Seteru Netanyahu gagal bentuk koalisi jelang pemilu Israel
7 Januari 2013 20:43 WIB
Seorang pekerja memasang spanduk bergambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Tel Aviv, Kamis (17/1). Sepertinya Netanyahu telah siap membentuk koalisi pemerintahan baru usai pemilu minggu depan, jajak pendapat menunjukkan., dengan hanya satu pertanyaan apakah ia mau melunakkan pemerintahannya yang keras. (REUTERS/Baz Ratner)
Yerusalem (ANTARA News) - Tiga partai tengah dan kiri Israel gagal membentuk kelompok bersatu guna menjegal keunggulan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menjelang pemilihan umum pada 22 Januari mendatang.
"Sayang sekali, kami tidak mencapai kesepakatan apa pun," kata pemimpin partai tengah Hatenuah, Tzipi Livni, kepada Radio Israel pada Senin, setelah bertemu dengan pemimpin dari partai Yesh Atid dan Partai Buruh pada Minggu tengah malam.
Livni, mantan menteri luar negeri dan bekas perunding perdamaian dengan Palestina, menolak merinci perundingan koalisi tersebut, namun berharap ketiga partai itu masih bisa membentuk koalisi.
Jejak pendapat memperkirakan partai sayap kanan Likud pimpinan Netanyahu, yang maju bersama partai nasionalis Yisrael Beitenu pimpinan mantan Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman, akan menang mudah dalam pemungutan suara nasional itu.
Livni mengatakan, jika koalisi tengah-kiri terbentuk, maka mereka berpeluang menjaring suara pemilih ragu-ragu, sehingga memunculkan pilihan lain atas Netanyahu. Koalisi tersebut juga diharapkan mendapatkan lebih dari 40 kursi di parlemen beranggotakan 120 orang itu, sehingga menyaingi perkiraan perolehan 37 kursi Likud-Yisrael Beitenu.
Jejak pendapat memperkirakan, jika ketiga partai itu berjalan masing-masing, maka perolehan kursinya maksimal berjumlah 30-an.
Dalam pemilihan umum di Israel, rakyat memilih daftar calon anggota parlemen usulan partai. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada yang menang secara mayoritas di pemilihan anggota parlemen.
Setelah pemungutan suara berlangsung, Presiden Israel memilih seorang pemimpin partai untuk membentuk pemerintahan. Biasanya, yang dipilih adalah ketua partai peraih kursi terbanyak di parlemen.
Netanyahu sebelumnya menggunakan prospek koalisi tengah-kiri guna merebut kembali dukungan pemilih Partai Likud, yang dalam jajak pendapat cenderung memiih Bayit Yehudi, partai sayap kanan pimpinan Naftali Bennet.
"Untuk melawan koalisi sayap kiri, kita perlu banyak suara untuk Likud-Yisrael Beitenu," kata Netanyahu dalam kampanye bagi ratusan pendukung partai Likud di klab malam di Tel Aviv.
Livni juga mengatakan bahwa bila Partai Hatenuah, Yesh Atid dan Partai Buruh membentuk koalisi, tapi kalah dalam pemilihan umum, maka ketiga partai itu bisa bergabung dengan pemerintahan pimpinan Netanyahu sebagai pilihan dari kelompok partai kecil keagamaan dan Bayit Yehudi.
Tapi, pemimpin Partai Buruh, Shelly Yachimovich, dalam wawancara terpisah dengan Radio Israel menolak hal itu.
"Siapa pun mengira bisa mengubah Netanyahu dari dalam, atau berarti duduk di sebelah kursi supir dan menekan pedal rem adalah salah. Selama Netanyahu masih menjadi perdana menteri, tidak akan ada yang bisa berubah," kata Yachimovich dikutip Reuters.
(P012)
"Sayang sekali, kami tidak mencapai kesepakatan apa pun," kata pemimpin partai tengah Hatenuah, Tzipi Livni, kepada Radio Israel pada Senin, setelah bertemu dengan pemimpin dari partai Yesh Atid dan Partai Buruh pada Minggu tengah malam.
Livni, mantan menteri luar negeri dan bekas perunding perdamaian dengan Palestina, menolak merinci perundingan koalisi tersebut, namun berharap ketiga partai itu masih bisa membentuk koalisi.
Jejak pendapat memperkirakan partai sayap kanan Likud pimpinan Netanyahu, yang maju bersama partai nasionalis Yisrael Beitenu pimpinan mantan Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman, akan menang mudah dalam pemungutan suara nasional itu.
Livni mengatakan, jika koalisi tengah-kiri terbentuk, maka mereka berpeluang menjaring suara pemilih ragu-ragu, sehingga memunculkan pilihan lain atas Netanyahu. Koalisi tersebut juga diharapkan mendapatkan lebih dari 40 kursi di parlemen beranggotakan 120 orang itu, sehingga menyaingi perkiraan perolehan 37 kursi Likud-Yisrael Beitenu.
Jejak pendapat memperkirakan, jika ketiga partai itu berjalan masing-masing, maka perolehan kursinya maksimal berjumlah 30-an.
Dalam pemilihan umum di Israel, rakyat memilih daftar calon anggota parlemen usulan partai. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada yang menang secara mayoritas di pemilihan anggota parlemen.
Setelah pemungutan suara berlangsung, Presiden Israel memilih seorang pemimpin partai untuk membentuk pemerintahan. Biasanya, yang dipilih adalah ketua partai peraih kursi terbanyak di parlemen.
Netanyahu sebelumnya menggunakan prospek koalisi tengah-kiri guna merebut kembali dukungan pemilih Partai Likud, yang dalam jajak pendapat cenderung memiih Bayit Yehudi, partai sayap kanan pimpinan Naftali Bennet.
"Untuk melawan koalisi sayap kiri, kita perlu banyak suara untuk Likud-Yisrael Beitenu," kata Netanyahu dalam kampanye bagi ratusan pendukung partai Likud di klab malam di Tel Aviv.
Livni juga mengatakan bahwa bila Partai Hatenuah, Yesh Atid dan Partai Buruh membentuk koalisi, tapi kalah dalam pemilihan umum, maka ketiga partai itu bisa bergabung dengan pemerintahan pimpinan Netanyahu sebagai pilihan dari kelompok partai kecil keagamaan dan Bayit Yehudi.
Tapi, pemimpin Partai Buruh, Shelly Yachimovich, dalam wawancara terpisah dengan Radio Israel menolak hal itu.
"Siapa pun mengira bisa mengubah Netanyahu dari dalam, atau berarti duduk di sebelah kursi supir dan menekan pedal rem adalah salah. Selama Netanyahu masih menjadi perdana menteri, tidak akan ada yang bisa berubah," kata Yachimovich dikutip Reuters.
(P012)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: