UAV Amerika Serikat dipastikan jatuh di Filipina
8 Januari 2013 19:14 WIB
UAV serang dan intai MQ-9 Reaper buatan General Atomics, Amerika Serikat (dulu dinamai Predator), bisa dikendalikan dari jarak belasan ribu kilometer. Dia bisa memuat dua bom pintar GBU-14 atau beberapa persenjataan lain pun instrumen intai dan penjejak. (NASA)
Manila (ANTARA News) - Amerika Serikat memastikan mereka merupakan pemilik pesawat pengintai tak berawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) yang jatuh di perairan Filipina. UAV itu, yang difungsikan sebagai drone diluncurkan dari USS Chafee dalam latihan tempur di pesisir Guam, September tahun lalu.
"Tampaknya arus laut membawa pesawat itu terdampar di Pulau Masbate," kata kepala perwakilan Amerika Serikat di Filipina, Selasa.
Informasi awal tentang kejatuhan UAV/drone itu berawal dari nelayan di lepas pantai, di Filipina tengah, sekitar 2.500 kilometer dari Guam.
Presiden Filipina, Benigno Aquino, sebelumnya mengijinkan pesawat pengintai milik Amerika Serikat terbang di kawasan udara Filipina untuk menghalau ancaman kemananan.
Pesawat drone biasa digunakan Filipina dalam latihan perang di perairan untuk mengantisipasi ancaman pemberontak. Ijin menerbangkan drone itu menimbulkan kontroversi karena dikhawatirkan dimanfaatkan menyerang target.
Namun pemerintah Filipina menanggapinya secara dingin. Mereka beranggapan pesawat tersebut tidak bersenjata atau digunakan untuk pengawasan tapi sekedar alat untuk latihan tempur.
Sekeretaris Jenderal politik kiri Aliansi Patriot Baru, Renato Reyes, justru menganggapnya sebagai pelanggaran AS terhadap teritorial Filipina sebagai negara merdeka.
"Tidak ada bangsa berdaulat yang memberi keleluasaan kekuatan asing beroperasi dengan bebas di wilayah udaranya," kata dia.
(A061)
"Tampaknya arus laut membawa pesawat itu terdampar di Pulau Masbate," kata kepala perwakilan Amerika Serikat di Filipina, Selasa.
Informasi awal tentang kejatuhan UAV/drone itu berawal dari nelayan di lepas pantai, di Filipina tengah, sekitar 2.500 kilometer dari Guam.
Presiden Filipina, Benigno Aquino, sebelumnya mengijinkan pesawat pengintai milik Amerika Serikat terbang di kawasan udara Filipina untuk menghalau ancaman kemananan.
Pesawat drone biasa digunakan Filipina dalam latihan perang di perairan untuk mengantisipasi ancaman pemberontak. Ijin menerbangkan drone itu menimbulkan kontroversi karena dikhawatirkan dimanfaatkan menyerang target.
Namun pemerintah Filipina menanggapinya secara dingin. Mereka beranggapan pesawat tersebut tidak bersenjata atau digunakan untuk pengawasan tapi sekedar alat untuk latihan tempur.
Sekeretaris Jenderal politik kiri Aliansi Patriot Baru, Renato Reyes, justru menganggapnya sebagai pelanggaran AS terhadap teritorial Filipina sebagai negara merdeka.
"Tidak ada bangsa berdaulat yang memberi keleluasaan kekuatan asing beroperasi dengan bebas di wilayah udaranya," kata dia.
(A061)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Tags: