Subsidi energi 2012 bertambah Rp104 triliun
7 Januari 2013 19:56 WIB
Sejumlah pekerja memperbaiki trafo di sebuah menara Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Pemerintah menggunakan pendapatan negara yang naik terutama dari sektor migas, guna menambal pembengkakan subsidi listrik (ANTARA/ANDIKA WAHYU)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan subsidi energi selama 2012 membengkak Rp104 triliun menjadi Rp306,5 triliun atau 151 persen dari yang dianggarkan.
"Subsidi energi tahun 2012 mencapai Rp306,5 triliun. Sebelumnya direncanakan Rp202,4 triliun, atau 151 persen dari yang dianggarkan," kata Menkeu Agus Martowardojo dalam konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 di Jakarta, Senin.
Menurut dia, membengkaknya angka subsidi terkait juga dengan penetapan anggaran yang terlalu rendah, selain karena pengendalian subsidi yang kurang berhasil.
"Beban negara untuk subsidi energi melonjak sebagai akibat kesalahan pemerintah dalam menetapkan angka subsidi. Harus diakui bahwa saat penetapannya terjadi diskusi yang mendalam dengan DPR sehingga saat penetapannya saja sudah rendah," kata dia.
Ia menjelaskan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada tahun lalu jebol hingga 54 persen menjadi Rp211,9 triliun.
"Subsidi energi, khususnya BBM anggarannya Rp137,4 triliun jadi Rp211,9 triliun atau 154 persen dari anggaran," ujar dia.
Selain itu, subsidi listrik juga membengkak hingga Rp30 triliun.
"Listrik dianggarkan Rp65 triliun, realisasi Rp94,5 triliun, atau lebih tinggi dibanding APBN-P nya (145,6 persen) ," kata dia.
Hal tersebut disebabkan oleh tingginya realisasi ICP, nilai tukar dan fuel mix bahan bakar pembangkit listrik.
"Ini merupakan hal yang perlu diwaspadai. Biasanya deviasi realisasi itu sekitar 3-5 persen. Tidak sampai 50 persen seperti realisasi subsidi pada dua tahun terakhir," kata dia.
Karena itu pada 2013 ini, pemerintah akan berfokus pada pengendalian subsidi secara lebih intensif.
"Kami harus yakini bahwa kita bisa mengendalikan subsidi BBM lebih baik. Kalau sudah dianggarkan dan ternyata seperti dua tahun terakhir terjadi lonjakan, akan membahayakan kesinambungan fiskal kita," kata dia.
Realisasi subsidi non-energi, lanjutnya, lebih rendah dibanding APBN-P-nya (93,4 persen) disebabkan oleh tidak dilaksanakannya program kompensasi perubahan harga BBM untuk tambahan raskin, subsidi/PSO untuk PT Pelni dan subsidi bunga untuk sarana fasiltas BBM non-subsidi.
(A063/A023)
"Subsidi energi tahun 2012 mencapai Rp306,5 triliun. Sebelumnya direncanakan Rp202,4 triliun, atau 151 persen dari yang dianggarkan," kata Menkeu Agus Martowardojo dalam konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 di Jakarta, Senin.
Menurut dia, membengkaknya angka subsidi terkait juga dengan penetapan anggaran yang terlalu rendah, selain karena pengendalian subsidi yang kurang berhasil.
"Beban negara untuk subsidi energi melonjak sebagai akibat kesalahan pemerintah dalam menetapkan angka subsidi. Harus diakui bahwa saat penetapannya terjadi diskusi yang mendalam dengan DPR sehingga saat penetapannya saja sudah rendah," kata dia.
Ia menjelaskan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada tahun lalu jebol hingga 54 persen menjadi Rp211,9 triliun.
"Subsidi energi, khususnya BBM anggarannya Rp137,4 triliun jadi Rp211,9 triliun atau 154 persen dari anggaran," ujar dia.
Selain itu, subsidi listrik juga membengkak hingga Rp30 triliun.
"Listrik dianggarkan Rp65 triliun, realisasi Rp94,5 triliun, atau lebih tinggi dibanding APBN-P nya (145,6 persen) ," kata dia.
Hal tersebut disebabkan oleh tingginya realisasi ICP, nilai tukar dan fuel mix bahan bakar pembangkit listrik.
"Ini merupakan hal yang perlu diwaspadai. Biasanya deviasi realisasi itu sekitar 3-5 persen. Tidak sampai 50 persen seperti realisasi subsidi pada dua tahun terakhir," kata dia.
Karena itu pada 2013 ini, pemerintah akan berfokus pada pengendalian subsidi secara lebih intensif.
"Kami harus yakini bahwa kita bisa mengendalikan subsidi BBM lebih baik. Kalau sudah dianggarkan dan ternyata seperti dua tahun terakhir terjadi lonjakan, akan membahayakan kesinambungan fiskal kita," kata dia.
Realisasi subsidi non-energi, lanjutnya, lebih rendah dibanding APBN-P-nya (93,4 persen) disebabkan oleh tidak dilaksanakannya program kompensasi perubahan harga BBM untuk tambahan raskin, subsidi/PSO untuk PT Pelni dan subsidi bunga untuk sarana fasiltas BBM non-subsidi.
(A063/A023)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Tags: