Seoul, Korea Selatan (ANTARA) - Kapal selam rudal balistik nuklir (SSBN) Angkatan Laut Amerika Serikat, untuk pertama kalinya sejak 1980-an, akan dikirimkan ke Korea Selatan sebagai bukti komitmen AS guna melindungi negara itu dari serangan Korea Utara.

Kunjungan kapal selam itu diumumkan dalam sebuah pertemuan antara Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington pada Rabu (26/4).

Kapal selam jenis tersebut mengutamakan gerakan secara rahasia untuk tetap bertahan dan menjaga kemampuannya melancarkan serangan rudal di saat perang.

Oleh karena itu, kapal selam itu juga disebut jarang terungkap ke publik ketika sedang menepi di pelabuhan-pelabuhan asing.

"Itu bisa jadi tekanan besar bagi Korut, karena biasanya mereka tidak mengumumkan di mana kapal selam itu," kata Moon Keun Sik, seorang pensiunan kapten kapal selam.

Amerika Serikat mengatakan akan mengirimkan berbagai "aset strategis" ke Korea Selatan, seperti kapal induk, kapal selam, dan pengebom jarak jauh, untuk mencegah serangan Korea Utara.
Baca juga: AS, Korsel umumkan Deklarasi Washington cegah Korut gunakan nuklir

Korea Utara disebut telah mengembangkan persenjataan rudal yang canggih yang bisa diarahkan ke Korea Selatan, bahkan Amerika Serikat.

Kedatangan kapal selam itu juga dipandang sebagai sebuah cara untuk menenangkan Korea Selatan dan menghentikan pembicaraan tentang pengembangan senjata nuklir di Seoul.

"Jika sebuah kapal selam peluru kendali balistik Amerika Serikat berkunjung dan berlabuh di Korea Selatan, hal itu sangat tidak biasa dan bermakna simbolis. AS ingin menunjukkan bahwa mereka berupaya untuk menggencarkan pencegahan secara lebih jelas serta untuk menenangkan Korea Selatan terkait kekhawatirannya," kata Choi Il, seorang pensiunan kapten kapal selam, kepada Reuters.

Pyongyang mengutuk pengerahan kapal induk AS serta pelatihan militer bersama AS dan Korea Selatan, yang dinilai sebagai niat jahat kedua negara sekutu tersebut.

Angkatan laut Amerika Serikat menyiapkan 14 kapal selam peluru kendali balistik, yang juga disebut sebagai "boomer". Masing-masing kapal membawa 20 rudal Trident II D5, yang bisa meluncurkan delapan serangan nuklir pada target hingga sejauh 12.000 km.
Baca juga: Biden: Serangan nuklir Korut akan jadi akhir rezim Pyongyang

Menurut laporan dari Federasi Ilmuwan Amerika, pada 1970-an, ketika Korea Selatan menyangsikan komitmen AS dan kebutuhan mereka sendiri terkait persenjataan nuklir, kapal-kapal tersebut datang ke Korea Selatan secara rutin.

"Selama beberapa tahun, boomer-boomer itu datang secara teratur, hampir setiap bulan, kadang-kadang dua sampai tiga kunjungan per bulan," kata Hans Kristensen, penulis laporan tersebut.

"Kemudian, pada 1981, kunjungan-kunjungan tersebut terhenti, dan boomer-boomer itu belum kembali sejak saat itu," katanya, menambahkan.

Belum ada detail lebih lanjut mengenai kunjungan ke Korea Selatan itu.

Akan tetapi, pengumuman tersebut menunjukkan bahwa inisiatif itu akan menjadi bukti komitmen Amerika Serikat untuk "meningkatkan kehadiran akses strategis ke semenanjung Korea secara lebih rutin".

Seorang pejabat AS mengatakan pada Reuters secara anonim bahwa kunjungan itu akan menjadi bagian dari kunjungan yang lebih rutin ke semenanjung oleh aset-aset strategis.

Namun, pejabat itu menyatakan "tidak ada rencana untuk menempatkan aset-aset tersebut secara tetap, dan tentunya tidak ada penempatan persenjataan nuklir" di Korsel.

Sumber: Reuters

Baca juga: Aktivitas tingkat tinggi terlihat di fasilitas nuklir Korea Utara
Baca juga: Korea Utara kembali uji coba "drone" serang nuklir bawah laut