Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi segera menyidangkan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia dengan tersangka AKBP Bambang Kayun.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemberkasan perkara tersebut telah selesai dan siap untuk disidangkan.

"Dengan telah selesainya pemberkasan perkara dugaan penerimaan suap dan gratifikasi tersangka BK, hari ini dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik pada tim jaksa," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ali mengatakan isi berkas perkara dipastikan lengkap karena telah memenuhi persyaratan dari sisi formil dan materiil.

"Tim jaksa berpendapat bahwa seluruh kelengkapan isi berkas perkara telah terpenuhi dari sisi formil dan materiil," sebut Ali.

Baca juga: KPK minta Bambang Kayun terbuka ungkap keterlibatan pihak lain

Selanjutnya, tim jaksa akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan mengenai kasus ini ke pengadilan tipikor dalam waktu 14 hari kerja.

Di sisi lain, tersangka Bambang Kayun masih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK selama 20 hari ke depan.

"Penahanan masih dilakukan atas wewenang tim jaksa untuk 20 hari ke depan sampai 21 Mei 2023 di Rutan KPK," terang Ali.

Baca juga: KPK konfirmasi saksi soal interaksi dengan dua DPO kasus Bambang Kayun

Sebelumnya, KPK mengumumkan Bambang Kayun (BK) sebagai tersangka pada 3 Januari 2023. BK merupakan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa kasus itu Bermula dari adanya pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).

Atas pelaporan tersebut, ES dan HW melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan BK yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

Baca juga: Firli sebut kasus AKBP Bambang Kayun cederai muruah hukum

Sebagai tindak lanjut, sekitar Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan tersangka BK. Dari kasus yang disampaikan ES dan HW itu, KPK menduga BK siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

BK lalu memberikan saran, di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Menindaklanjuti permohonan tersebut, BK lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk memverifikasi, termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri.

Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri. Tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

Baca juga: KPK telusuri penerimaan sejumlah uang oleh AKBP Bambang Kayun

Dalam perjalanan kasus itu, ES dan HW kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Terkait penetapan status tersangka tersebut, atas saran lanjutan dari BK maka ES dan HW mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya.

Selama proses pengajuan praperadilan, KPK menduga BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

Pada Desember 2016, BK juga diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK.

Sekitar April 2021, KPK menyebut ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

KPK menduga BK kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu, KPK juga menduga BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka BK disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.