Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung masih menunggu laporan dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur terkait sudah atau belum diterimanya salinan putusan kasasi petinggi PT Kutai Timur Energi (KTE) untuk kelanjutan penyidikan terhadap Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak.

Awang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC).

"Kami sudah berkomunikasi dengan Kejati Kaltim. Prinsipnya, kalau ada salinan putusan kasasi segera dikirim kemari," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto di Jakarta, Jumat.

Salinan yang dimaksud Andhi dari putusan kasasi dari Mahkamah Agung terkait dua petinggi PT Kutai Timur Energi (KTE), yakni Anung Nugroho dan Apidian Tri Wahyudi yang memiliki keterkaitan langsung dengan proyek divestasi saham PT KPC.

Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman dua pejabat itu yakni Anung Nugroho dan Apidian Tri Wahyudi masing-masing 15 tahun dan 12 tahun penjara

Jika sudah diterima, salinan itu akan dikaji oleh tim penyidik Kejaksaan untuk proses penyidikan selanjutnya, termasuk pemeriksaan Awang.

Jampidsus Andhi mengisyaratkan isi putusan tersebut juga menentukan mengenai pemeriksaan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.

"Ya kita lihat nanti hasil penyidikannya (jika sudah diterima salinan putusan)," ujar dia.

Kasus ini bermula ketika Awang menjabat sebagai Bupati Kutai Timur yang berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) dan Frame Work Agreement antara PT KPC dengan pemerintah RI, KPC berkewajiban menjual sahamnya sebesar 18,6 persen kepada Pemda Kutai Timur. Namun, pada 10 Juni 2004, hak membeli saham PT KPC itu dialihkan ke PT KTE.

PT KTE ternyata tidak memiliki uang untuk membeli saham, sehingga hak membeli saham dialihkan sebesar 13,6 persen ke PT Bumi Resources. Atas pengalihan hak membeli saham itu PT Bumi Resources wajib memberikan kepemilikan saham sebesar 5 persen kepada PT KTE.

Berdasarkan perjanjian kepemilikan saham lima persen itu adalah milik Pemda Kutai Timur. Pada 14 Agustus 2006, Awang mengajukan permohonan kepada DPRD Kutai Timur tentang permohonan penjualan saham lima persen tersebut.

Namun hasil penjualan saham itu diduga tidak dimasukkan ke kas Pemda Kutai Timur yang saat itu bupatinya Awang Faroek.
(I029/I007)