ASEAN 2023
AHA Centre dinilai tak punya kapasitas kirim bantuan ke Myanmar
3 Mei 2023 18:14 WIB
Ketua organisasi riset dan advokasi masyarakat Myanmar Progressive Voice Khin Ohmar (tengah) menyampaikan pandangannya dalam sebuah diskusi yang digelar oleh Forum Asia untuk Hak Asasi Manusia dan Pembangunan di Jakarta, Rabu (3/5/2023). (ANTARA/Shofi Ayudiana)
Jakarta (ANTARA) - Ketua organisasi riset dan advokasi masyarakat Myanmar, Progressive Voice, Khin Ohmar menilai Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana (AHA Centre) tidak memiliki kapasitas untuk mengirimkan bantuan ke Myanmar.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, Khin mengatakan independesi AHA Centre dipertanyakan karena beberapa dewan pengurusnya merupakan bagian dari junta.
Menurut dia, bantuan yang selama ini dikirim melalui AHA Centre ke Myanmar justru disalurkan kepada militer.
“AHA Centre bertujuan untuk mengirim bantuan kemanusiaan yang disebabkan bencana alam. Sementara krisis Myanmar disebabkan bencana politik oleh manusia. AHA Centre tidak punya kapasitas untuk merespons konflik ini,” kata Khin.
Khin mengatakan bantuan kemanusiaan selama dua tahun ini hanya mengandalkan bantuan dari sesama masyarakat Myanmar mengingat adanya pengetatan operasional yang diterapkan junta militer terhadap organisasi-organisasi kemanusiaan, termasuk AHA Centre dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dia mengatakan bahwa masyarakat Myanmar, mulai dari kalangan sipil, organisasi berbasis komunitas, hingga etnis-etnis minoritas, bekerja sama membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Untuk itu, Khin mendesak ASEAN untuk meninjau ulang Konsensus Lima Poin, terutama poin keempat soal penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar.
Menurut dia, ASEAN dan komunitas internasional lainnya harus mulai mencari pendekatan lain yang didasarkan pada kemanusiaan dan perlindungan warga sipil.
Salah satu solusi ia tawarkan adalah menyalurkan dan meningkatkan bantuan kemanusiaan melalui masyarakat sipil garis depan serta kelompok-kelompok etnis di Myanmar.
Ia mengatakan selama ini masyarakat Myanmar bekerja sendiri dan memberikan bantuan secara efektif sesuai dengan kapasitas mereka.
“Jika ASEAN tidak dapat menghentikan kekerasan di Myanmar, maka tantangan saat ini adalah bagaimana kami dapat mempertahankan pemberian bantuan ini tanpa bantuan komunitas internasional,” ujar Khin.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 5 April tahun ini menyatakan bahwa Indonesia telah berkomunikasi dengan berbagai pihak di Myanmar. Salah satu hasilnya adalah dibukanya akses bagi AHA Centre untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
“Dengan fasilitasi Indonesia tersebut, AHA Centre telah berhasil melakukan konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan yang sebelumnya belum dapat dilakukan. Dengan demikian, terdapat pergerakan dari sisi akses yang diberikan kepada AHA Centre,” ujar Retno.
Baca juga: ASEAN dituntut bantu hentikan serangan udara junta militer di Myanmar
Baca juga: Indonesia berupaya libatkan "stakeholder" Myanmar untuk tangani krisis
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, Khin mengatakan independesi AHA Centre dipertanyakan karena beberapa dewan pengurusnya merupakan bagian dari junta.
Menurut dia, bantuan yang selama ini dikirim melalui AHA Centre ke Myanmar justru disalurkan kepada militer.
“AHA Centre bertujuan untuk mengirim bantuan kemanusiaan yang disebabkan bencana alam. Sementara krisis Myanmar disebabkan bencana politik oleh manusia. AHA Centre tidak punya kapasitas untuk merespons konflik ini,” kata Khin.
Khin mengatakan bantuan kemanusiaan selama dua tahun ini hanya mengandalkan bantuan dari sesama masyarakat Myanmar mengingat adanya pengetatan operasional yang diterapkan junta militer terhadap organisasi-organisasi kemanusiaan, termasuk AHA Centre dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dia mengatakan bahwa masyarakat Myanmar, mulai dari kalangan sipil, organisasi berbasis komunitas, hingga etnis-etnis minoritas, bekerja sama membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Untuk itu, Khin mendesak ASEAN untuk meninjau ulang Konsensus Lima Poin, terutama poin keempat soal penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar.
Menurut dia, ASEAN dan komunitas internasional lainnya harus mulai mencari pendekatan lain yang didasarkan pada kemanusiaan dan perlindungan warga sipil.
Salah satu solusi ia tawarkan adalah menyalurkan dan meningkatkan bantuan kemanusiaan melalui masyarakat sipil garis depan serta kelompok-kelompok etnis di Myanmar.
Ia mengatakan selama ini masyarakat Myanmar bekerja sendiri dan memberikan bantuan secara efektif sesuai dengan kapasitas mereka.
“Jika ASEAN tidak dapat menghentikan kekerasan di Myanmar, maka tantangan saat ini adalah bagaimana kami dapat mempertahankan pemberian bantuan ini tanpa bantuan komunitas internasional,” ujar Khin.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 5 April tahun ini menyatakan bahwa Indonesia telah berkomunikasi dengan berbagai pihak di Myanmar. Salah satu hasilnya adalah dibukanya akses bagi AHA Centre untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
“Dengan fasilitasi Indonesia tersebut, AHA Centre telah berhasil melakukan konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan yang sebelumnya belum dapat dilakukan. Dengan demikian, terdapat pergerakan dari sisi akses yang diberikan kepada AHA Centre,” ujar Retno.
Baca juga: ASEAN dituntut bantu hentikan serangan udara junta militer di Myanmar
Baca juga: Indonesia berupaya libatkan "stakeholder" Myanmar untuk tangani krisis
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023
Tags: