utama rendahnya capaian KB pria, khususnya vasektomi," kata Shodiqin.
Baca juga:
Kepala BKKBN: Stigma dan mitos jadi tantangan tingkatkan KB pada pria
BKKBN tekankan pentingnya partisipasi suami dalam Program KB
"KB pria jauh lebih kecil risikonya. Seperti kondom, itu nyaris tidak berisiko, karena jarang ditemui pengguna yang menderita alergi lateks," katanya sebagaimana dikutip dalam siaran pers BKKBN di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, keluhan yang disampaikan oleh pria yang menggunakan kondom umumnya hanya berkenaan dengan kenyamanan dan kepraktisan. Keluhan yang lain jarang dilaporkan.
Shodiqin menjelaskan bahwa kontrasepsi dengan Metode Operasi Pria (MOP) seperti vasektomi juga hanya meliputi operasi ringan dengan pembiusan lokal yang bisa selesai dalam waktu kurang dari 20 menit jika tidak ada faktor penyulit.
"Dalam vasektomi tidak ada organ yang diambil atau dibuang, yang dilakukan adalah memotong dan mengikat saluran sperma agar air mani yang dikeluarkan tidak lagi mengandung sperma," katanya.
"Jadi, karena tidak bisa bergabung dengan air mani, maka selanjutnya diserap oleh peredaran darah untuk dimanfaatkan sel-sel atau jaringan yang membutuhkan," ia menambahkan.
Shodiqin mengemukakan bahwa persentase pria yang menjadi peserta Program KB masih sangat rendah.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017 hanya sekitar 2,7 persen pria yang menjadi peserta Program KB, yang meliputi 2,5 persen pengguna kondom dan 0,2 persen pengguna metode MOP jenis vasektomi.
Data dalam Sistem Informasi Keluarga BKKBN tahun 2022 menunjukkan bahwa ada 2,2 persen pria yang menggunakan alat kontrasepsi kondom dan 0,25 persen pria yang menjalani vasektomi.
Persentase pria yang menjadi peserta Program KB pada 2022 tercatat 2,48 persen, belum sampai separuh dari target yang ditetapkan sebesar 5,33 persen.
"Ini disebabkan oleh adanya mitos atau salah persepsi bahwa vasektomi sama seperti kebiri, yang menyebabkan hilangnya gairah, juga masih jarangnya tokoh dan pemuka masyarakat yang meneladankan ber-KB menjadi penyebab utama rendahnya capaian KB pria, khususnya vasektomi," kata Shodiqin.
Baca juga:
Kepala BKKBN: Stigma dan mitos jadi tantangan tingkatkan KB pada pria
BKKBN tekankan pentingnya partisipasi suami dalam Program KB
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2023
Tags: