Jakarta (ANTARA) -
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra mengatakan pihaknya telah memetakan empat potensi keinginan korban eksil politik eks warga negara Indonesia (WNI).

"Tadi pun juga terinformasi ada empat potensi yang akan disampaikan oleh eksil," kata Dhahana Putra ditemui usai rapat koordinasi di Hotel Wyndham, Jakarta, Kamis.

Dhahana memerinci, potensi keinginan yang pertama adalah para eksil ingin tetap menjadi warga negara asing (WNA). Menurut dia, potensi yang pertama ini dikarenakan sebelumnya ada trauma yang mempersulit eksil tersebut kembali ke Indonesia.

Kedua, para eksil yang ingin kembali berkewarganegaraan Indonesia. Ketiga, eksil politik eks WNI ingin memperoleh kemudahan berkunjung ke Indonesia. Keempat, eksil ingin kembali menjadi WNI tetapi tidak melepas kewaganegaraan asingnya.

Dari keempat potensi keinginan tersebut, Dhahana menyebutkan potensi yang keempat menjadi sulit untuk diimplementasikan, mengingat peraturan kewarganegaraan yang berlaku di Tanah Air.
"Nah, yang potensi keempat ini agak sulit karena memang undang-undang kewarganegaraan kita itu menganut asas single citizenship, kecuali yang usia 18 tahun ke bawah itu double citizenship," kata Dhahana.

Kendati begitu, kata Dhahana, pihaknya akan memberikan kemudahan proses untuk potensi yang pertama, kedua, dan ketiga, termasuk untuk proses naturalisasi.

"Kalau pengin kembali ke Indonesia pun kami juga akan bantu proses kewarganegaraannya hingga proses naturalisasi," lanjut Dhahana.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa tidak semua eksil yang berada di luar negeri ingin kembali ke Indonesia. Hal itu ditinjau dari usia para eksil yang rerata sudah lanjut, hingga fasilitas hidup di negara yang saat ini mereka tempati.

"Jadi, nampaknya kalau mereka melepas status kewarganegaraan (asing), mereka agak sulit untuk itu," kata Dhahana.


Namun, untuk eksil yang ingin kembali ke Indonesia, akan diberikan kemudahan fasilitas terkait proses Izin Tinggal Terbatas (ITAS) atau Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan visa rumah kedua (second home visa).
Atas keempat potensi keinginan eksil tersebut, Kemenkumham akan melakukan verifikasi untuk mendorong upaya pelayanan prioritas bagi para eksil—sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.

"Jadi, itu menjadi poin yang sangat penting untuk kita lakukan karena memang insyaAllah bulan Juni ini 'kan ada kick off, ya, oleh Presiden di Aceh," kata Dhahana.


Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan meluncurkan program penyelesaian hak asasi manusia berat non-yudisial pada Juni 2023 di Aceh.

"Pada bulan Juni yang akan datang, Presiden RI akan melakukan kick off peluncuran upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial ini akan dilakukan di Aceh, tanggalnya masih akan ditentukan," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5).
Baca juga: Ditjen HAM gelar rapat koordinasi upayakan pelayanan prioritas eksil
Baca juga: Pemerintah sebut 39 korban pelanggaran HAM terasing bukan pengkhianat