Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Sudan untuk Indonesia Yassir Mohamed Ali mengungkapkan bahwa Pasukan Dukungan Cepat (RSF) melakukan sejumlah aksi kejam yang salah satunya adalah merekrut anak-anak untuk dijadikan tentara.

"RSF dengan sumber daya yang besar, tidak pernah membangun satu sekolah pun di Darfur atau di Sudan. Mereka lebih suka menarik anak-anak dari keluarga miskin untuk didaftarkan sebagai tentara, yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap hak asasi manusia," kata Yassir dalam konferensi pers tentang kondisi terkini di Sudan di kediamannya di Jakarta, Rabu.

Yassir mengatakan RSF telah mengerahkan lebih dari 40.000 tentara di ibu kota, dengan mobil SUV bersenjata lengkap.

Kini telah dipastikan bahwa setelah penghancuran semua sumber dukungan logistik dasar RSF, sebanyak 85 persen dari tentara mereka telah menyerah, melarikan diri atau dibunuh oleh militer, kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Yassir, berdasarkan fakta tersebut tidak benar untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di Sudan sebagai sebuah perang saudara.
Baca juga: PBB: Harga komoditas di Sudan melonjak

"Ini lebih merupakan tindakan yang tak terhindarkan oleh SAF terhadap kelompok pemberontak bersenjata yang berupaya melakukan kudeta untuk merebut kekuasaan dan mencoba membunuh kepala negara dan mengendalikan semua lokasi strategis di Khartoum," kata dia.

Menurutnya, kini sudah jelas bahwa serangan tersebut telah direncanakan, dipersiapkan dan diatur dengan baik, tidak hanya oleh RSF yang memberontak tetapi juga didukung oleh unsur asing dalam konspirasi besar untuk mengepung kekuasaan dengan paksa di Sudan.

Yassir juga mengungkapkan RSF telah melanggar gencatan senjata kemanusiaan sebanyak enam kali dan merusak sejumlah kantor diplomatik seperti Kedutaan Besar Uni Eropa, India, Indonesia, Malaysia dan jalur diplomatik milik Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Baca juga: Serangan udara tetap terjadi padahal ada gencatan senjata di Sudan

Pasukan pemberontak itu juga menjarah mobil milik kedutaan Indonesia dan menewaskan salah satu atase administrasi di Kedutaan Besar Mesir, katanya.

Kementerian Luar Negeri Sudan telah mengeluarkan kecaman atas pelanggaran mencolok terhadap misi diplomatik, personel dan properti milik mereka yang dilakukan RSF.

Menurut pernyataan juru bicara militer, operasi militer untuk menyatakan bahwa Khartoum benar-benar terbebas dari kendali RSF mungkin memakan waktu beberapa hari.

Konflik militer di Sudan telah berkecamuk sejak 15 April lalu, yang menewaskan 528 orang dan melukai lebih dari 4.000 orang, katanya.

Baca juga: Dubes: Jika situasi membaik, mahasiswa Indonesia bisa kembali ke Sudan
Baca juga: Militer Sudan dan RSF saling tuding langgar gencatan senjata