Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya memberikan perhatian penuh terhadap korban kekerasan seksual yang saat ini masih menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama (SMP) berupa pendampingan psikologis, hukum hingga jaminan sekolah.

"Korban saat ini tengah mengandung lima bulan menuju ke enam bulan. Kami juga memberikan pendampingan pada proses hukum, serta sudah koordinasi dengan Polrestabes dan sudah mulai bergerak," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Kota Surabaya Ida Widayati di Surabaya, Jawa Timur, Minggu.

Menurut dia, setelah mendapatkan informasi tentang kasus tersebut pada Rabu (26/4) lalu, pihaknya langsung mendampingi korban di RS Bhayangkara karena sedang proses visum. Pada Jumat (28/4), ibu korban sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) oleh Polrestabes

Kini, lanjut dia, pihaknya tengah fokus pada proses pemulihan pascatrauma korban. Bahkan, lanjut dia, DP3A-P2KB juga sudah berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya dalam memberikan pendampingan hukum.

Ida menjelaskan, pihaknya menaruh perhatian penuh kepada korban sebab seusai menjalani proses visum, korban langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soewandhi karena harus menjalani penanganan medis berupa operasi pada bagian vital korban yang mengalami infeksi.

"Sudah ditangani, saat ini korban dalam masa pemulihan, biarkan tenang terlebih dahulu setelah operasi. Setelah itu baru kami masuk pada pendampingan psikologisnya," katanya.

Selain itu, Ida juga menawarkan Rumah Aman sementara untuk ditinggali bagi keluarga korban, yakni rumah dinas milik Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya. Hal ini dilakukan agar memudahkan pihaknya dalam memberikan pengawasan, serta intervensi yang dibutuhkan. Namun, sang ayah menolak tawaran tersebut dan memilih untuk menyewa indekos.

"Agar mereka bisa merasa tenang dan aman sesuai dengan arahan Ibu Asisten 3, kami diminta berkoordinasi dengan Dinkes agar tempat tersebut dipakai sementara. Sudah kita siapkan, kita bersihkan, tempat tidur, listrik juga sudah kita isi, tetapi bapaknya tidak berkenan dan memilih kos," ucapnya.

Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya berupaya melakukan pendekatan untuk merayu keluarga korban agar bersedia menempati Rumah Aman sementara waktu. Sedangkan untuk pendampingan psikologis korban, pihaknya siap memberikan pendampingan setiap harinya.

"Sebab, kondisi saat ini korban masih trauma berat, serta ketakutan karena tidak bisa melanjutkan sekolah. Serta kami masih berusaha merayu keluarga korban untuk tinggal di Rumah Aman agar tidak mengeluarkan biaya untuk menyewa indekos," ujarnya.

Meski begitu, Ida mengaku bahwa ia telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh untuk menyiapkan formula metode maupun pola pembelajaran yang tepat bagi korban.

"Beliau memastikan untuk memfasilitasi metode belajar yang sesuai agar korban tetap bisa bersekolah, baik pembelajaran jarak jauh (PJJ) maupun home visit agar hak anak tetap terpenuhi," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh menyampaikan, model atau pola pendidikan yang akan diberikan menyesuaikan kondisi psikologis dan fisik korban.

"Intinya jangan sampai anak ini putus sekolah. Sebab, masa depannya masih panjang, kami bisa menggunakan metode PJJ maupun home visit," kata Yusuf.

Yusuf menerangkan, pihaknya mendukung keinginan korban untuk kembali bersekolah sebab di sekolah memudahkan korban untuk berinteraksi dengan teman-temannya, serta terdapat banyak figur untuk pembentukan karakter anak. Namun, hal itu harus dipertimbangkan pada kondisi psikologis dan fisik korban.

"Insya Allah boleh (kembali sekolah) tetapi kami menyesuaikan model pendidikan dengan psikologis anak dan kondisi fisik anak, kalau tidak kami dukung masa depan anak akan menjadi korban. Jika kejar paket, kami juga mempertimbangkan usia karena akan banyak waktu yang terbuang," ujarnya.

Baca juga: Bareskrim: Perlu sinergi dan komitmen K/L tangani kekerasan seksual
Baca juga: KemenPPPA kecam kekerasan seksual pengasuh ponpes kepada 25 santriwati
Baca juga: Anggota DPR RI ajak warga korban kekerasan seksual melapor ke polisi