Anggota DPR sesalkan kekerasan terhadap PRT Indonesia kembali terjadi
2 Mei 2023 09:10 WIB
Tangkapan layar saat Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani memberikan pandangan dalam rapat dengar pendapat dengan LPP TVRI dan LPP RRI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dipantau melalui tayangan streaming, Selasa (24/1/2023). (ANTARA/Fathur Rochman)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menyesalkan sekaligus mengecam adanya penyiksaan dan eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga (PRT) Indonesia di Malaysia yang kembali terulang.
Hal tersebut disampaikannya menanggapi kasus pekerja rumah tangga asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang disiksa oleh majikannya dan tidak digaji selama enam bulan di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Kami menyesalkan betul bahwa di Malaysia lagi-lagi aksi keji seperti ini kembali terulang," kata Christina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia pun menegaskan pada pihak KBRI Kuala Lumpur agar terus mengawal kepolisian Malaysia yang sudah melakukan penahanan terhadap majikan dan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini supaya ditindak tegas.
"Termasuk mengusut tuntas agen pemberangkatan dan penerimanya di Malaysia karena jalur keberangkatan korban ini adalah jalur nonprosedural," ujarnya.
Sebab, kata dia, pemberangkatan PRT asal Banyuwangi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia tersebut terjadi saat Indonesia belum membuka pengiriman PMI ke Malaysia akibat COVID-19, begitu pula Malaysia yang belum membuka masuknya pekerja asing.
"Maka tindak tegas agen nakal ini harus dilakukan. Baik di Indonesia maupun di Malaysia. Sementara aspek hukumnya harus kita kawal terus supaya memberi efek jera. Jangan ada anggapan bahwa TKI kita lemah perlindungan hukum sehingga bisa diperlakukan apa saja di sana. Ini tidak boleh terjadi lagi," tuturnya.
Baca juga: PRT Indonesia di Malaysia disiksa enam bulan, tak digaji
Baca juga: Menteri Bintang: Perlu upaya cegah urbanisasi perempuan jadi PRT
Di sisi lain, Christina mengapresiasi atensi khusus KBRI Kuala Lumpur dalam penanganan korban sejauh ini, termasuk perawatan di rumah sakit dan komunikasi dengan otoritas Malaysia agar pelaku diberikan hukuman setimpal.
"Kami apresiasi Pak Dubes Hermono (Duta Besar RI untuk Malaysia) yang menjemput bola menangani kasus ini. Semoga bisa tertangani dengan baik, kondisi korban bisa segera pulih," ucapnya.
Selain itu Christina pun mengingatkan agar kasus PMI di Malaysia harus menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN yang akan diselenggarakan di Labuan Bajo pada 9-11 Mei mendatang.
"Perlu ada dorongan terus menerus agar ini menjadi perhatian. Presiden perlu sampaikan pada forum ini sehingga semua kepala negara memiliki kesadaran yang sama terkait perlindungan pekerja migran," kata Christina.
Seorang perempuan PRT asal Indonesia di Malaysia mengalami penyiksaan selama enam bulan dan tidak diberi gaji sejak dirinya mulai bekerja.
Sebelumnya pada Senin (1/5) di Kuala Lumpur, Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono mengatakan PRT asal Banyuwangi, Jawa Timur itu, Nani (bukan nama sebenarnya), mengadu kepadanya saat dijenguk di RS Kuala Lumpur pada Minggu (30/4) siang, bahwa majikannya telah melakukan penyiksaan sejak September 2022.
PRT berusia 39 tahun itu mengalami luka bakar di bagian punggung dan lengan akibat disetrika dan disiram air panas. Bagian matanya pun terlihat hitam lebam akibat dipukul majikan.
Selain itu, gajinya pun tidak dibayar sejak pertama bekerja pada Maret 2022.
Hermono mengatakan pada 23 Maret 2023 Polisi Resort Brickfield menyelamatkan Nani, yang kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Menurut polisi setempat, majikan perempuan yang diduga menyiksanya sudah ditahan.
Baca juga: Menko PMK: RUU PPRT hapuskan diskriminasi sosial ekonomi PRT
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pembahasan RUU PPRT libatkan kelompok PRT
Hal tersebut disampaikannya menanggapi kasus pekerja rumah tangga asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang disiksa oleh majikannya dan tidak digaji selama enam bulan di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Kami menyesalkan betul bahwa di Malaysia lagi-lagi aksi keji seperti ini kembali terulang," kata Christina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia pun menegaskan pada pihak KBRI Kuala Lumpur agar terus mengawal kepolisian Malaysia yang sudah melakukan penahanan terhadap majikan dan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini supaya ditindak tegas.
"Termasuk mengusut tuntas agen pemberangkatan dan penerimanya di Malaysia karena jalur keberangkatan korban ini adalah jalur nonprosedural," ujarnya.
Sebab, kata dia, pemberangkatan PRT asal Banyuwangi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia tersebut terjadi saat Indonesia belum membuka pengiriman PMI ke Malaysia akibat COVID-19, begitu pula Malaysia yang belum membuka masuknya pekerja asing.
"Maka tindak tegas agen nakal ini harus dilakukan. Baik di Indonesia maupun di Malaysia. Sementara aspek hukumnya harus kita kawal terus supaya memberi efek jera. Jangan ada anggapan bahwa TKI kita lemah perlindungan hukum sehingga bisa diperlakukan apa saja di sana. Ini tidak boleh terjadi lagi," tuturnya.
Baca juga: PRT Indonesia di Malaysia disiksa enam bulan, tak digaji
Baca juga: Menteri Bintang: Perlu upaya cegah urbanisasi perempuan jadi PRT
Di sisi lain, Christina mengapresiasi atensi khusus KBRI Kuala Lumpur dalam penanganan korban sejauh ini, termasuk perawatan di rumah sakit dan komunikasi dengan otoritas Malaysia agar pelaku diberikan hukuman setimpal.
"Kami apresiasi Pak Dubes Hermono (Duta Besar RI untuk Malaysia) yang menjemput bola menangani kasus ini. Semoga bisa tertangani dengan baik, kondisi korban bisa segera pulih," ucapnya.
Selain itu Christina pun mengingatkan agar kasus PMI di Malaysia harus menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN yang akan diselenggarakan di Labuan Bajo pada 9-11 Mei mendatang.
"Perlu ada dorongan terus menerus agar ini menjadi perhatian. Presiden perlu sampaikan pada forum ini sehingga semua kepala negara memiliki kesadaran yang sama terkait perlindungan pekerja migran," kata Christina.
Seorang perempuan PRT asal Indonesia di Malaysia mengalami penyiksaan selama enam bulan dan tidak diberi gaji sejak dirinya mulai bekerja.
Sebelumnya pada Senin (1/5) di Kuala Lumpur, Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono mengatakan PRT asal Banyuwangi, Jawa Timur itu, Nani (bukan nama sebenarnya), mengadu kepadanya saat dijenguk di RS Kuala Lumpur pada Minggu (30/4) siang, bahwa majikannya telah melakukan penyiksaan sejak September 2022.
PRT berusia 39 tahun itu mengalami luka bakar di bagian punggung dan lengan akibat disetrika dan disiram air panas. Bagian matanya pun terlihat hitam lebam akibat dipukul majikan.
Selain itu, gajinya pun tidak dibayar sejak pertama bekerja pada Maret 2022.
Hermono mengatakan pada 23 Maret 2023 Polisi Resort Brickfield menyelamatkan Nani, yang kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Menurut polisi setempat, majikan perempuan yang diduga menyiksanya sudah ditahan.
Baca juga: Menko PMK: RUU PPRT hapuskan diskriminasi sosial ekonomi PRT
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pembahasan RUU PPRT libatkan kelompok PRT
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023
Tags: