Khartoum (ANTARA) - Militer Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada Selasa (2/4) baku tembak di ibu kota Sudan, Khartoum, dan saling menuding telah melanggar gencatan senjata selama 72 jam yang berakhir pada Rabu tengah malam.

Melalui pernyataan pada Selasa, militer Sudan mengatakan bahwa situasi di seluruh wilayah Sudan stabil, kecuali bentrokan sporadis dengan RSF di sejumlah daerah di Khartoum.

Disebutkan pula bahwa gencatan senjata tak dipatuhi oleh paramiliter RSF, dengan menembaki sejumlah lokasi termasuk daerah permukiman.

Sementara itu, RSF menyalahkan militer Sudan karena telah melanggar gencatan senjata kemanusiaan, mengeklaim bahwa pihaknya sedang memerangi "pasukan kudeta" di dalam militer Sudan yang terdiri atas elemen rezim terdahulu.

Sedikitnya 550 orang tewas dan ribuan orang lainnya terluka akibat pertempuran antara dua jenderal yang bermusuhan di Sudan, yakni panglima militer Abdel Fattah Al Burhan dan komandan paramiliter RSF Mohammed Hamdan “Hemedti” Dagalo, sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan Sudan.

Perbedaan pandangan di antara kedua pihak tentang reformasi militer telah meruncing dalam beberapa bulan belakangan terkait integrasi RSF ke dalam militer, yang menjadi syarat utama dalam kesepakatan transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.

Sudan tanpa pemerintahan fungsional sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan status darurat, yang dikecam kekuatan-kekuatan politik di negara itu sebagai "kudeta".

Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 pasca Presiden Omar Al Bashir dilengserkan, serta direncanakan akan diakhiri dengan pemilu pada awal 2024.


Sumber: Anadolu

Baca juga: PBB: Harga komoditas di Sudan melonjak
Baca juga: Serangan udara tetap terjadi padahal ada gencatan senjata di Sudan
Baca juga: Dubes: Jika situasi membaik, mahasiswa Indonesia bisa kembali ke Sudan