"Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) belum pernah mengenakan denda administratif sebesar Rp3 miliar terhadap pelaku usaha penangkapan ikan, jadi tidak benar informasi tidak dapat melaut karena terkena denda administratif Rp3 miliar," jelasnya pada Senin (1/6/2023).
Adin mengakui memang terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi. Terlebih terhadap pelaku usaha yang menggunakan kapal berukuran besar. Bagi setiap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran disebut harus ditertibkan.
"Terlebih lagi pelanggaran dalam waktu lama menggunakan kapal berukuran besar sangat merugikan bagi upaya pengelolaan perikanan bertanggung jawab dan berkelanjutan," jelasnya.
Penertiban kepada pelaku usaha yang melanggar tetap akan mengutamakan azas keadilan bagi pelaku usaha. Penertiban pelaku usaha yang sengaja melanggar juga perlu dilakukan mengingat telah merugikan pelaku usaha dan nelayan lainnya yang patuh.
Ia pun menyayangkan, adanya pihak-pihak yang tak bertanggungjawab yang menyebarkan informasi tidak benar dan cenderung menghasut kalangan nelayan untuk menghambat penerapan kebijakan yang sebenarnya justru ditujukan bagi keberlanjutan perikanan nasional di masa depan tersebut.
"KKP sangat menyayangkan upaya mengelak dari sanksi dengan menyebarkan informasi yang tidak benar," ungkapnya.
Ia melanjutkan, adapun dalam penerapan sanksi di kebijakan PIT merupakan sanksi administratif sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Cipta Kerja. Meski begitu, tidak serta merta dikenakan sanksi begitu saja, ada proses pemeriksaan terlebih dahulu.
"Ada tahapan yang diberlakukan dalam pemberian sanksi administratif. Terkait kasus yang sedang ditangani saat ini, dendanya belum ditetapkan, masih proses pemeriksaan. Kapalnya GT-nya besar di atas 150-GT, menangkap tidak sesuai DPI lebih dari 1 bulan, menangkap cumi," jelasnya.
Sebagai informasi, sebagai bagian dari perbaikan tata kelola perikakan nasional yang saat ini sudah diberlakukan yakni penarikan PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Perikanan Pascaproduksi. Melalui mekanisme ini PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dibebankan pada setiap volume ikan yang ditangkap pada setiap trip penangkapan ikan setelah kapal melakukan operasi penangkapan ikan.
Selain perbaikan dalam teknis pemungutan PNBP, PNBP Pascaproduksi diorientasikan untuk memperbaiki banyak hal antara lain perbaikan data dan statistik perikanan nasional, perbaikan tata kelola pelabuhan pangkalan, perbaikan tata kelola kapal perikanan, dan lain-lain.
Dalam aturan baru ini ada sejumlah kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi setelah mendapatkan izin menangkap ikan, antara lain dengan kepatuhan dalam penyampaian Laporan Penghitungan Mandiri atas setiap produksi ikan hasil tangkapan dengan akurat sesuai dengan kondisi riilnya.
Dengan demikian, kewajiban pembayaran PNBP sudah atas hasil perhitungan yang akurat. Pelaku usaha juga harus melakukan pencatatan hasil tangkapan dan menyimpan bukti transaksi terkait ikan hasil tangkapan tersebut. Catatan dan Bukti Transaksi agar tersedia dan siap disampaikan saat Tim KKP melakukan verifikasi.
Sesuai Surat Edaran MKP Nomor B.1337/MENKP/XII/2022 Tanggal 30 Desember 2022, Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan yang memiliki perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan dan subsektor pengangkutan ikan yang diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan harus menggunakan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT).
Aplikasi itu antara lain digunakan untuk pengajuan permohonan Standar Laik Operasi, pengajuan permohonan Persetujuan Berlayar di pelabuhan perikanan, pelaporan Log Book Penangkapan Ikan, pengajuan permohonan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal Perikanan, dan menyampaian Laporan Perhitungan Mandiri (LPM). Aplikasi ini pada saatnya juga memfasilitasi pelaksanaan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur secara keseluruhan.