Jakarta (ANTARA News) - Pengejaran terpidana kasus "cessie" atau hak tagih Bank Bali sebesar Rp546 miliar, Djoko Tjandra alias "Djoker" yang kabur ke Papua Nugini (PNG) dan beralih kewarganegaraannya, dapat menggunakan jalur informal yakni menyewa detektif swasta.

"Sewa detektif swasta merupakan solusi," demikian disampaikan pakar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana kepada ANTARA News, di Jakarta, Sabtu.

Dikatakan, langkah sewa setektif swasta itu merupakan solusi karena jika menggunakan jalur formal waktunya bisa berlangsung lama dan berbelit-belit.

"Detektif swasta itu guna mengetahui keberadaan Djoko Tjandra secara akurat, dan info itu agar tidak merepotkan pemerintah setempat," katanya.

Kemudian jika sudah diketahui keberadaannya, maka pemerintah Indonesia bisa memanfaatkan ketergantungan negara tersebut terhadap Indonesia. Sehingga negara itu mau bekerja sama, katanya.

Hal demikian, kata dia, seperti penggerebekan terhadap pelaku kriminal China yang melakukan operasi kejahatannya di Indonesia kemudian Polri tanggap melakukan penangkapan dan pemulangan mereka.

Ia menegaskan soal belum dideportasinya Djoko Tjandra saat ini bukan merupakan ketidakseriusan pemerintah namun lebih tertuju pada prosesnya yang berbelit-belit. "Terlebih lagi Djoko Tjandra sudah beralih kewarganegaraan," katanya.

Pemerintah Papua Nugini siap mendeportasi terpidana kasus "cessie" atau hak tagih Bank Bali sebesar Rp546 miliar, Djoko Tjandra alias "Djoker", yang kabur ke negara tersebut dan beralih kewarganegaraannya.

"Dubes PNG melaporkan baru saja mengadakan pertemuan bahwa mereka siap deportasi," kata Wakil Jaksa Agung yang juga Ketua Tim Pemburu Koruptor, Darmono, di Jakarta, Jumat.

Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia pada 10 Juni 2009, atau sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) menyatakan dia bersalah. MA menjatuhkan hukuman selama dua tahun penjara serta denda Rp15 juta berikut penyitaan terhadap uangnya yang disimpan di Bank Bali senilai Rp546.166.116.369.

Pada Juni 2012 diketahui dia sudah beralih status menjadi warga negara Papua Nugini dengan dugaan telah melakukan pemalsuan data untuk memperoleh status tersebut.
(R021/M020)