“Setelah terbitnya Permenpan RB Nomor 1 tahun 2023, ada fenomena gunung es yang akhirnya muncul ke permukaan, dan ada tiga alasan mengapa dosen harus berserikat untuk melindungi hak-hak dasar tenaga kerja di perguruan tinggi,” kata Satria pada diskusi tentang membangun solidaritas akademisi di tengah birokratisasi perguruan tinggi yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin.
Baca juga: KIKA tekankan pentingnya serikat bagi dosen
Alasan kedua, yakni karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa situasi dan kondisi ketenagakerjaan semakin beragam, sehingga dosen harus berserikat
Ragam pekerja tersebut, di antaranya pekerja yang tidak memiliki keterampilan (unskilled labour), pekerja yang memiliki keterampilan (skilled labour), dan freelancer (tenaga kerja lepas) yang juga merupakan bagian dari pekerja.
“Dosen masuk skilled labour, oleh karena itu pikiran, karya dan kerjanya di dunia akademik tidak boleh didisiplinkan, dan di sisi lain harus juga diperjuangkan bagaimana agar kesejahteraan dosen menjadi isu utama,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
"Banyak tekanan, ancaman, dan intimidasi terhadap insan akademik hanya karena memperjuangkan hak-hak dasarnya," kata Satria.
Baca juga: Akademisi: Momen Hari Buruh tepat perjuangkan kesejahteraan kolektif
Baca juga: Kementerian PAN-RB siapkan aturan tentang jabatan fungsional dosen
Selain itu, otonomi perguruan tinggi yang transparan dan akuntabel untuk governance Sumber Daya Manusia juga harus diutamakan, kinerja dan jenjang karir dosen yang seharusnya khusus bagi penilaian dosen, dan tidak sama seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya.
Kemudian, pendisiplinan, tekanan, dan ancaman terhadap kebebasan akademik dan berekspresi juga akan menjadi persoalan dalam aturan tersebut apabila dosen tidak berserikat.