Chad (ANTARA) - Saat sekelompok milisi bersenjata memporak-porandakan kampungnya di dekat El Geneina, Sudan, serta para tetangganya kabur ke negara tetangga, Chad, Zamzam Adam (23 tahun) ditinggal sendirian, berjuang untuk melahirkan anaknya.

Pertikaian antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) juga ikut melibas kampungnya, Ayatine, di wilayah Darfur bagian barat. Akibat perang besar itu, konflik dan kekerasan yang menyelimuti wilayah itu selama dua dekade kembali pecah.

Warga dan berbagai sumber lainnya di Darfur bagian barat melaporkan aksi-aksi penjarahan, penyerangan etnis, serta perkelahian antara kedua kubu.

Setidaknya ada 96 orang tewas di Darfur sejak Senin (24/4) dalam pertikaian antarwarga yang disulut oleh perang itu, kata kantor hak asasi manusia milik Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Di kampung kami, orang-orang bersenjata datang dan membakar dan menjarah rumah-rumah, dan kami dipaksa pergi," kata Adam.

Di saat para tetangganya berkemas untuk pergi di tengah gempuran senjata dan bom, Adam harus menerima kenyataan bahwa dia seorang diri. Suaminya pergi ke bagian timur Sudan untuk mencari pekerjaan, dan belum terdengar kabarnya lagi.

Saudaranya dan ibunya mendengar dari tetangga bahwa dia akan melahirkan, dan buru-buru datang untuk menyelamatkannya.

"Saat kami tiba, dia sudah melahirkan, dan orang-orang meninggalkannya sendirian. Saya potong ari-arinya dan saya bersihkan dia," Souraya Adam (27), saudara perempuan Adam, mengatakan pada Reuters.

Mereka memberikan bayi itu selimut dan segera menempuh perjalanan sejauh lebih dari 30 kilometer ke Chad, untuk menyusul 20,000 warga Sudan lain yang sudah pergi terlebih dahulu sejak perang tersebut pertama pecah.

"Kami biarkan dia istirahat sejenak, lalu kami lanjut ke sini," kata Souraya Adam di kamp pengungsian Koufroun di Chad.

Zamzam Adam duduk di tikar yang digelar di bawah pohon dan menyusui bayinya yang sudah menangis selama lima hari, kata saudaranya.

"Sekarang kondisinya jauh lebih baik, dia tidak menangis seperti sebelumnya. Saya tahu anak itu sakit, ibunya juga," kata Souraya Adam. Dia mengatakan bahwa kulit saudaranya mengalami ruam-ruam.

Di sekitar mereka, sekumpulan ibu-ibu dan anak-anak berkeliaran di kamp dekat perbatasan Sudan itu. Sedangkan yang lainnya beristirahat di tempat berlindung buatan sendiri yang dibangun seadanya, dengan batang dan kain.

Kedatangan kumpulan pengungsi baru itu menambah beban bagi Chad yang tidak punya banyak sumber daya. Negara tersebut saat ini sudah harus menanggung 40,000 pengungsi yang kabur dari konflik sebelumnya di Sudan.

Sumber: Reuters

Baca juga: PBB serukan upaya perdamaian di Sudan untuk cegah krisis pengungsi
Baca juga: IOM: 20.000 orang mengungsi ke Chad sejak pecah pertempuran di Sudan